Langsung ke konten utama

Meskipun Zona Layak Huninya Panjang, Katai Merah Brutal bagi Kehidupan

bintang-katai-merah-trappist-1-brutal-bagi-kehidupan-astronomi
Ilustrasi sistem TRAPPIST-1, sebuah bintang katai ultra dingin yang diorbit oleh tujuh planet seukuran Bumi. Kita berharap untuk terus menemukan lebih banyak sistem planet serupa, melalui observatorium seperti WFIRST yang dipersenjatai starshades (penghalang cahaya bintang).
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Sejak eksistensi ketujuh eksoplanet yang mengorbit TRAPPIST-1 dikonfirmasi, sistem planet ini telah menjadi titik fokus bagi para astronom. Mengingat jaraknya relatif dekat dari Bumi (hanya 39,5 tahun cahaya), plus tiga planet di antaranya mengorbit di wilayah "Goldilocks Zone" atau zona layak huni bintang, TRAPPIST-1 dianggap sebagai laboratorium ideal untuk mempelajari potensi layak huni bintang katai merah lainnya.

Studi semacam ini sangat penting, mengingat mayoritas populasi bintang di galaksi Bima Sakti kita adalah bintang katai merah atau bintang katai tipe-M. Sayangnya, tidak semua hasil studi sesuai dengan harapan. Sebagai contoh, dua studi terbaru yang dilakukan oleh dua tim terpisah dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) mengindikasikan peluang untuk menemukan kehidupan dalam sistem ini sangat kecil daripada yang dipikirkan secara umum.

Makalah studi pertama berjudul “Physical Constraints on the Likelihood of Life on Exoplanets“ mempelajari bagaimana radiasi dan angin bintang akan mempengaruhi setiap planet yang berada di zona layak huni TRAPPIST-1. Di akhir makalah studi, penulis Profesor Manasvi Lingam dan Avi Loeb membuat sebuah model yang mempertimbangkan bagaimana beberapa faktor akan memengaruhi kondisi di permukaan planet.

bintang-katai-merah-trappist-1-brutal-bagi-kehidupan-astronomi
Ilustrasi ketujuh planet TRAPPIST-1 berdasarkan analisis data ukuran, massa dan orbit.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Model mencoba menghitung bagaimana jarak planet dari bintang induk akan memengaruhi suhu permukaan dan pelucutan atmosfer, dan bagaimana pengaruhnya terhadap peluang munculnya kehidupan dari waktu ke waktu.

Seperti yang dikatakan Dr. Loeb kepada Universe Today melalui email:

"Kami memprediksi erosi atmosfer planet yang disebabkan angin bintang dan peran suhu pada proses ekologi dan evolusi. Zona layak huni di sekitar bintang katai redup TRAPPIST-1, beberapa kali lebih dekat daripada zona layak huni Matahari, oleh karena itu tekanan angin bintang beberapa kali lipat lebih tinggi daripada angin bintang yang menerpa Bumi. Karena kehidupan yang kita kenal sangat membutuhkan air cair, sementara air cair membutuhkan atmosfer, maka probabilitas munculnya kehidupan di sistem TRAPPIST-1 lebih rendah daripada di tata surya."

Intinya, Dr. Lingam dan Dr Loeb menyimpulkan sistem planet TRAPPIST-1 akan terpapar radiasi ultraviolet intens yang jauh lebih besar daripada yang diterima Bumi. Radiasi bintang katai merah lebih berbahaya karena lebih tidak stabil dan bervariasi jika dibandingkan dengan Matahari kita. Mereka menyimpulkan perbandingan prosentase kehidupan di tiga planet di zona layak huni TRAPPIST-1 dengan Bumi kurang dari 1%.

"Kami dapat menunjukkan prospek habitabilitas planet seukuran Bumi di zona layak huni bintang katai tipe M relatif jauh lebih rendah dibandingkan Bumi, selain radiasi ganas ultraviolet, jarak planet juga terlalu dekat dari bintang induk" kata Loeb. "Hal ini juga berlaku untuk planet terdekat dari tata surya yang terletak sekitar 4 tahun cahaya dari Bumi di sistem Proxima Centauri."

bintang-katai-merah-trappist-1-brutal-bagi-kehidupan-astronomi
Tiga planet di sistem TRAPPIST-1 yang diberi kode TRAPPIST-1e, f dan g, berada di zona layak huni bintang.
Kredit: NASA/JPL

Makalah studi kedua, “The Threatening Environment of the TRAPPIST-1 Planets,“ yang telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal Letters, ditulis oleh tim astronom dari CfA dan Lowell Center for Space Science and Technology di University of Massachusetts. Dipimpin oleh Dr. Cecilia Garraffo dari CfA, tim mempelajaru ancaman potensial lain bagi kehidupan di sistem TRAPPIST-1.

Pada dasarnya, tim menemukan bahwa seperti Matahari, TRAPPIST-1 juga melontarkan arus partikel bermuatan ke luar angkasa yang disebut angin bintang. Di tata surya, angin surya terus menerpa planet dan berpotensi melucuti lapisan atmosfer. Untungnya atmosfer Bumi dilindungi oleh medan magnet. Sementara Mars harus menjalani takdir yang lebih tragis, lapisan atmosfernya lenyap selama kurun waktu ratusan juta tahun.

Arus partikel bermuatan dari bintang induk TRAPPIST-1, menerpa planet-planet dengan kekuatan  1.000 sampai 100.000 kali lipat lebih besar daripada yang dialami Bumi. Terlebih lagi, kemungkinan besar medan magnet bintang induk terhubung langsung ke medan magnet planet-planet, sehingga partikel dari bintang mengalir langsung ke atmosfer.

bintang-katai-merah-trappist-1-brutal-bagi-kehidupan-astronomi
Ilustrasi permukaan planet TRAPPIST-1f.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Dengan kata lain, meskipun memiliki perisai medan magnet yang kuat, planet-planet TRAPPIST-1 tetap tidak akan terlindungi. Jadi, jika arus partikel bermuatan dari bintang menerpa cukup kuat, maka atmosfer planet akan lenyap dan menyebabkan mereka tidak layak huni.

Seperti yang dikatakan Garraffo: "Medan magnet Bumi bertindak seperti perisai yang melindungi kita dari efek membahayakan angin surya. Jika Bumi berada lebih dekat dari Matahari dan diterpa partikel oleh bintang TRAPPIST-1, maka perisai planet akan runtuh cukup cepat. "

Memang bukan kabar baik bagi mereka yang berharap sistem TRAPPIST-1 menyimpan bukti pertama kehidupan di luar tata surya kita. Selain mengorbit bintang yang menyemburkan berbagai tingkat radiasi intens, jarak ketujuh planet juga terlalu dekat dengan bintang induk, probalitas kehidupan di planet zona layak huni sangatlah rendah.

Hasil kedua studi diangggap sangat penting untuk membantu penelitian-penelitian lainnya. Sebelumnya, Prof. Loeb dan tim dari University of Chicago telah membahas kemungkinan sistem TRAPPIST-1 yang relatif rapat, sangat ideal untuk lithopanspermia (gagasan bentuk kehidupan dasar dapat didistribusikan melalui asteroid). Secara singkat, tim memprediksi jarak ketujuh planet yang saling berdekatan, memungkinkan perpindahan bakteri dari satu planet ke planet lainnya melalui asteroid.

bintang-katai-merah-trappist-1-brutal-bagi-kehidupan-astronomi
Ilustrasi transit planet di sistem TRAPPIST-1.
Kredit: NASA/ESA/STScl

Tetapi, jarak sistem planet yang relatif dekat juga menyebabkan mereka kesulitan mempertahankan atmosfer dari angin bintang, jadi lithopanspermia tetap menjadi konsep yang masih diperdebatkan. Namun, sebelum ada yang berpikir hasil studi merupakan berita buruk bagi pencarian kehidupan di luar tata surya, penting untuk dicatat bahwa para astronom tidak mengesampingkan kemungkinan kehidupan yang dapat muncul di sistem bintang katai merah.

Seperti yang dikatakan oleh rekan penulis makalah studi Dr. Jeremy Drake, ahli astrofisika senior dari CfA, bahwa hasil studi mereka mengharuskan kita untuk menebarkan jaring yang lebih lebar saat mencari kehidupan di alam semesta. "Kami tidak mengatakan untuk berhenti mencari kehidupan di sekitar sistem bintang katai merah," katanya. "Tapi studi kami juga menggagas agar kita menargetkan sebanyak mungkin bintang yang lebih mirip Matahari."

Dan sebagaimana yang Dr. Loeb sendiri tunjukkan sebelum ini, secara statistik bintang katai merah masih merupakan tempat yang paling penting untuk menemukan dunia layak huni:

"Dengan mensurvei zona layak huni di alam semesta sepanjang sejarah kosmik, mulai dari kelahiran bintang-bintang pertama 30 juta tahun setelah Big Bang, hingga kematian generasi terakhir bintang dalam waktu 10 triliun tahun lagi, seseorang dapat mencapai kesimpulan zona layak huni banyak ditemukan di sekitar bintang katai merah yang bermassa rendah dan berumur sangat panjang seperti Proxima Centauri atau TRAPPIST-1 triliunan tahun dari sekarang." Pelajari lebih lanjut tentang hal ini di artikel: Katai Merah, Bintang Terbanyak Berumur Paling Panjang di Alam Semesta.

Jika ada pelajaran yang bisa diambil dari studi ini, tidak lain adalah eksistensi kehidupan dalam sistem bintang tidak hanya memerlukan planet yang mengorbit di zona layak huni. Sifat bintang induk dan peran yang dimainkan oleh angin bintang dan medan magnet juga harus diperhitungkan, karena faktor-faktor tersebut bisa menjadi garis pembeda antara planet yang menopang kehidupan dengan sekedar bola batu yang steril dari kehidupan!

Ditulis oleh: Matt Williams, www.universetoday.com


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang