Langsung ke konten utama

Bisakah Kita Menabrak Lubang Hitam?

Mungkin tidak, tapi sangat menyenangkan untuk dipikirkan.

bisakah-anda-menabrak-lubang-hitam-astronomi
Ilustrasi dari sebuah bintang yang menabrak permukaan benda langit supermasif padat. Dalam beberapa tahun terakhir beberapa ilmuwan telah menggagas bahwa lubang hitam adalah objek keras, selain wilayah gravitasi kuat yang mengompres materi.
(Mark A. Garlick/CfA)

Hanya dengan namanya saja, lubang hitam telah memancarkan banyak misteri. Mereka tidak dapat diamati, tidak ada yang bisa mengendalikan dan hanya baru dapat ditemukan lebih dari 50 tahun setelah diprediksi pertama kali pada tahun 1916. Sejak saat itu, para astronom telah menemukan bukti eksistensi lubang hitam di alam semesta kita, termasuk lubang hitam supermasif di pusat galaksi Bima Sakti kita. Masih banyak yang tidak diketahui dari teka-teki kosmik ini, termasuk apa yang sebenarnya dialami oleh objek yang mereka hisap dengan gaya gravitasi tak tertandingi.

Lima puluh tahun lalu, fisikawan John Wheeler membantu mempopulerkan istilah "lubang hitam" untuk mendeskripsikan "jenazah" bintang yang telah mati. Menurut Wheeler, beberapa istilah astronomi terkenal seperti lubang hitam atau lubang cacing, berasal dari sebuah konferensi astronomi saat dia menjadi nara sumber. Wheeler berulang kali menggunakan kalimat "objek yang runtuh karena gaya gravitasinya sendiri untuk menggambarkan raksasa kosmik ini.”

"Jadi, setelah saya menggunakan kalimat itu sebanyak empat atau lima kali, seorang audience berkata: Mengapa Anda tidak menyebutnya lubang hitam. Saya kemudian mengadopsinya," ungkap Wheeler kepada penulis sains Marcia Bartusiak.

Wheeler menyematkan nama kepada gagasan yang pertama kali dicetuskan oleh oleh Albert Einstein 50 tahun sebelumnya melalui teori relativitas umum yang melegenda. Teori Einstein memprediksi bahwa gravitasi adalah hasil distorsi ruang dan waktu oleh massa benda. Sementara Einstein sendiri menolak untuk mengakui kemungkinan adanya lubang hitam, fisikawan lainnya menggunakan hasil karyanya untuk menyempurnakan konsep monster galaksi tersebut. Fisikawan J. Robert Oppenheimer, yang tenar karena bom atom, menyebut jenazah ini sebagai "bintang beku", mengacu pada fitur utama yang diusulkan oleh fisikawan Karl Schwarzschild tak lama setelah Einstein mempublikasikan teorinya.

Fitur tersebut adalah "horizon peristiwa," atau wilayah di sekitar lubang hitam yang menjadi batas tak bisa kembali. Horizon peristiwa seharusnya ada, karena pada jarak tertentu, materi harus melaju melampaui kecepatan cahaya untuk melepaskan diri dari cengkraman gravitasi lubang hitam. Sayangnya, kecepatan cahaya adalah batas kecepatan di alam semesta dan tidak ada yang bisa melampauinya. Setelah melewati horizon peristiwa, sebuah benda akan dikoyak oleh gravitasi intens dan akhirnya hancur di titik singularitas.

Bagaimanapun juga, apa yang dialami saat memasuki horizon peristiwa hanya bersifat teoritis. Gravitasi lubang hitam mendistorsi waktu, sehingga para pengamat di luar lubang hitam akan melihat bagaimana benda yang jatuh ke lubang hitam melambat dan "membeku" di dekat horizon peristiwa, sebelum akhirnya menghilang.

Dengan kata lain, terlepas dari mengerikannya horizon peristiwa, para ilmuwan tidak pernah secara langsung membuktikannya. Lubang hitam sulit ditemukan karena cahaya sekalipun tidak bisa melepaskan diri darinya, maka lubang hitam tidak dapat diamati oleh teleskop biasa, jadi belum banyak eksperimen yang dapat dilakukan. Tanpa bukti meyakinkan, beberapa astrofisikawan kembali ke teori dan ada yang menggagas bahwa lubang hitam mungkin sangat berbeda dari yang kita yakini selama ini, tanpa singularitas dan tanpa horizon peristiwa. Justru mereka dapat menjadi sebuah objek yang dingin, gelap, padat dengan permukaan keras.

Banyak ilmuwan yang tidak setuju dengan teori alternatif lubang hitam ini, namun jajaran teleskop kita akhirnya menangkap basah lubang hitam saat sedang beraksi. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, "kita mulai mengamati bagaimana bintang-bintang jatuh ke dalam lubang hitam," jelas astrofisikawan Pawan Kumar dari Universitas Texas di Austin, kampus yang sama tempat Wheeler kebetulan mengajarkan fisika teoritis selama satu dekade. "Fenomena ini dapat dilihat jelas karena sangat terang, meskipun terjadi miliaran tahun cahaya dari Bumi."

Tahun lalu Kumar memutuskan bahwa emisi cahaya dari fenomena tersebut akan menjadi uji coba ideal untuk membuktikan horizon peristiwa. "Sebagian besar astronom tidak meyakini permukaan keras lubang hitam," Kumar menjelaskan. Namun, dia menekankan,"dalam sains, kita perlu berhati-hati. Anda butuh bukti."

Jadi, pada tahun 2016 Kumar bersama kolega Ramesh Narayan dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, menghitung efek yang akan terjadi jika memang benar bintang yang ditelan oleh lubang hitam menabrak permukaan keras. Mirip membenturkan benda ke sebuah batu, kata Kumar, akan menciptakan energi kinetik intens yang akan dipancarkan dalam wujud panas dan cahaya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Namun pemindaian data teleskop selama tiga setengah tahun tidak menemukan jejak emisi yang akan terdeteksi jika memang bintang menabrak permukaan keras lubang hitam seperti yang diharapkan Kumar dan Narayan. Berdasarkan probabilitas, mereka memprediksi setidaknya ada 10 sampel selama periode waktu tujuh tahun.

Kumar menyebut studi yang telah dipublikasikan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, sebagai sebuah "langkah yang bagus" untuk membuktikan horizon peristiwa. Tapi, belum cukup bukti yang terkumpul. Lubang hitam dengan permukaan keras, secara teoritis hanya ada di dalam perhitungan studinya. Tapi, jari-jari permukaan keras seharusnya berada dalam rentang sekitar satu milimeter dari radius Schwarzschild, jika tidak maka titik kecepatan yang dibutuhkan untuk menghindari gravitasi lubang hitam akan sama dengan kecepatan cahaya. (Radius Schwarzschild tidak selalu sama dengan horizon peristiwa, karena benda-benda langit lainnya juga memiliki gravitasi).

Radius Schwarzschild adalah ukuran horizon peristiwa lubang hitam non-rotasi, sedangkan lubang hitam Schwarzschild adalah lubang hitam paling sederhana yang intinya tidak berputar. Jenis lubang hitam yang hanya memiliki singularitas dan horizon peristiwa.

"Perhitungan di atas kertas menempatkan batasan radius permukaan padat, satu per empat ribu persen di luar radius Schwarzschild untuk benda padat supermasif, sangat mengesankan," komentar astrofisikawan NASA Bernard Kelly yang tidak terlibat studi.

Kumar sudah memiliki penelitian yang akan mempersempit batasan perhitungan, hampir sampai ke titik penentuan bahwa mustahil ada lubang hitam dengan permukaan keras. Bagi Kumar, hasil studi justru membuktikan kebenaran teori lubang hitam tradisional yang diyakini selama ini, sebagai satu-satunya jenis lubang hitam yang menempati alam semesta kita. "Jika selesai, akan muncul banyak pandangan untuk mengakhiri studi," pungkas Kumar. "Kami justru membuktikan kebenaran teori Einstein."

Ditulis oleh: Ben Panko, www.smithsonian.com


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang