Langsung ke konten utama

7 Eksoplanet Seukuran Bumi Mengorbit Dekat Bintang Induknya Ditemukan

eksoplanet-trappist-1-seukuran-bumi-ditemukan-astronomi
Bintang TRAPPIST-1, bintang katai ultra dingin yang diorbit tujuh planet seukuran Bumi.

Para astronom telah menemukan setidaknya tujuh planet seukuran Bumi yang mengorbit satu bintang induk yang terletak 40 tahun cahaya dari Bumi, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature. Penemuan ini juga diumumkan saat konferensi pers yang digelar di Markas Besar NASA di Washington. Penemuan eksoplanet semacam ini dianggap langka mengingat mereka memiliki kombinasi sempurna antara ukuran yang setara Bumi dan beriklim sedang, berarti mereka dapat memiliki air cair di permukaan dan berpotensi layak huni.

"Sistem planet yang luar biasa. Bukan hanya karena kami telah menemukan begitu banyak planet, tetapi karena semuanya secara mengejutkan ukurannya sama dengan Bumi," kata Michael Gillon, peneliti utama survei eksoplanet Trappist dari University of Liege, Belgia.

Ketujuh eksoplanet ditemukan dalam formasi rapat di sekitar bintang katai ultra dingin yang disebut TRAPPIST-1. Estimasi massa menunjukkan bahwa mereka adalah planet terestrial (berbatu), bukan planet gas seperti Jupiter. Tiga planet berada di zona layak huni bintang, diberi kode TRAPPIST-1e, f dan g, kemungkinkan besar dapat menampung lautan cair di permukaan.

Para astronom menganggap TRAPPIST-1f sebagai kandidat terbaik yang mampu menopang kehidupan. Lebih dingin dari Bumi, tapi memiliki lapisan atmosfer ideal dan cukup layak huni. Jika nama TRAPPIST-1 terdengar tidak asing, hal itu wajar karena para peneliti mengumumkan penemuan tiga planet awal yang mengorbit bintang yang sama pada bulan Mei 2017. Studi terbaru ini meningkatkan jumlah total planet menjadi tujuh.

"Saya pikir kami telah membuat langkah penting untuk menemukan apakah ada kehidupan di luar sana," kata rekan penulis makalah studi Amaury Triaud dari Universitas Cambridge. "Sebelumnya saya tidak pernah berani berpikir kita menemukan planet untuk mempelajari apakah ada (kehidupan). Jika memang kehidupan berhasil berkembang biak dan melepaskan molekul gas seperti di Bumi, maka kita akan mengetahuinya."

Hidup bisa saja berkembang secara berbeda di planet lain, sehingga menemukan kandungan udara yang mengindikasikan kehidupan adalah kunci utama, para peneliti menambahkan.

"Penemuan ini menjadi potongan penting untuk melengkapi puzzle lingkungan layak huni, tempat yang kondusif bagi kehidupan," kata Thomas Zurbuchen, administrator asosiasi Direktorat Misi Sains NASA. "Menjawab pertanyaan apakah kita sendirian di alam semesta adalah prioritas utama sains dan menemukan begitu banyak planet di zona layak huni untuk pertama kalinya merupakan langkah maju signifikan untuk menjawab pertanyaan klasik yang diajukan sejak dulu."

Masih banyak yang harus kita pelajari, kata Sara Seager, profesor fisika dan sains planet dari Massachusetts Institute of Technology. Seager bersama ilmuwan lain terpacu atas penemuan sistem yang meningkatkan peluang untuk menemukan planet layak huni mirip Bumi lainnya di masa depan, dengan mengetahui di mana mencarinya.

Apa Saja Informasi yang Kita Dapatkan?

Sistem planet TRAPPIST-1 berada cukup dekat dengan bintang induk. Ketujuh planet bahkan muat di dalam orbit Merkurius mengelilingi Matahari. Jarak yang sangat dekat ini memungkinkan para peneliti untuk mempelajari planet secara mendalam, selain mendapatkan wawasan tentang sistem planet selain tata surya.

eksoplanet-trappist-1-seukuran-bumi-ditemukan-astronomi
Perbandingan ketujuh planet TRAPPIST-1 dengan Merkurius, Venus, Bumi dan Mars

Satu planet berada terlalu jauh, permukaannya diperkirakan diselimuti es. Sedangkan tiga planet lainnya mengorbit terlalu dekat dengan bintang induk sehingga suhunya begitu panas. Sebenarnya seluruh sistem planet berpotensi menampung air cair di bawah kondisi atmosfer yang tepat, namun ketiga planet di zona layak huni itulah yang dianggap paling berpotensi.

Apabila berdiri di permukaan salah satu planet, maka seseorang hanya akan menerima cahaya 200 kali lebih sedikit daripada cahaya yang menerpa Bumi, namun ia akan tetap menerima energi bintang dalam jumlah besar yang menjaga kehangatan sebab jarak bintang begitu dekat. Pemandangan juga akan indah karena planet-planet lain akan tampak di langit kira-kira sebesar Bulan kita (atau bahkan dua kali lebih besar).

Pada TRAPPIST-1f, bintang induk akan terlihat tiga kali lebih besar daripada Matahari di langit kita. Dan karena merupakan bintang katai merah, maka rona cahaya akan kemerah-merahan. Para peneliti menduga sistem planet terbentuk lebih jauh dari bintang induk. Kemudian, seiring waktu mereka bermigrasi untuk menempati orbit yang lebih dekat seperti saat ini.

Seperti Bulan terhadap Bumi, planet terdekat dari bintang induk akan mengalami penguncian pasang surut, berarti satu belahan planet selalu menghadap bintang induk setiap saat. Satu sisi planet mengalami siang abadi, sedangkan sisi yang lain selalu malam.

eksoplanet-trappist-1-seukuran-bumi-ditemukan-astronomi
Ilustrasi sistem planet TRAPPIST-1

Meskipun sangat dekat dengan bintang induk, suhu sistem planet mirip dengan Bumi. Mengingat bintang induk adalah bintang katai ultra dingin yang hanya memancarkan lebih sedikit cahaya dan panas. Dibandingkan Matahari, massa bintang induk 10 kali lebih kecil dan suhunya 4 kali lebih dingin. Berdasarkan pemodelan iklim, para ilmuwan meyakini suhu ketiga planet yang paling dekat dengan bintang induk mungkin terlalu panas untuk menampung air cair, sedangkan planet terluar, TRAPPIST-1h, mungkin terlalu jauh dan terlalu dingin. Tapi, dibutuhkan observasi lebih lanjut untuk mengetahuinya secara pasti.

Metode Penemuan

Sistem planet ditemukan oleh para astronom dengan mengamati penurunan skala kecerahan bintang saat planet melintas di depannya dari sudut pandang kita, yang dikenal sebagai metode transit. Observasi dilakukan menggunakan jajaran teleskop berbasis antariksa dan darat, seperti Spitzer milik NASA dan TRAPPIST di Observatorium La Silla, Chili. Dari transit, para astronom bisa memperoleh berbagai informasi tentang planet, termasuk ukuran, komposisi dan orbit. Hasil studi kemudian dipublikasikan di jurnal Nature edisi 22 Februari 2017. Dengan memanfaatkan jaringan teleskop global, para astronom akan terus memantau sistem TRAPPIST untuk dapat menentukan periode orbital, jarak dari bintang, radius dan massa sistem planet.

Langkah Berikutnya

Selama dekade berikutnya, para peneliti ingin mendefinisikan atmosfer setiap planet, menentukan apakah mereka benar-benar memiliki air cair di permukaan dan mencari tanda-tanda kehidupan. Meskipun 40 tahun cahaya terdengar tidak terlalu jauh, namun tetap membutuhkan waktu jutaan tahun untuk mencapai sistem bintang ini. Tapi, dari perspektif penelitian, sistem TRAPPIST-1 merupakan target terbaik yang relatif dekat untuk mencari kehidupan di luar tata surya kita.

"Jika kita ingin mempelajari sesuatu , maka kita harus menemukan tempat yang tepat," kata Gillon.

Pada tahun 2021, Teleskop Antariksa James Webb akan diluncurkan dan diposisikan 1 juta mil dari Bumi dengan latar belakang pemandangan alam semesta. Webb dapat dimanfaatkan untuk mengamati eksoplanet berukuran besar dan mendeteksi cahaya bintang yang disaring melalui atmosfernya. Para peneliti juga ingin mencari sistem bintang serupa untuk mempelajari atmosfer sistem planet. Jaringan yang terdiri dari empat teleskop SPECULOOS (Search for habitable Planets EClipsing ULtra-cOOl Stars) yang berbasis di Chili akan mengamati langit selatan untuk tujuan ini. 

Sistem planet seperti TRAPPIST-1 lebih awet karena merupakan bintang yang menjalani proses evolusi dengan sangat lambat. Ketika Matahari kita tutup usia, TRAPPIST-1 masih terus hidup selama satu triliun tahun lagi, kata Gillon. Setelah tata surya kita berlalu, jika ada bagian lain dari alam semesta agar spesies kita dapat terus bertahan, mungkin sistem TRAPPIST-1 adalah tempat terbaik.

"Hasil paling menarik yang pernah saya lihat selama 14 tahun misi Spitzer," kata Sean Carey, manajer Spitzer Science Center NASA dari Caltech/IPAC di Pasadena, California. 

"Spitzer akan tetap melakukan pengamatan hingga musim gugur untuk lebih menyempurnakan pemahaman kita tentang sistem ini, selanjutnya observasi akan diambil alih oleh James Webb untuk mengungkap lebih banyak misteri yang menyelimuti sistem."

Ditulis oleh: Ashley Strickland, edition.cnn.com 


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang