Satelit Sinar-X Hitomi Jepang, yang dikembangkan oleh NASA dan Japan Aerospace Exploration Agency
(JAXA), telah memberikan wawasan penting kepada para astronom tentang gugus Perseus, ikatan ribuan galaksi yang mengorbit di dalam gas panas nan tipis.
Misi
Hitomi yang melibatkan Universitas Southampton, Inggris, mendadak harus berakhir
karena permasalahan sistem kontrol ketinggian. Namun data yang berhasil dikumpulkan selama 38 hari di luar angkasa telah memungkinkan para ilmuwan untuk
menganalisis komposisi molekul gas gugus Perseus, sekaligus pemahaman tentang ledakan kosmik yang menciptakan gas tersebut. Rata-rata suhu gas di gugus Perseus mencapai 50 juta derajat Celsius dan merupakan sumber
emisi sinar-X gugus. Menggunakan instrumen high-resolution Soft X-ray Spectrometer (SXS) yang diinstal di satelit Hitomi, para periset mengamati gugus galaksi ini mulai dari tanggal 25 Februari
hingga 6 Maret 2016 dan memperoleh total eksposur selama 3,4 hari.
SXS
mengungkap puncak panjang gelombang sinar-X yang dipancarkan dari berbagai elemen kimia dengan
resolusi 30 kali lebih baik daripada yang terlihat sebelumnya. Dalam sebuah makalah studi yang diterbitkan di jurnal Nature,
para peneliti menunjukkan bahwa proporsi elemen yang ditemukan di gugus hampir
identik dengan apa yang para astronom lihat di Matahari kita. Satu kelompok
elemen terkait erat dengan kelas ledakan bintang tertentu yang disebut
supernova Tipe Ia. Ledakan ini berarti penghancuran total bagi bintang katai, sisa padat dari bintang mirip Matahari. Ledakan ini dianggap
bertanggung jawab atas produksi sebagian besar kromium, mangan, besi dan
logam nikel, logam yang secara kolektif dikenal sebagai elemen ‘logam berat’.
Studi menunjukkan bahwa kombinasi supernova Tipe Ia yang sama memproduksi elemen-elemen
logam berat di tata surya kita dan juga menghasilkan logam-logam serupa di molekul gas gugus. Berarti tata surya dan gugus Perseus mengalami evolusi
kimiawi yang serupa, menunjukkan bagaimana proses pembentukan bintang dan sistem
yang menjadi supernova Tipe Ia, sebanding di kedua lokasi.
“Meskipun
kegagalan misi terjadi tidak lama setelah diluncurkan, beberapa pengamatan
berharga yang kami dapatkan telah mentransformasi pemahaman kita tentang
plasma kosmik super panas,” jelas astronom Poshak Gandhi dari Universitas Southampton.
“Jumlah plasma kosmik lebih banyak daripada galaksi di dalam gugus hingga 10 banding 1. Inilah komponen penting untuk sepenuhnya memahami alam semesta," pungkas Gandhi, 1 dari 200 tim ilmuwan kolaborasi internasional.
Ditulis
oleh: PTI, www.financialexpress.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar