Langsung ke konten utama

Fakta Bintang: Karakteristik

fakta-bintang-karakteristik-informasi-astronomi
Kecerahan, warna, suhu permukaan, ukuran, massa, medan magnet, metalisitas, klasifikasi dan struktur bintang.
Kredit: ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)/F. Kerschbaum

Kelanjutan dari artikel: Fakta Bintang: Formasi, Evolusi dan Sistem Bintang

Kecerahan

Para astronom menggambarkan kecerahan bintang ke dalam magnitudo (skala kecerahan) dan luminositas (jumlah energi yang dipancarkan ke segala arah per satuan waktu).

Magnitudo bintang didasarkan pada skala lebih dari 2.000 tahun lalu, yang dirancang sekitar tahun 125 SM oleh Hipparchus, seorang astronom Yunani kuno. Hipparchus menghitung kelompok bintang berdasarkan kecerahan mereka sebagaimana terlihat dari Bumi. Yang paling terang disebut bintang magnitudo pertama, yang paling terang berikutnya magnitudo kedua, dan seterusnya hingga magnitudo keenam yang terlihat paling redup. Saat ini, para astronom menyebut kecerahan bintang dengan istilah magnitudo semu, namun karena jarak antara Bumi dengan bintang juga dapat memengaruhi cahaya yang terlihat, para astronom juga menggambarkan kecerahan sejati bintang dengan istilah magnitudo mutlak, yang didefinisikan oleh magnitudo semu jika jaraknya 10 parsec atau 32,6 tahun cahaya dari Bumi. Skala magnitudo kini telah melampaui angka enam, bahkan turun ke angka negatif. Magnitudo Sirius, bintang paling terang di langit malam hari adalah -1,46.

Luminositas adalah kekuatan/daya bintang atau tingkat energi yang dipancarkan. Meskipun satuan daya yang umum digunakan adalah watt, luminositas Matahari yang mencapai 400 triliun triliun watt, diterapkan sebagai satuan untuk mengukur daya bintang lain. Misalnya, bintang Alpha Centauri A, luminositasnya adalah sekitar 1,3 kali Matahari. Untuk mengetahui luminositas dari magnitudo mutlak, kita harus menghitung selisih lima pada skala magnitudo mutlak setara dengan 100 faktor pada skala luminositas. Misalnya, bintang dengan magnitudo mutlak 1 berarti memiliki 100 kali lipat daya yang dimiliki bintang dengan magnitudo mutlak 6.

Kecerahan bintang tergantung pada suhu dan ukuran permukaannya.

Warna

Warna bintang bervariasi, mulai dari kemerahan, kekuningan hingga biru. Warna bintang sangat tergantung pada suhu di permukaan.

Meskipun hanya tampak memiliki satu warna, bintang sebenarnya memancarkan spektrum warna yang luas, berpotensi mencakup segala ranah mulai dari panjang gelombang radio, sinar inframerah hingga sinar ultraviolet dan sinar gamma. Senyawa yang berbeda menyerap dan memancarkan warna atau panjang gelombang cahaya yang berbeda. Jadi, dengan mempelajari spektrum bintang, kita dapat menggambarkan komposisinya.

Suhu Permukaan

Para astronom mengukur suhu bintang dengan satuan Kelvin. Suhu nol Kelvin (“nol mutlak”) setara dengan minus 273,15 derajat Celsius, atau minus 459,67 derajat Farenheit. Bintang merah gelap memiliki suhu permukaan sekitar 2.500 K (2.225 C dan 4.040 F); bintang merah terang, sekitar 3.500 K (3.225 C dan 5.840 F); Matahari dan bintang kuning lainnya, sekitar 5.500 K (5.225 C dan 9.440 F); bintang biru, sekitar 10.000 K (9.725 C dan 17.540 F) hingga 50.000 K (49.725 C dan 89.540 F).

Sebagian suhu permukaan bergantung pada massa bintang yang memengaruhi kecerahan dan warnanya. Secara khusus, luminositas bintang sebanding dengan empat kali lipat suhu bintang. Misalnya, jika dua bintang yang berukuran sama tapi salah satu diantaranya dua kali lebih panas daripada yang lain dalam satuan Kelvin, maka bintang yang suhunya dua kali lebih panas memiliki daya 16 kali lipat lebih besar.

Ukuran

Para astronom umumnya mengukur ukuran bintang menurut radius Matahari kita. Misalnya, Alpha Centauri A memiliki radius 1,05 radius Matahari. Ukuran bintang berkisar dari bintang neutron, yang radiusnya hanya 20 kilometer, hingga supergiant kira-kira 1.000 kali diameter Matahari.

Ukuran bintang memengaruhi kecerahannya. Secara khusus, luminositas sebanding dengan kuadrat radius. Misalnya, jika dua bintang memiliki suhu yang sama, dan radius dari salah satu bintang dua kali lebih lebar, maka bintang tersebut akan empat kali lebih terang daripada bintang lainnya.

Massa

Para astronom menggunakan massa Matahari untuk menghitung massa bintang. Misalnya, Alpha Centauri A memiliki massa 1,08 massa Matahari.

Bintang dengan massa yang sama mungkin tidak sama ukurannya, karena memiliki kerapatan yang berbeda. Misalnya, massa Sirius B kira-kira sama dengan Matahari, tapi 90.000 kali lebih padat daripada Matahari, berarti diameternya 50 kali lebih kecil daripada Matahari.

Massa bintang juga memengaruhi suhu permukaan.

Medan Magnet

Bintang diibaratkan sebagai sebuah bola yang berputar dengan gas bermuatan listrik yang bergejolak dan menghasilkan medan magnet. Para peneliti mengetahui medan magnet Matahari bisa sangat terkonsentrasi di area-area kecil, menciptakan fitur mulai dari bintik matahari hingga letusan spektakuler yang dikenal sebagai suar surya dan pelepasan massa koronal. Survei terbaru yang dilakukan oleh Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian menyimpulkan medan magnet meningkat seiring laju rotasi bintang dan menurun seiring bertambahnya usia bintang.

Metalisitas

Metalisitas adalah jumlah “logam” yang dimiliki bintang, atau unsur yang lebih berat daripada helium.

Tiga generasi bintang yang berbeda dapat diketahui berdasarkan metalisitasnya. Para astronom belum menemukan bintang seperti apa yang seharusnya merupakan generasi tertua, bintang Populasi III lahir di alam semesta tanpa “logam” dan murni helium. Ketika mati, mereka melepaskan unsur-unsur berat ke seluruh kosmos, yang didaur ulang oleh bintang-bintang Populasi II dalam jumlah yang relatif kecil. Ketika sejumlah bintang Populasi II mati, mereka melepaskan lebih banyak elemen berat daripada bintang Populasi III, dan bintang-bintang termuda dalam Populasi I seperti Matahari kita mengandung unsur-unsur berat yang paling banyak jumlahnya.

Klasifikasi Bintang

Bintang biasanya diklasifikasikan berdasarkan spektrum dalam sistem Morgan-Keenan atau MK. Ada delapan kelas spektral, masing-masing dianalogikan dengan kisaran suhu permukaan, dari yang terpanas sampai yang paling dingin, yaitu O, B, A, F, G, K, M dan L. Setiap kelas spektral juga terdiri dari 10 jenis spektral, mulai dari angka 0 untuk yang terpanas hingga angka 9 untuk yang terdingin.

Bintang juga diklasifikasikan oleh luminositas mereka di bawah sistem Morgan-Keenan. Kelas bintang paling besar dan paling terang memiliki angka terendah dalam angka Romawi. Ia adalah supergiant terang; Ib, supergiant; II, raksasa terang; III, raksasa; IV, sub raksasa; dan V, deret utama atau katai.

Penyebutan lengkap dalam sistem MK mencakup jenis spektral dan luminositas, misalnya, Matahari diklasifikasikan sebagai bintang G2V.


fakta-bintang-karakteristik-informasi-astronomi

Struktur Bintang

Struktur bintang sering dianalogikan seperti lapisan tipis bawang merah.

Sebagian besar kehidupan bintang dijalani sebagai bintang deret utama, yang terdiri dari inti, zona radiatif dan konvektif, fotosfer, kromosfer dan korona. Inti bintang adalah tempat semua fusi nuklir terjadi untuk memberikan daya kepada bintang. Di zona radiasi, energi dari reaksi fusi nuklir digerakan keluar oleh radiasi, seperti panas dari bola lampu, sementara di zona konvektif, energi digerakan oleh molekul gas panas yang bergejolak, seperti udara panas dari hairdryer (pengering rambut). Bintang massif dengan massa beberapa kali lipat massa Matahari, zona konvektifnya justru berada di inti, sementara zona radiasi berada di lapisan terluar. Sebaliknya, bintang yang massanya sebanding atau lebih kecil daripada Matahari, zona radiasinya berada di inti dan zona konvektif di lapisan terluar. Bintang massa menengah tipe spektral A mungkin bersifat radiatif.

Setelah zona konvektif dan zona radiasi yang memancarkan cahaya kasat mata, struktur selanjutnya adalah fotosfer atau permukaan bintang. Setelah itu ada kromosfer, lapisan yang terlihat kemerahan karena semua kandungan hidrogen berada di sana. Dan, yang terakhir adalah bagian terluar atmosfer bintang atau korona, yang lebih panas daripada permukaan mungkin karena pergerakan molekul gas di lapisan terluar.

Ditulis oleh: Charles Q. Choi, kontributor www.space.com

Artikel tambahan oleh: Elizabeth Howell dan Nola Taylor Redd, kontributor www.space.com


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang