Langsung ke konten utama

TESS Akan Temukan Banyak Eksoplanet seperti Tatooine Star Wars

Misi pencarian eksoplanet NASA berikutnya akan mendeteksi lusinan sistem planet sirkumbiner seperti Tatooine yang mengorbit dua bintang sekaligus, kata para astronom.

TESS (Transiting Exoplanet Survey Satellite) yang dijadwalkan meluncur pada bulan Maret menunggangi roket Falcon 9 besutan SpaceX, akan memulai misi untuk mensurvei sekitar 20 juta bintang, termasuk 500.000 sistem bintang biner gerhana, ungkap Vesselin Kostov, salah satu kolega Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA.

Sistem bintang biner gerhana adalah satu dari beberapa jenis variabel bintang. Mereka memang hanya terlihat sebagai satu titik cahaya, namun berdasarkan variasi kecerahan dan pengamatan spektroskopinya, para astronom dapat memastikan bahwa satu titik cahaya tersebut adalah dua bintang yang saling mengorbit dari jarak dekat.

tess-mencari-eksoplanet-seperti-tatooines-star-wars-informasi-astronomi
TESS akan menemukan kembaran Bumi dan Bumi super di sistem planet lain.
Kredit: NASA

TESS diharapkan mampu mendeteksi sistem sirkumbiner nyata, bukan sekadar planet fiktif Tatooine dalam film original “Star Wars”. Pertama-tama, TESS akan mencari gerhana di sistem biner yang saling mengorbit dalam jarak dekat, untuk kemudian mendeteksi penurunan skala kecerahan cahaya yang disebabkan oleh planet yang melintas di depan kedua bintang induk.

Menurut Kostov, TESS dapat menemukan sekitar seratus planet sirkumbiner bergantung pada karakteristik sistem yang ditemukan, seperti periode orbital, ukuran, massa planet, dan eksentrisitas potensial orbital.

Sebelumnya planet sirkumbiner diprediksi memiliki orbit yang kacau sehingga tidak mampu mempertahankan iklim yang stabil, apalagi kehidupan.

Tapi selama bertahun-tahun, astronom Paul Mason dari Universitas Negeri New Mexico bersama para kolega, telah menggagas bahwa sistem bintang sirkumbiner berpotensi menopang zona “layak huni super”. Artinya, planet di sana justru memiliki kondisi yang lebih menguntungkan bagi kehidupan daripada di Bumi kita sendiri.

Planet yang mengorbit bintang biner mungkin memperoleh beberapa keuntungan, ujar Mason. Pengaruh pasang surut gravitasi antara kedua bintang, menghasilkan rotasi yang lebih lambat daripada bintang tunggal. Karena rotasinya lebih lambat, maka aktivitas bintang yang membahayakan planet akan berkurang.

Menurut Mason, efek ini tampaknya lebih optimal untuk sistem biner yang terdiri dari bintang mirip Matahari (tipe G) atau bintang tipe-G yang berpasangan dengan bintang tipe-K. Jika konfigurasi sistem biner seperti itu, maka lingkungan kosmik di sistem planet akan jauh lebih baik daripada lingkungan kosmik di Bumi.

“Bintang tunggal tanpa planet layak huni, apabila dipasangkan dengan bintang pengiring dengan periode orbital yang sesuai, justru menyediakan kondisi layak huni bagi planet-planet yang menginduk mereka,” Mason memprediksi.

Planet mirip Venus dengan perlindungan medan magnet yang kurang kuat daripada Bumi, berpotensi untuk mempertahankan habitabilitas dalam sistem biner dengan kombinasi pasangan yang tepat, tulis Mason dan para kolega di sebuah makalah studi yang telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal. Sistem seperti itu kemungkinan memiliki beberapa planet yang layak huni.

Mason mengatakan bahwa habitabilitas planet sirkumbiner tergantung dengan masa dan eksentrisitas orbit kedua bintang yang saling mengorbit setiap 15-50 hari. Sebaliknya sistem biner dengan periode orbital yang lebih pendek dari 15 hari, akan meningkatkan radiasi sinar-X dan aktivitas ekstrem ultraviolet dari sepasang bintang. Sementara sistem biner dengan periode orbital yang lebih lama dari 50 hari, sama sekali tidak memiliki zona layak huni, klaim Mason.

Bagaimana Sistem Sirkumbiner Terbentuk?

Semua bintang terbentuk dari awan molekuler padat protosellar yang berputar cepat, biasanya ditemukan di wilayah-wilayah padat pembentuk bintang, misalnya di Nebula Orion. Bintang tunggal kerap terbentuk dari fragmentasi inti padat awan molekuler. Mason menjelaskan dari sekitar sepertiga waktu yang dibutuhkan untuk membentuk bintang, awan molekuler yang berputar cepat dapat runtuh dan terpecah menjadi dua bagian protostellar. Bintang sirkumbiner terbentuk dari bagian yang lebih kecil dari awan molekuler yang berputar cepat ini.

Teleskop Kepler NASA telah mendeteksi hampir satu lusin planet di sekitar bintang sirkumbiner. Sampai saat ini, belum ada planet sirkumbiner kategori Bumi super yang pernah terdeteksi. Malahan sebagian besar planet sirkumbiner yang ditemukan Kepler memiliki rentang massa di antara Neptunus dan Saturnus. Namun, TESS lebih sensitif daripada Kepler, dan jika memang ada Bumi super sirkumbiner di luar sana, maka TESS mampu mendeteksinya.

“Dari penelitian kami terhadap planet-planet sirkumbiner yang ditemukan Kepler, beberapa memiliki kondisi yang lebih baik daripada Bumi, sedangkan yang lainnya jauh lebih buruk,” ungkap Mason. “Tapi ini tentang kualitas, bukan kuantitas, terkait lingkungan sirkumbiner yang membuat hasil penelitian kami menarik. Sebuah sistem biner bahkan berpotensi menampung beberapa planet yang layak huni sekaligus.

Seperti Apa Tatooine yang Akan Ditemukan TESS?

Mason memprediksi beberapa planet baru sirkumbiner yang akan ditemukan oleh TESS, mungkin terletak di zona “layak huni super”.

Sistem biner bermassa rendah yang terdiri dari bintang katai tipe-M, hanya akan memberikan kurang dari 10% planet sirkumbiner yang diharapkan, jelas astrofisikawan senior Vladimir Airapetian dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA. Dari 10% ini, kurang dari 3% yang berpotensi layak huni.

Meski begitu, bintang tipe katai-M mendominasi galaksi Bima Sakti dengan populasi sekitar 150 miliar, berarti akan ada sekitar 5 miliar bintang sirkumbiner tipe katai-M yang mungkin menjadi induk bagi planet/bulan layak huni.

Menurut Airapetian, pada akhirnya metalisitas menciptakan sistem kimia kompleks atmosfer sistem planet, yang memasok molekul-molekul penting bagi kehidupan. (Metalisitas adalah proporsi massa unsur kimia selain hidrogen dan helium).

Meskipun belum terlalu jelas, Airapetian mengatakan sistem biner secara signifikan cenderung kekurangan unsur logam daripada bintang tunggal. Metalisitas bintang adalah faktor utama apakah cakram circumstellar akan membentuk planet mirip Bumi, mengingat logam sangat dibutuhkan untuk membentuk planet mirip Bumi, karena mendukung jenis geofisika aktif yang membantu membentuk atmosfer dan molekul kompleks.

Di sisi lain, kata Airapetian, metalisitas rendah justru membuat bintang katai tipe-M kurang aktif dan hanya menghasilkan sedikit radiasi sinar-X dan ultraviolet, karena memiliki lebih sedikit logam, termasuk zat besi.

Selain planet sirkumbiner, TESS akan meneruskan warisan yang ditinggalkan oleh Kepler, sebagai pemburu planet yang akan mengubah arah permainan.

“TESS akan menemukan ratusan planet terestrial di sekitar bintang katai tipe-M dan bintang mirip Matahari di lingkungan kosmik sekitar kita,” pungkas Airapetian.

Ditulis oleh: Bruce Dorminey, kontributor www.forbes.com


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang