Upaya
pencarian jejak biologis di atmosfer eksoplanet (planet di luar tata surya), mungkin akan lebih sulit dilakukan.
Ozon, salah satu target biosignature yang paling menonjol, kemungkinan terperangkap di
dekat khatulistiwa Proxima b, TRAPPIST-1d, dan eksoplanet lain berpotensi layak huni yang mengorbit bintang induknya dari jarak dekat, sehingga membuat molekul gas tersebut sulit dideteksi dari jauh, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah
penelitian.
“Tanpa jejak ozon dalam observasi masa depan, bukan berarti tidak ada
oksigen sama sekali,” kata penulis utama makalah studi Ludmila Carone dari Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, dalam sebuah pernyataan. “Kandungan
ozon barangkali dapat ditemukan di luar Bumi, atau justru terperangkap di dekat khatulistiwa planet dan tak bisa terdeteksi.”
Ozon
adalah molekul tidak stabil yang terdiri dari tiga atom oksigen. Di Bumi, ozon diproduksi di atmosfer setelah radiasi ultraviolet Matahari
memecah oksigen diatomik (O2) “normal”.
Sebagian
besar O2 di Bumi dihasilkan oleh organisme hidup, seperti tumbuhan
dan mikroba fotosintetik, jadi ozon bertindak sebagai penanda biologis sekunder,
setidaknya untuk kehidupan yang mirip dengan di Bumi.
Aliran
atmosfer mendistribusikan sebagian besar ozon relatif merata ke
lapisan ozon di planet kita, yang membantu melindungi kehidupan dari radiasi ultraviolet berbahaya. Jadi, jika ada peradaban asing hipotesis yang
mempelajari Bumi dari jauh dengan teleskop kuat, mereka akan memperoleh kesempatan bagus untuk mendeteksi ozon.
Tapi, kondisinya mungkin berbeda di Proxima b, TRAPPIST-1d dan eksoplanet lain yang mengalami penguncian pasang surut oleh bintang induk, sehingga memiliki sisi siang dan malam permanen, menurut Carone dan para kolega. Planet
yang mengalami penguncian pasang surut merupakan konsekuensi dari orbit
yang sangat ketat. TRAPPIST-1d dan Proxima b menyelesaikan satu kali orbit mengitari bintang induk setiap 4 hari dan 11 hari Bumi.
Penelitian mengungkap planet
dengan periode orbit 25 hari Bumi atau kurang, aliran udara cenderung
memusatkan ozon (dan molekul fotokimia lainnya) ke pita khatulistiwa.
“Kita
semua tahu upaya pencarian kehidupan asing akan menghadapi tantangan tersendiri,” tutur Carone. “Ternyata, penelitian kami bagaikan menggaruk
permukaan dan menunjukan betapa sulitnya upaya tersebut.”
Hasil studi juga menunjukkan bahwa planet seperti Proxima b tidak memiliki
lapisan ozon global, yang memengaruhi habitalitas mereka, ungkap Carone.
“Proxima
b dan TRAPPIST-1d mengorbit bintang katai merah, yaitu bintang kemerahan yang
memancarkan sedikit sinar ultraviolet dan tidak terlalu berbahaya bagi kehidupan untuk
dapat muncul dan berkembang-biak,” tambahnya. Sebagian besar planet yang mengalami penguncian pasang surut mengorbit bintang katai redup dan berpotensi
layak huni. Sementara planet yang mengorbit terlalu dekat dengan bintang induk mirip Matahari, terlalu panas untuk menopang kehidupan.
“Di
sisi lain, bintang katai merah cenderung temperamental dan planet berisiko terpapar ledakan dahsyat radiasi bintang, termasuk ultraviolet,”
tambahnya. “Masih banyak yang tidak kita ketahui tentang bintang katai merah
ini. Tapi saya yakin kita akan lebih banyak mengumpulkan informasi dalam lima tahun ke depan.”
Dalam waktu lima tahun, para astronom akan memiliki lebih banyak data dari Teleskop Antariksa James Webb NASA senilai 8,8 miliar U.S. $, yang akan segera diluncurkan. Webb akan menyelidiki habitabilitas
planet yang mengorbit bintang katai merah. Selain itu, kemajuan teknik pemodelan
selama rentang waktu ini juga akan banyak membantu, pungkas anggota tim studi.
Makalah studi telah dipublikasikan di Monthly Notice of Royal Astronomical Society edisi 1 Februari 2018.
Ditulis
oleh: Mike Wall, penulis senior space.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar