Bagaimana para pengamat di Bumi mendeteksi molekul di sebuah eksoplanet? Kredit: ESO education and Public Outreach |
Dengan
semua perhitungan yang dilakukan, sebuah eksoplanet yang diberi kode WASP-19b adalah tempat yang sangat tidak ramah. Sebagai salah satu eksoplanet
yang diketahui menyerupai Jupiter panas dan berada sangat dekat dengan bintang
induknya, mengorbit hanya dalam jarak 2% jarak Bumi-Matahari, WASP-19b menjadi rumah bagi lapisan atmosfer yang sangat panas dan ganas. Mengalami penguncian pasang surut, satu sisi
planet yang selalu menghadap bintang induk bergejolak dengan arus konveksi masif dan mengeruk molekul yang lebih berat dari lapisan bawah planet.
Tidak
cocok untuk kehidupan, namun kedekatan WASP-19b dengan bintang induk justru menjadikannya kandidat ideal untuk studi atmosfer. Satu makalah studi yang
diterbitkan di journal Nature telah
menemukan bukti pertama molekul titanium oksida di lapisan teratas atmosfer WASP-19b. Penemuan dianggap penting karena sejumlah alasan.
"Kami dapat membatasi model dan memahami bagaimana struktur atmosfer terbentuk," kata rekan penulis makalah studi astronom Elyar Sedaghati dari Observatorium Eropa Selatan (ESO) kepada Gizmodo. "Karena jika kita tahu jenis molekul di atmosfer, maka kita dapat sedikit mengetahui kilas balik sejarahnya."
"Observasi ini merupakan prestasi yang luar biasa yang bisa dicapai teleskop berbasis darat dan alam telah
memberikan kita atmosfer planet yang fantastis."
WASP-19
adalah sebuah bintang normal deret utama yang terletak sekitar 815 tahun cahaya di
rasi Vela. Satu-satunya planet yang diketahui mengorbitnya, WASP-19b, terdeteksi oleh Wide Angle Search for Planets pada tahun
2009 dan menyelesaikan satu kali orbit hanya dalam waktu tiga perempat hari. Jarak yang sangat dekat dari bintang induk menjadikan WASP-19b sebagai target sempurna untuk instrumen spektrograf FORS2 (FOcal Reducer and
low dispersion Spectrograph), yang semula diinstal di Very Large Telescope di Chili pada tahun
1999, hampir 20 tahun yang lalu. Tapi ada beberapa pekerjaan yang harus
dilakukan sebelum observasi bisa dimulai.
"Instrumen
harus diupgrade," kata Sedaghati. "Berarti kedua prisma yang mampu mengamati distorsi atmosfer saat bintang mendekati horizon harus diganti. Jadi, pada bulan
November 2014 kami melakukan pertukaran." Dengan hasil
awal yang menjanjikan ini, Sedaghati berharap dapat kembali melakukan studi dan
melakukan lebih banyak perbaikan terhadap perangkat yang telah diupgrade.
Jika ingin menemukan WASP-19b, mulailah dari rasi Vela Kredit: ESO Education and Public Outreach |
Para ilmuwan mulai mengintip WASP-19b dalam kurun waktu tersebut dan mereka memperoleh beberapa data menarik yang disebut kurva cahaya, atau penurunan skala kecerahan cahaya bintang saat sebuah planet transit di depan bintang induk.
Spektrografi bekerja dengan mengamati cahaya yang dipancarkan oleh objek dan
memecahnya ke dalam spektrum, sama seperti menyinari prisma dengan cahaya yang berubah menjadi pelangi. Menggunakan data ini, mereka dapat menentukan unsur kimia yang terkandung dalam cahaya. Karena sangat dekat dengan bintang induk, para ilmuwan dapat mengamati spektrum atmosfer yang meluas hingga ke luar angkasa.
Menyelesaikan molekul atmosfer sebuah eksoplanet, bahkan yang tidak ramah
seperti WASP-19b, akan memberikan kontribusi terhadap target utama studi eksoplanet, yaitu tanda-tanda kehidupan. "Metana, yang bisa dikombinasikan
dengan molekul lain merupakan tanda kehidupan dan memiliki fitur penyerapan
yang sangat mirip Titanium Oksida. Pada dasarnya ia memberi kita
harapan untuk observasi masa depan, misalnya dengan Teleskop Antariksa James Webb," tambah Sedaghati.
Masih
banyak hal yang harus dilakukan sebelum saat itu tiba, James Webb belum akan diluncurkan sampai tahun 2021, kemudian dibutuhkan waktu untuk memindai langit. Tapi hasil studi WASP-19b tentu saja sangat menggembirakan.
"Hasil
yang sangat bagus," tulis profesor sains keplanetan Sara Seager dari MIT melalui
email. "Menurut saya hasil studi merupakan capaian prestasi luar biasa
dari teleskop berbasis darat dan alam telah memberi kita atmosfer panas yang
fantastis. Sejauh ini, terlalu banyak planet yang secara harfiah "mendung"
dan kita tidak dapat mengamati fitur spektral apapun. Titanium oksida yang tampak tidak jelas, sebenarnya adalah molekuk penyerap yang sangat kuat, seperti
bau menyengat sigung."
Seager
mengatakan planet seperti WASP-19b menyimpan "harta karun" fitur yang sangat berharga untuk diamati.
"Sungguh
menakjubkan untuk melihat bagaimana atmosfer planet berperilaku seperti yang
diharapkan. Atmosfer planet panas bisa hampir sama panasnya dengan atmosfer
bintang dingin dan bintang-bintang dingin didominasi oleh titanium oksida," katanya.
"Dibutuhkan lebih banyak waktu agar studi eksoplanet dapat rampung, demi hasil yang lebih
baik".
Pakar atmosfer eksoplanet Jonathan Fortney dari UC Santa Cruz telah memprediksi bahwa oksida logam akan hadir di Jupiter panas. Tapi dia mengakui penemuan di lapangan sangat lamban untuk saat ini karena kebanyakan teleskop tidak dipersenjatai dengan instrumen untuk menganalisis atmosfer eksoplanet secara mendetail. Meskipun berhasil dalam proyek ini, FORS2 sebenarnya telah terinstal sebelum eksoplanet ditemukan menggunakan metode transit.
"Bagi
saya, studi menunjukkan bagaimana memahami atmosfer eksoplanet adalah bidang observasi yang sangat menantang," katanya. "Kita harus memikirkan cara mendesain instrumen untuk mendeteksi dan memahami atmosfer eksoplanet.
Dan kita harus bersabar. Saya menduga jeda waktu yang cukup lama ini akan berulang, kemungkinan pada skala waktu yang lebih lama untuk mempelajari temperatur
atmosfer planet terestrial (berbatu)."
Seiring
berlanjutnya studi tentang atmosfer eksoplanet, bersiaplah untuk mendengar kisah kesuksesan karakterisasi yang buktinya sedikit samar, ujar Fortney.
"Banyak
orang yang akan membuat klaim tentang atmosfer eksoplanet, beberapa di antaranya benar, dan akan memakan banyak waktu untuk menyelesaikan studi lapangan, demi hasil terbaik. Akan menarik, meskipun akan tidak begitu jelas dalam temuan pertama," kata Fortney.
Ditulis oleh: Bryson Masse, gizmodo.com
Ditulis oleh: Bryson Masse, gizmodo.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar