Mungkin
tidak, tapi sangat menyenangkan untuk dipikirkan.
Hanya
dengan namanya saja, lubang hitam telah memancarkan banyak misteri. Mereka tidak dapat
diamati, tidak ada yang bisa mengendalikan dan hanya baru dapat ditemukan lebih dari 50 tahun setelah diprediksi pertama kali pada tahun 1916. Sejak saat itu, para astronom telah menemukan bukti eksistensi lubang hitam di alam semesta kita,
termasuk lubang hitam supermasif di pusat galaksi Bima Sakti kita. Masih banyak
yang tidak diketahui dari teka-teki kosmik ini, termasuk apa yang sebenarnya dialami oleh objek yang mereka hisap dengan gaya gravitasi tak tertandingi.
Lima
puluh tahun lalu, fisikawan John Wheeler membantu mempopulerkan istilah
"lubang hitam" untuk mendeskripsikan "jenazah" bintang yang telah mati. Menurut Wheeler, beberapa
istilah astronomi terkenal seperti lubang hitam atau lubang cacing, berasal dari sebuah konferensi
astronomi saat dia menjadi nara sumber. Wheeler berulang kali
menggunakan kalimat "objek yang runtuh karena gaya gravitasinya sendiri untuk
menggambarkan raksasa kosmik ini.”
"Jadi, setelah saya menggunakan kalimat itu sebanyak empat atau lima kali, seorang audience berkata: Mengapa Anda tidak menyebutnya lubang hitam. Saya kemudian mengadopsinya," ungkap Wheeler kepada penulis sains Marcia
Bartusiak.
Wheeler
menyematkan nama kepada gagasan yang pertama kali dicetuskan oleh oleh Albert
Einstein 50 tahun sebelumnya melalui teori relativitas umum yang melegenda.
Teori Einstein memprediksi bahwa gravitasi adalah hasil distorsi ruang dan
waktu oleh massa benda. Sementara Einstein sendiri menolak untuk mengakui kemungkinan adanya lubang hitam, fisikawan lainnya menggunakan hasil karyanya untuk
menyempurnakan konsep monster galaksi tersebut. Fisikawan J. Robert Oppenheimer, yang
tenar karena bom atom, menyebut jenazah ini sebagai "bintang
beku", mengacu pada fitur utama yang diusulkan oleh fisikawan Karl
Schwarzschild tak lama setelah Einstein mempublikasikan teorinya.
Fitur
tersebut adalah "horizon peristiwa," atau wilayah di sekitar lubang
hitam yang menjadi batas tak bisa kembali. Horizon peristiwa seharusnya ada, karena pada jarak tertentu, materi harus melaju melampaui kecepatan cahaya untuk melepaskan
diri dari cengkraman gravitasi lubang hitam. Sayangnya, kecepatan cahaya adalah batas kecepatan di alam semesta dan tidak ada yang bisa melampauinya. Setelah melewati horizon peristiwa, sebuah benda akan dikoyak oleh gravitasi intens dan akhirnya hancur di titik singularitas.
Bagaimanapun juga, apa yang dialami saat memasuki horizon peristiwa hanya bersifat
teoritis. Gravitasi lubang hitam mendistorsi waktu, sehingga para pengamat di luar lubang hitam akan melihat bagaimana benda yang jatuh ke lubang hitam melambat dan "membeku" di dekat horizon peristiwa,
sebelum akhirnya menghilang.
Dengan
kata lain, terlepas dari mengerikannya horizon peristiwa, para ilmuwan tidak
pernah secara langsung membuktikannya. Lubang hitam sulit ditemukan karena cahaya sekalipun tidak bisa melepaskan diri darinya, maka lubang hitam tidak dapat diamati oleh teleskop biasa, jadi belum banyak eksperimen yang dapat dilakukan. Tanpa bukti meyakinkan, beberapa
astrofisikawan kembali ke teori dan ada yang menggagas bahwa lubang hitam
mungkin sangat berbeda dari yang kita yakini selama ini, tanpa singularitas dan tanpa horizon peristiwa. Justru mereka dapat menjadi sebuah objek yang dingin, gelap, padat dengan permukaan keras.
Banyak ilmuwan yang tidak setuju dengan teori alternatif lubang hitam ini, namun jajaran teleskop kita akhirnya menangkap basah lubang hitam saat sedang beraksi. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, "kita mulai mengamati bagaimana bintang-bintang jatuh ke dalam lubang hitam," jelas astrofisikawan Pawan Kumar dari Universitas Texas di Austin, kampus yang sama tempat Wheeler kebetulan
mengajarkan fisika teoritis selama satu dekade. "Fenomena ini dapat dilihat jelas karena sangat terang, meskipun terjadi miliaran tahun cahaya dari Bumi."
Tahun lalu Kumar memutuskan bahwa emisi cahaya dari fenomena tersebut akan menjadi uji coba ideal untuk membuktikan horizon peristiwa. "Sebagian besar astronom tidak meyakini permukaan keras lubang hitam," Kumar menjelaskan. Namun, dia
menekankan,"dalam sains, kita perlu berhati-hati. Anda butuh bukti."
Jadi, pada tahun 2016 Kumar bersama kolega Ramesh Narayan dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, menghitung efek yang akan terjadi jika memang benar bintang yang ditelan oleh lubang hitam menabrak permukaan keras. Mirip membenturkan benda ke sebuah batu, kata Kumar, akan menciptakan
energi kinetik intens yang akan dipancarkan dalam wujud panas dan cahaya
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Namun
pemindaian data teleskop selama tiga setengah tahun tidak menemukan jejak emisi yang akan terdeteksi jika memang bintang menabrak permukaan keras lubang
hitam seperti yang diharapkan Kumar dan Narayan. Berdasarkan
probabilitas, mereka memprediksi setidaknya ada 10 sampel selama periode waktu tujuh tahun.
Kumar
menyebut studi yang telah dipublikasikan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical
Society, sebagai sebuah "langkah yang bagus" untuk membuktikan horizon peristiwa. Tapi, belum cukup bukti yang terkumpul. Lubang hitam dengan
permukaan keras, secara teoritis hanya ada di dalam perhitungan studinya.
Tapi, jari-jari permukaan keras seharusnya berada dalam rentang sekitar satu milimeter dari radius
Schwarzschild, jika tidak maka titik kecepatan yang dibutuhkan untuk menghindari gravitasi lubang hitam akan sama dengan kecepatan cahaya. (Radius
Schwarzschild tidak selalu sama dengan horizon peristiwa, karena benda-benda langit lainnya juga memiliki gravitasi).
Radius
Schwarzschild adalah ukuran horizon peristiwa lubang hitam non-rotasi,
sedangkan lubang hitam Schwarzschild adalah lubang hitam paling sederhana yang intinya tidak berputar. Jenis lubang hitam yang hanya memiliki
singularitas dan horizon peristiwa.
"Perhitungan di atas kertas menempatkan batasan radius permukaan padat, satu per empat ribu persen di luar radius Schwarzschild untuk benda padat
supermasif, sangat mengesankan," komentar astrofisikawan NASA Bernard Kelly yang tidak terlibat studi.
Kumar
sudah memiliki penelitian yang akan mempersempit batasan perhitungan, hampir sampai ke titik penentuan bahwa mustahil ada lubang hitam dengan permukaan keras. Bagi Kumar, hasil studi justru membuktikan kebenaran teori lubang hitam tradisional yang diyakini selama ini, sebagai satu-satunya jenis lubang hitam yang menempati alam semesta kita. "Jika selesai, akan muncul banyak pandangan untuk mengakhiri studi," pungkas Kumar. "Kami justru membuktikan kebenaran teori Einstein."
Ditulis
oleh: Ben Panko, www.smithsonian.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar