Era smartphone yang dilengkapi dengan GPS dan Google Maps, membuat kita akrab dengan sistem koordinat geografis yang digunakan untuk
menggambarkan lokasi di permukaan Bumi. Sistem itu didasarkan pada garis
lintang, jarak di sebelah utara atau selatan dari khatulistiwa Bumi, dan garis
bujur, jarak di sebelah timur atau barat dari Meridian Utama, serta sebuah garis
imajiner yang membentang dari utara ke selatan melalui Greenwich, Inggris.
Jarak diukur dalam derajat, 90 derajat di setiap arah untuk garis lintang,
dan 180 di setiap arah garis bujur serta menit, detik dan desimal detik.
GPS di Bumi
Sistem
GPS memungkinkan kita untuk menentukan koordinat segala sesuatu, mulai
dari Empire State Building (40°44'55,4”U 73°59'08,5”B, menurut Google Maps) hingga ke padang pasir yang
menjadi lokasi foto sampul album grup band U2 “The Joshua Tree” (36°19'51.00”U, 117°44'42.88”B, menurut blog
Desert Road Trippin).
Oke, kita mungkin familiar dengan koordinat GPS. Kecuali menjadi seorang astronom, kemungkinan besar kita tidak mengetahui cara untuk mendeskripsikan
lokasi benda langit di langit malam. Koordinat langit pada dasarnya adalah perluasan koordinat geografis untuk menciptakan bulatan imajiner
yang mengelilingi Bumi.
Koordinat Langit
“Tentu saja, tujuannya
adalah untuk menentukan lokasi di langit, seperti garis
lintang dan garis bujur di Bumi,” jelas Rick Fienberg, humas American Astronomical Society, dalam sebuah email. “Jika kita memberitahu seseorang untuk bertemu di Littleton, Colorado, AS, di 39°36’47,9484”U, 105°0’59,9292”B,
maka dia tidak sekadar tahu di kota mana kita berada, melainkan termasuk sudut
jalan di mana kita berada. Namun koordinat rinci tersebut tidak terlalu berguna bagi seseorang yang hanya ingin mengetahui di kota mana kita berada, dan hanya digunakan jika kita ingin ditemukan oleh orang lain.”
Demikian
pula dengan seorang astronom yang menemukan supernova atau asteroid
dan ingin orang lain mengamatinya. Ia memberikan koordinat langit agar setiap orang dapat melihat fenomena serupa.
Sistem semacam ini bahkan sudah diterapkan sejak zaman baheula. “Gagasan koordinat langit
menganggap langit layaknya sebuah bola yang mengelilingi Bumi, karena saat itu Bumi dianggap sebagai pusat alam semesta,” tulis Profesor Christopher Palma dari Universitas Negeri Pennsylvania melalui email. “Meskipun sekarang kita tahu Bumi bukanlah pusat alam semesta, namun gagasan langit layaknya sebuah bola di sekeliling kita dapat adalah benar. Jadi kita bisa menggunakan koordinat untuk mengidentifikasi lokasi apa pun
di langit.”
Deklinasi dan Asensio Rekta
Sistem
koordinat langit agak berbeda dengan koordinat Bumi. Misalnya garis
lintang yang menggambarkan jarak utara
atau selatan dari khatulistiwa langit disebut deklinasi, sedangkan garis bujur yang menggambarkan orientasi timur-barat disebut asensio rekta.
“Sistem
koordinat apa pun membutuhkan titik nol atau kalibrasi,” Palma menambahkan. “Untuk
koordinat langit, kita memproyeksikan ekuator Bumi ke langit, dan seperti garis
lintang derajat utara atau selatan khatulistiwa Bumi, deklinasi mengukur sudut
utara atau selatan ekuator langit. Misalnya, bintang Spica, yang
sangat menonjol di langit malam selatan dari sebagian besar lokasi di Amerika Serikat, deklinasinya adalah -11 derajat 10 menit karena berada di selatan
khatulistiwa langit.
“Untuk
garis bujur di Bumi, kita telah menetapkan Greenwich di Inggris sebagai Meridian
Utama,” kata Palma. “Meridian Utama untuk sistem asensio rekta disebut ‘The First Point of Aries’, dan didefinisikan
sebagai posisi Matahari di langit ketika bergerak dari selatan ke utara
sepanjang ekliptika melewati khatulistiwa langit. Ketika Matahari berada di lokasi itu, itulah ekuinoks vernal (atau Maret) di Bumi. Asensio rekta meningkat ke timur dari
sana. Jadi, sebuah bintang yang berada di tengah langit dari Matahari saat titik balik musim semi akan memiliki asensio rekta di atas 180 derajat.”
“Karena
langit berotasi, kita tidak sering menggunakan derajat untuk mengukurnya,” Palma melanjutkan. “Sebaliknya, kita mengungkap sudut ke dalam jam. Jadi, 180
derajat sama dengan 12 jam asensio rekta. Asensio Rekta (Right Ascencion) bintang Spica yang saya sebutkan di atas adalah RA 13 jam, 25 menit. Ditafsirkan
sebagai 13j25m* (180 derajat/12 jam)=201,25 derajat
di langit ke arah timur dari lokasi Matahari saat titik balik musim semi.”
Navigasi Langit bagi Pelaut
Seperti
yang dijelaskan Fienberg, para astronom bukanlah satu-satunya yang menggunakan
koordinat langit. “Siapa pun yang memedomani navigasi langit, juga menggunakan
bintang sebagai acuan,” katanya. “Meskipun semua kapal dan perahu modern telah dilengkapi sistem GPS, para pelaut tetap mempelajari navigasi langit jika
GPS tidak berfungsi. Jika dapat melihat Polaris atau Bintang Utara, kita akan tahu arah utara, demikian pula dengan bintang-bintang lain untuk
menentukan arah ke selatan, timur, dan barat. Setelah itu garis lintang juga bisa ditentukan, karena altitude Polaris di atas cakrawala sama dengan garis lintang kita. Dibantu sebuah jam, garis bujur juga dapat ditentukan melalui tabel bintang yang berada di selatan saat kita melakukan pengamatan.”
Selain koordinat langit, ada juga sistem lain untuk mendeskripsikan lokasi benda langit, menurut Patrick Durrell, seorang profesor di
bidang fisika dan astronomi sekaligus Direktur Planetarium Ward Beecher di
Universitas Negeri Youngstown. “Sistem koordinat lain yang kerap digunakan adalah koordinat galaksi, yaitu garis bujur galaksi dan garis lintang
galaksi. Keduanya diukur dalam derajat dari pusat galaksi Bima Sakti,” tulis Durrell melalui email.
Ditulis
oleh: Patrick J. Kiger
Komentar
Posting Komentar