Langsung ke konten utama

Pemburu Eksoplanet Raksasa: Carilah di Piringan Puing-Puing

eksoplanet-raksasa-ada-di-piringan-puing-puing-sistem-bintang-astronomi
Ilustrasi eksoplanet raksasa yang menyebabkan objek-objek kecil bertabrakan di cakram debu dan puing-puing.
Kredit: NASA/JPL-Caltech.

Tidak ada peta yang menunjukkan lokasi miliaran eksoplanet yang bersembunyi di galaksi kita, mereka begitu jauh dan redup jika dibandingkan dengan kilau bintang induk sehingga sulit ditemukan. Sekarang, para astronom yang memburu dunia-dunia baru telah menyusun sebuah rambu yang mungkin akan memudahkan pencarian eksoplanet raksasa.

Studi terbaru menyimpulkan eksoplanet raksasa yang mengorbit jauh dari bintang induk, cenderung ditemukan di sekitar bintang muda yang dikelilingi cakram debu dan puing-puing. Makalah studi yang telah dipublikasikan di The Astronomical Journal, memusatkan perhatian terhadap planet dengan massa melampaui lima kali massa Jupiter. Inilah studi terbesar yang mempelajari cakran puing-puing berdebu dan telah menemukan bukti terbaik bahwa planet raksasa bertanggung jawab atas terbentuknya cakram.

"Studi kami penting bagi penelitian masa depan yang merencanakan bintang mana yang harus diamati," kata penulis utama makalah studi Tiffany Meshkat dari IPAC/Caltech di Pasadena, California. Dalam studi ini, Meshkat adalah seorang peneliti postdoctoral di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Pasadena. "Banyak planet yang telah ditemukan melalui metode pencitraan langsung berada dalam sistem yang memiliki cakram puing-puing dan sekarang kita tahu cakram ini bisa menjadi indikator bagi dunia-dunia raksasa lain yang belum ditemukan."

Para astronom kemungkinan telah menemukan planet-planet raksasa sembilan kali lebih banyak untuk bintang dengan cakram puing-puing daripada bintang tanpa cakram puing-puing. Mahasiswa pascasarjana Marta Bryan dari Caltech melakukan analisis statistik yang menentukan hasil ini.

Tim menganalisis arsip data 130 sistem bintang tunggal dengan cakram puing-puing yang terdeteksi oleh Teleskop Antariksa Spitzer NASA, dan membandingkannya dengan 277 bintang tanpa cakram debu panas. Dua kelompok bintang berusia antara beberapa juta hingga 1 miliar tahun. Dari 130 bintang, 100 di antaranya diamati untuk menemukan eksoplanet. Sedangkan sebagai bagian dari studi ini, tim menindaklanjuti sisa 30 bintang menggunakan Observatorium W. M. Keck di Hawaii dan Very Large Telescope European Southern Observatory di Chile. Mereka tidak berhasil mendeteksi planet-planet baru di 30 sistem bintang tersebut, namun data tambahan membantu mengkarakterisasi kelimpahan planet dalam sistem bintang dengan cakram.

Studi ini secara tidak secara langsung menentukan mengapa eksoplanet raksasa memicu pembentukan cakram puing-puing. Tim hanya memprediksi gaya gravitasi kuat planet raksasa menyebabkan objek-objek kecil yang disebut planetesimals saling bertabrakan dengan keras, bukannya membentuk planet berbatu dan tetap berada di orbit sebagai bagian dari cakram.

"Mungkin kita tidak akan pernah menemukan planet-planet kecil di sistem semacam ini, karena planet raksasa sejak awal telah menghancurkan building blocks planet berbatu, membuat mereka saling bertabrakan dalam kecepatan tinggi, bukannya membantu objek-objek kecil ini agar bergabung dan menjadi sebuah planet," ungkap rekan penulis makalah studi Dimitri Mawet, seorang profesor astronomi dari Caltech dan ilmuwan senior JPL.

Di sisi lain, planet raksasa lebih mudah dideteksi daripada planet berbatu, meskipun masih menyisakan kemungkinan eksistensi planet berbatu di dalam sistem yang belum ditemukan.

Tata surya kita juga adalah rumah bagi raksasa-raksasa gas yang bertanggung jawab membentuk "sabuk puing-puing", yaitu sabuk asteroid yang terletak di antara Mars dan Jupiter yang dibentuk oleh Jupiter, dan Sabuk Kuiper yang dibentuk oleh Neptunus. Banyak sistem bintang yang dipelajari oleh Meshkat dan Mawet juga memiliki dua sabuk puing-puing, tapi mereka jauh lebih muda daripada tata surya, diperkirakan baru berusia sekitar 1 miliar tahun. Sebagai perbandingan tata surya kita telah berusia 4,5 miliar tahun. Objek-objek muda dari sistem ini menjelaskan mengapa mereka mengandung lebih banyak debu daripada tata surya kita, sebagai akibat tabrakan antara objek-objek kecil.

Salah satu sistem yang dibahas dalam studi ini adalah sistem Beta Pictoris, yang dicitrakan secara langsung oleh teleskop berbasis darat. Sistem ini memiliki cakran puing-puing, komet dan sebuah eksoplanet yang telah dikonfirmasi. Sebenarnya, para ilmuwan telah memprediksi keberadaan planet dengan baik, bahkan sebelum dikonfirmasi, berdasarkan struktur cakram yang menonjol.

Dalam skenario yang berbeda, dua sabuk debu menunjukkan kemungkinan ada lebih banyak planet di dalam sistem yang memiliki gravitasi kuat untuk mampu mempertahankan struktur sabuk, sebagaimana yang terjadi di sistem bintang HR8799 dengan empat planet raksasa. Gaya gravitasi planet raksasa mendorong komet ke arah bintang, replika periode sejarah tata surya kita sekitar 4 miliar tahun yang lalu yang disebut Late Heavy Bombardment. Para ilmuwan menduga selama periode itu, migrasi Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus menggiring debu dan objek-objek kecil ke Sabuk Kuiper dan sabuk asteroid yang kita lihat sekarang. Ketika Matahari masih muda, juga akan ada lebih banyak debu di tata surya kita.

"Hasil studi dapat membantu misi observasi masa depan, seperti observasi menggunakan Teleskop Antariksa James Webb NASA untuk menemukan banyak eksoplanet raksasa. Studi kami membuka jalan menuju penemuan masa depan," kata rekan penulis makalah studi Karl Stapelfeldt, ilmuwan utama Program Eksplorasi Eksoplanet NASA dari JPL.

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tony Greicius


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang