Langsung ke konten utama

Teleskop NASA Meneliti Komet Aneh 45P

Ketika meluncur melewati Bumi pada awal tahun 2017, tim astronom yang mengamati komet 45P dari Infrared Telescope Facility (IRFT) NASA di Puncak Maunakea, Hawai'i, mendapatkan waktu cukup lama untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Hasil observasi membantu mengisi rincian penting tentang kandungan es komet keluarga Jupiter dan mengungkap keunikan 45P yang tak seperti komet-komet lain yang telah dipelajari sejauh ini.

Layaknya seorang dokter yang mencatat tanda-tanda vital kesehatan, tim mengukur kadar sembilan gas yang dilepaskan dari inti es ke atmosfer tipis komet atau koma. Koma adalah lapisan redup di sekitar inti komet yang terbentuk ketika melintas di dekat Matahari. Beberapa molekul gas memasok unsur pokok asam amino, gula dan molekul biologis lainnya yang relevan. Tim berharap untuk menemukan karbon monoksida dan metana, yang sangat sulit dideteksi di komet keluarga Jupiter, dan sebelumnya hanya dapat dipelajari beberapa kali oleh para ilmuwan.

komet-45p-astronomi
Komet 45P/Honda-Mrkos-Pajdušáková berhasil ditangkap oleh teleskop pada tanggal 22 Desember 2016 dari Farm Tivoli di Namibia, Afrika.
Kredit: Gerald Rhemann

Seluruh molekul gas berasal dari gumpalan es, batu dan debu yang membentuk inti komet. Mereka dianggap sebagai es alamiah murni dan menyimpan petunjuk tentang sejarah komet yang tetap tersimpan dalam jangka waktu lama.

“Komet menyimpan catatan kondisi awal tata surya, namun beberapa komet dianggap lebih efektif dalam mempertahankan sejarah awal tata surya daripada yang lain,” ungkap penulis makalah studi Michael DiSanti dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland. Makalah studi telah dipublikasikan di Astronomical Journal.

Komet yang menyandang nama resmi 45P/Honda-Mrkos-Pajdušáková, tergolong ke dalam komet keluarga Jupiter yang mengorbit Matahari setiap 5-7 tahun sekali. Hanya sedikit informasi es alamiah murni yang dapat yang dapat dikumpulkan dari komet keluarga Jupiter daripada komet-komet jauh dari Awan Oort.

Untuk mengidentifikasi kemurnian es, tim mencari jejak spektrum inframerah menggunakan instrumen spektrograf resolusi tinggi iSHELL yang diinstal di IRTF. Dengan iSHELL, tim dapat mengamati banyak komet yang dulunya dianggap terlalu redup.

Rentang spektral instrumen memungkinkan tim untuk mendeteksi banyak penguapan es, sekaligus mengurangi selisih perhitungan rasio es selama ini. Instrumen mencakup panjang gelombang mulai dari 1,1 mikrometer inframerah-dekat (dalam kisaran kacamata night-vision) hingga 5,3 mikrometer inframerah-tengah.

iSHELL juga sangat ampuh untuk memisahkan jejak spektrum inframerah dari panjang gelombang lainnya, yang sangat dibutuhkan untuk mendeteksi karbon monoksida dan metana. Spektrum komet cenderung tumpang tindih dengan molekul-molekul serupa di atmosfer bumi.

“Resolusi tinggi iSHELL dan kemampuan IRTF untuk melakukan pengamatan saat siang hari, adalah kombinasi ideal untuk mempelajari komet, terutama komet dengan periode orbit pendek,” kata Direktur IRTF John Rayner.

Ketika mengamati selama dua hari pada awal Januari 2017, tak lama setelah komet 45P mendekati Matahari, tim melakukan pengukuran molekul air, karbon monoksida, metana, dan enam es murni lainnya. Untuk kelima es, termasuk karbon monoksida dan metana, tim membandingkan kadar es di sisi terang komet yang menghadap Matahari dengan sisi gelap komet. Meskipun akhirnya membantu mengisi beberapa celah, temuan tim justru memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru.

Hasil perhitungan menunjukkan kadar es di 45P sangat rendah untuk karbon monoksida beku, dan secara resmi telah dianggap habis. Hasil ini tidak terlalu mengejutkan, karena memang karbon monoksida adalah molekul yang paling mudah meloloskan diri saat Matahari menghangatkan komet. Demikian pula metana yang mudah terlepas dari komet. Jadi batuan angkasa langit yang hanya memiliki sedikit karbon dioksida, juga akan memiliki sedikit kandungan metana. Namun 45P kaya akan metana dan menjadi salah satu komet unik karena mengandung lebih banyak metana daripada karbon monoksida beku.

Ada kemungkinan metana terjebak di dalam deposit es lainnya, membuatnya tetap tinggal di dalam komet dan tak mudah terlepas. Tapi, tim justru menduga karbon monoksida bereaksi dengan hidrogen untuk membentuk metanol, mengingat kadar metanol beku 45P lebih tinggi dari rata-rata.

Ketika reaksi ini terjadi, muncul pertanyaan yang langsung mengarah ke pokok sains komet. Jika metanol diproduksi di butiran-butiran es purba sebelum komet 45P terbentuk, maka proses ini seharusnya juga terjadi di setiap komet. Di sisi lain, kadar karbon monoksida dan metanol koma komet mungkin telah berubah dari waktu ke waktu, terutama karena komet keluarga Jupiter menghabiskan lebih banyak waktu di dekat Matahari daripada komet yang berasal dari Awan Oort.

“Ilmuwan komet mirip arkeolog yang mempelajari sampel purba untuk memahami masa lalu,” ujar penulis makalah studi kedua Boncho Bonev dari Universitas American. “Kami ingin membedakan setiap komet saat terbentuk dari segala proses yang mungkin mereka jalani, bagaikan memisahkan peninggalan sejarah dari segala kontaminasi.”

Tim kini tengah mempelajari untuk mengetahui apakah hasil penelitian mereka dapat diterapkan terhadap komet sejenis. Komet 45P adalah komet pertama dari lima komet periode pendek yang menjadi objek studi pada tahun 2017 dan 2018. Selain 45P, komet lain yang dipelajari adalah 2P/Encke, 41P/Tuttle-Giacobini-Kresak, 21P/Giacobini-Zinner dan 46P/Wirtanen.

“Penelitian menghasilkan sebuah terobosan,” kata Faith Vilas, direktur solar and planetary research program National Science Foundation (NSF) yang terlibat penelitian. “Sekaligus memperluas pengetahuan kita tentang campuran spesies molekuler di inti komet keluarga Jupiter dan perbedaan yang disebabkan oleh orbit mengelilingi Matahari.”

“Kami merasa senang dengan publikasi pertama makalah studi menggunakan iSHELL, yang dibangun melalui kemitraan antara NSF, Universitas Hawai'i, dan NASA,” pungkas Kelly Fast, ilmuwan program IRTF di Markas Besar NASA. “Hasil penelitian ini hanyalah yang pertama dari hasil penelitian lainnya iSHELL yang akan datang.”

Ditulis oleh: Elizabeth Zubritsky, Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland, www.nasa.gov, editor: Karl Hille


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang