Grand Finale. Setelah 20 tahun, hampir 300
orbit dan perintis penemuan baru, pesawat antariksa Cassini terjun tanpa mengenal takut ke atmosfer Saturnus untuk mengakhiri misi.
Setelah 20 tahun tinggal di luar angkasa, 7
tahun perjalanan menuju ke Saturnus dan 13 tahun mengorbit Saturnus, pesawat antariksa veteran mengakhiri 90 detik misi pamungkas, yang oleh NASA disebut Grand Finale, dengan terus mengoperasionalkan jet pendorong secara
maksimal agar tetap mampu mengirim data tentang rahasia-rahasia Saturnus
ke Bumi selama mungkin.
Cassini memasuki atmosfer
Saturnus pada tanggal 15 September 2017 sekitar pukul 3.31 pagi waktu Pasadena, dan
segera menjalankan semua prosedur secara maksimal agar tetap tegak. Sinyal yang menandakan Cassini telah mencapai tujuannya,
diterima di Bumi pada pukul 4:54 pagi, sekitar satu menit kemudian sinyal menghilang saat Cassini lenyap terbakar di atmosfer Saturnus.
"Sinyal menghilang,
dan 45 detik berikutnya, demikian pula Cassini," manajer proyek
Cassini Earl Maize mengumumkan dari pusat kendali misi di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA. "Saya berharap kita dapat merasa bangga dengan prestasi
menakjubkan ini. Selamat untuk kalian semua, misi yang luar biasa, pesawat antariksa yang luar biasa, dan kalian semua adalah tim yang luar biasa. Misi berakhir, manajer proyek keluar jaringan."
Bersamaan dengan itu, seluruh anggota tim misi Cassini larut dalam tepuk tangan, pelukan dan tetesan air mata.
![]() |
Earl Maize (kiri) dan Julie Webster berpelukan setelah misi Cassini berakhir. JOEL KOWSKY/NASA |
Inilah akhir dari sebuah
era. Namun, momen-momen terakhir Cassini di Saturnus akan menjawab
pertanyaan yang tidak bisa terjawab dengan cara lain.
Berakhir dalam dedikasi tanpa batas nampaknya
adalah sebutan yang pantas. Sejak diluncurkan pada tahun 1997, Cassini telah menempuh total 7,9 miliar kilometer perjalanan dan berhasil mengumpulkan lebih dari 635 gigabyte data sains dan mengambil lebih
dari 450.000 gambar, menyelesaikan 294 orbit Saturnus, menemukan enam
bulan yang telah dinamai sebelumnya dan melakukan 162 terbang lintas di bulan terbesar yang mengorbit planet bercincin ini.
![]() |
Atmosfer tebal yang menyelimuti Titan, bulan terbesar Saturnus. |
Terbang lintas pamungkas telah menyegel takdir
Cassini. Pada tanggal 11 September 2017 pukul 12.04 dini hari, Cassini melewati Titan, bulan terbesar Saturnus, untuk terakhir kalinya. Gravitasi Titan mempengaruhi Cassini
ke dalam lintasan yang tidak dapat dirubah lagi menuju atmosfer planet gas raksasa.
Salahkan saja kedua bulan Saturnus, Titan yang memiliki
danau bergelombang dan Enceladus yang memiliki kandungan besar air. Mereka adalah alasan utama mengapa Cassini harus mengakhiri misi dengan cara dramatis seperti itu. Tim misi
memutuskan untuk mengorbankan Cassini setelah kehabisan
bahan bakar, daripada menempuh risiko jatuh mendarat di salah satu bulan yang berpotensi layak huni dan mengkontaminasinya dengan mikroba dari
Bumi yang diperkirakan masih melekat di Cassini.
"Untuk melindungi sistem dan keinginan
kita untuk kembali ke Enceladus, kembali ke Titan, kembali ke sistem Saturnus,
kita harus melindungi mereka untuk eksplorasi masa depan," ujar Jim Green, direktur divisi sains keplanetan NASA, dalam sebuah konferensi pers 13 September.
Bahkan sebelum misi berakhir beberapa bulan sebelumnya, Cassini berhasil menghasilkan penemuan-penemuan baru. Sejak bulan April, Cassini telah 22 kali menyelam ke wilayah-wilayah di antara planet dan cincin yang belum pernah dijelajahi. Pengukuran gravitasi dan komposisi di wilayah tersebut
akan membantu memecahkan misteri-misteri besar. Berapa lama hari di Saturnus?
Berapa banyak material yang ada di cincin? Kapan dan bagaimana cincin terbentuk?
Dibutuhkan metode khusus untuk menjawab pertanyaan terakhir. "Anda harus terbang di antara planet dan
cincin ini," kata ilmuwan keplanetan Matthew Hedman dari University of Idaho di Moskow, yang
menggunakan data Cassini untuk mempelajari cincin. "Sangat berisiko
sebenarnya. Kami harus menunggu sampai akhir misi untuk mengambil risiko tersebut."
![]() |
Cincin Saturnus sering menjadi sasaran kamera Cassini. Gambar ini termasuk yang terakhir ditangkap. JPL-CALTECH/NASA, SPACE SCIENCE INSTITUTE |
Pada tanggal 13 dan 14 September, Cassini melakukan
pengamatan terakhir di sekitar sistem Saturnus dan mengambil mosaik gambar berwarna Saturnus beserta cincin-cincinnya, rangkaian video Enceladus yang
berada di belakang Saturnus, Titan dan bulan-bulan kecil di dalam cincin yang menarik
partikel-partikel es di sekitar mereka untuk membentuk fitur
yang menyerupai baling-baling pesawat.
Sore hari tanggal 14, di pusat kendali misi, tim menunggu Cassini online untuk yang
terakhir kalinya guna mengirim foto-foto terakhir. Tiba-tiba insinyur penerbangan Michael Staab dari JPL memecah kesunyian. "Yeah!" Teriaknya, sambil mengangkat kedua
lengannya ke udara. Sinyal terakhir Cassini baru saja masuk.
"Ini memberitahu kita bahwa Cassini dalam kondisi prima. Dia melakukan apa
yang harus dilakukan, seperti yang telah dilakukannya selama 13 tahun," kata Staab. "Kami tinggal melacaknya saat memasuki atmosfer."
Dini hari tanggal 15, Cassini mengkonfigurasikan diri untuk beralih dari instrumen perekam
ke mode transmisi. Pada saat itu, tugas terakhir Cassini hanyalah mengirim data real time ke Bumi dari segala sesuatu yang bisa ia raih. Dengan mengarahkan
spektrometer massa ion netralnya ke Saturnus, Cassini merasakan atmosfer Saturnus untuk pertama kalinya dan menyelidiki sebuah fenomena yang
disebut "hujan cincin", ketika air dan es dari cincin berderak ke
atmosfer. Gagasan ini diperkenalkan pada awal 1980-an, namun Cassini telah
menunjukkan bahwa gagasan tersebut lebih kompleks dari yang diperkirakan
sebelumnya.
"Kami mencoba untuk mengetahui segala sesuatu yang berasal dari cincin dan dampaknya terhadap atmosfer," Hunter Waite, anggota tim Cassini yang memimpin pengoperasian instrumen spektrometer massa sekaligus ilmuwan yang mempelajari atmosfer dari Southwest
Research Institute, San Antonio, memberikan pernyataan saat konferensi pers 13
September. "Kita hanya dapat mengetahuinya dari terjun bebas terakhir."
![]() |
Enceladus menghilang di belakang Saturnus dalam animasi gambar yang diambil oleh Cassini. JPL-CALTECH/NASA, SPACE SCIENCE INSTITUTE |
Terjun bebas dilakukan sekitar pukul 3.31 pagi, ketika Cassini memasuki atmosfer sekitar 10 derajat di
utara khatulistiwa dengan kecepatan sekitar 34 kilometer per detik. Mengumpulkan data sebanyak mungkin, Cassini mengukur suhu,
medan magnet, kepadatan plasma dan komposisi lapisan atas atmosfer Saturnus secara langsung untuk pertama kalinya.
Saat menyentuh atmosfer, Cassini segera mengoperasionalkan
pendorongnya secara maksimal untuk menjaga agar antena tetap mengarah ke Bumi
meski tekanan atmosfer berusaha memiringkannya. Sekitar satu menit
kemudian, atmosfer mengambil alih saat Cassini berada sekitar 1.400 kilometer
di atas puncak awan.
Apa yang terjadi selanjutnya hanya bisa
dibayangkan oleh para ilmuwan. Simulasi terjun bebas memastikan Cassini habis terbakar. Meskipun berusaha untuk menstabilkan diri,
namun tetap sia-sia. Ia mulai jatuh lebih cepat dan lebih cepat lagi. Gesekan atmosfer
menghancurkan Cassini sedikit demi sedikit. Pertama selimut
termalnya terbakar, kemudian komponen aluminium meleleh. Pesawat antariksa tersebut mungkin menyusuri atmosfer sepanjang 1.000 kilometer karena hancur
seperti meteor, kata Maize.
Atmosfer Saturnus menghancurkan dan
melelehkan Cassini sedikit demi sedikit, sampai benar-benar lenyap dan menjadi
bagian dari apa yang telah dipelajarinya.
Proses Grand Finale berlangsung sekitar 30
detik lebih lama dari perkiraan dan memberikan cukup waktu bagi
tim untuk mendapatkan data periode rotasi Saturnus,
anggota tim sains Michele Dougherty dari Imperial College London mengatakannya saat konferensi pers pasca-misi tanggal 15 September. "Saya berharap
kita dapat mengungkapnya, namun saya tidak bisa menjanjikan. Tanya saya dalam waktu tiga
bulan lagi."
Belum ada kelanjutan misi ke Saturnus yang
direncanakan di masa depan, meskipun beberapa alumni tim Cassini sudah
mengerjakan proposal.
![]() |
Lingkaran putih menunjukkan lokasi atmosfer Saturnus saat Cassini melakukan manuver pamungkas. JPL-CALTECH/NASA, SPACE SCIENCE INSTITUTE |
Para astronom yang mempelajari wilayah terluar tata
surya kini menempatkan penelitian mereka di Jupiter dan
bulan-bulannya yang dingin, yang mungkin ramah terhadap kehidupan. Jupiter Icy Moons Explorer
(JUICE) ESA dan Europa Clipper NASA, diharapkan meluncur sekitar tahun 2022. Kedua misi yang akan datang ini dapat membuka jalan bagi wahana antariksa lain untuk mendarat di
Europa, salah satu bulan Jupiter, dan secara langsung mencari kehidupan
di lautan bawah tanah Europa.
Ilmuwan keplanetan Kevin
Hand dari JPL yang memimpin tim definisi sains untuk usulan misi Europa, merasa berhutang kepada Cassini.
"Ketika menjadi perintis eksplorasi, sulit untuk merasa sedih," katanya. "Kebangkitan yang
kita alami saat ini adalah untuk Cassini, bukan akhir sebuah era, tapi langkah
awal yang membuka jalan bagi tahap eksplorasi berikutnya."
Bahkan Maize lebih merasa bangga daripada
sedih.
"Semua berjalan sesuai rencana. Kami memang merasa sedih kehilangan mesin penemu yang luar biasa ini," katanya menjelang Cassini lenyap ditelan atmosfer Saturnus.
"Tapi yang sesungguhnya kami rasakan adalah perasaan bangga!"
![]() |
Pengoperasian maksimal jet pendorong Cassini (diilustrasikan) dalam kekuatan penuh agar tetap stabil di atmosfer Saturnus dan membantunya mengirim data ke Bumi selama mungkin. |
Sumber:
R.I.P. Cassini
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar