Langsung ke konten utama

Mengungkap Misteri-Misteri Alam Semesta

mengungkap-misteri-alam-semesta-astronomi
Gelombang gravitasi yang menghasilkan riak-riak di jalinan ruang dan waktu, dan bisa melewati materi tanpa terpengaruh sama sekali, dapat dijadikan sarana ideal untuk menjelajahi alam semesta.

Pada tanggal 11 Februari 2016, Laser Interferometer Gravitational-wave Observatory (LIGO) dan Observatorium Virgo mengumumkan deteksi gelombang gravitasi untuk pertama kalinya, sebuah fenomena yang diprediksi pada tahun 1916 oleh Albert Einstein dalam teori relativitas umum. LIGO adalah eksperimen fisika skala besar untuk mendeteksi gelombang gravitasi kosmik dan mengembangkan observasi gelombang gravitasi sebagai studi astronomi.

Gelombang gravitasi, menurut Einstein, adalah riak-riak pada jalinan alam semesta yang disebabkan oleh berbagai peristiwa kosmik spektakuler, seperti saat dua lubang hitam bergabung atau saat terjadi ledakan supernova bintang. Setelah dihasilkan, gelombang gravitasi dapat merambat tanpa hambatan di seluruh alam semesta, bahkan memperluas dan mengkontaminasi materi, ruang dan waktu itu sendiri di sepanjang perjalanannya.

Penemuan gelombang gravitasi telah menciptakan kegembiraan luar biasa bagi komunitas astronom dan membuka peluang bagi para ilmuwan yang mempelajari kosmos. "Kita dapat menyaksikan bagaimana teori gravitasi Einstein meramalkan sesuatu dengan akurat," seru Profesor Brian Schmidt, wakil direktur dan presiden di Universitas Nasional Australia. Brian adalah pemenang Hadiah Nobel Fisika pada tahun 2011 bersama Saul Perlmutter dan Adam Riess, atas prestasinya yang berhasil membuktikan akselerasi laju ekspansi alam semesta.

Laju Ekspansi

Pada tahun 1927, Georges Lemaitre menggunakan relativitas umum untuk menunjukkan ekspansi alam semesta. Temuan Lemaitre kemudian dikonfirmasi oleh Edwin Hubble, yang menunjukkan bagaimana galaksi-galaksi jauh semakin menjauhi Bima Sakti. Sejak saat itu, kita telah memahami bahwa kita hidup alam semesta yang bermula dari Big Bang dan terus meluas, namun para ilmuwan memperkirakan ekspansi alam semesta akan melambat. 

Teori Einstein menunjukkan hal lain. "Jika Anda menggunakan relativitas umum dan melihat apa yang terjadi saat ruang dipenuhi energi, energi tersebut seragam di mana-mana dan akan mengarah pada apa yang disebut tekanan negatif. Sekarang kita semua tahu apa tekanan positifnya. Misalnya, ban sepeda. Jika saya mengisinya dengan angin, dan mencoba menekannya, angin di dalam ban akan balik menekan. Hal ini terjadi karena tekanan positif. Tekanan negatif berarti jika saya menekan, ban akan mengecil, dan jika saya melepasnya, maka tekanan angin terlepas. Jadi itu semacam menguatkan gerak bukan meredakannya," jelas Brian. Jika energi semacam itu meluas ke seluruh alam semesta, tekanan negatif yang dihasilkan dapat menyebabkan akselerasi laju ekspansi.


Brian, bersama Adam Riess dan tim, sedang mempelajari supernova tipe IA, sejenis supernova yang terjadi di dalam sistem bintang biner yang salah satu bintangnya adalah katai putih. Karena semua supernova tipe IA memiliki skala kecerahan yang sama, mereka dapat digunakan sebagai "lilin kosmik" untuk mempelajari berbagai aspek alam semesta seperti jarak bintang atau ekspansi alam semesta.

"Supernova adalah pilihan terakhir yang akan dijalani oleh beberapa bintang, meskipun ada beberapa cara bagaimana sebuah bintang mengakhiri kehidupannya. Kita tahu supernova tipe IA selalu terbakar layaknya bola lampu, jadi warnanya terang, dan kita bisa menggunakannya untuk mengukur jarak dengan sangat akurat, dengan margin kesalahan enam persen," komentar Brian.

Ketika berusaha memperkirakan laju ekspansi alam semesta dengan mengukur jarak supernova tipe IA, bukannya melambat, mereka justru menemukan laju ekspansi alam semesta yang semakin cepat. Ruang antara galaksi kita dan galaksi lainnya meluas lebih cepat daripada di masa lalu. "Satu-satunya penjelasan yang masuk akal untuk pengamatan ini adalah terdapat bentuk energi yang menyelimuti semua kosmos secara merata, dan kita menyebutnya energi gelap," kata Brian.

Menurut pemahaman kita saat ini, komposisi alam semesta terdiri dari energi gelap 70%, materi gelap 25%, dan materi normal seperti galaksi, bintang, planet, bulan, komet, asteroid dll, hanya menyumbang 5%. "Kita berada di tempat yang aneh dalam kosmologi. Kita hanya sekadar tahu energi gelap dan materi gelap eksis, meskipun mereka mendominasi alam semesta, kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang mereka. Berarti ada banyak hal untuk dipelajari," Brian membujuk.

Peta Langit Digital

Sebagian besar pengetahuan kita tentang alam semesta berasal dari observasi cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Tapi cahaya berinteraksi dengan materi, yang berarti ada penghalang seperti bintang, molekul gas, debu kosmik atau puing-puing antariksa yang dapat mempengaruhi jarak pandang kita. Objek seperti lubang hitam tidak bisa diamati hanya mendeteksi cahaya saja, karena lubang hitam tidak memancarkan cahaya. Di sisi lain, gelombang gravitasi adalah riak-riak di jalinan ruang dan waktu yang bisa melewati materi tanpa terpengaruh sama sekali. Hal ini menjadikan mereka sebagai sarana ideal untuk mengeksplorasi misteri alam semesta oleh karena ketidakmampuan kita dalam mengamati, akibat keterbatasan cahaya atau radiasi elektromagnetik.

"Studi tentang radiasi gravitasi adalah sesuatu yang sudah lama kita tunggu. Artinya kita bisa mendeteksi lubang hitam. Saya ingin mempelajari apa yang menciptakan lubang hitam, berapa banyak jumlah mereka di alam semesta, sehingga kita bisa mencoba dan memahami fisika dari lubang hitam dan akhir kehidupan bintang," komentar Brian. Terlepas dari lubang hitam, gelombang gravitasi juga dapat membantu kita mempelajari bintang neutron dan sifat materi yang sangat padat. Selain itu, gelombang gravitasi juga memungkinkan kita untuk melihat sekilas sepersekian detik setelah alam semesta dilahirkan.

Terlepas dari gelombang gravitasi, jajaran teleskop baru yang dikemas dengan teknologi mutakhir akan mulai beroperasi beberapa tahun lagi. Brian memimpin SkyMapper Southern Sky Survey untuk memetakan langit selatan. "SkyMapper akan membuat peta digital langit selatan, karena langit utara telah dipetakan dengan baik. Kami membangun teleskop baru pada tahun 2013 setelah teleskop lama terbakar di semak-semak. Kami telah mengoperasikannya untuk mengamati bintang-bintang tertua di alam semesta," kata Brian. Brian juga telah bekerja sama dengan Raman Research Institute di Bengaluru untuk membangun teleskop radio generasi baru di Australia Barat. Teleskop akan dilengkapi instrumen untuk mendeteksi molekul hidrogen sebelum membentuk bintang, sehingga mempermudah para ilmuwan untuk memahami pembentukan bintang di alam semesta awal.

"Satu dekade berikutnya, kita akan memiliki teleskop antariksa James Webb dan teleskop-teleskop radio lainnya, untuk melihat molekul gas sebelum bintang terbentuk. Kita akan melihat bintang-bintang pertama, melihat galaksi-galaksi pertama dan kita bisa melihat sejarah kehidupan Alam Semesta. Semuanya itu adalah bagian menarik dalam kosmologi yang akan muncul dalam waktu 10 tahun yang akan datang," tambah Brian.

Ditulis oleh: Dennis CJ, www.decanherald.com


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang