Kehidupan. Itulah yang menjadikan Bumi istimewa di antara ribuan planet
lainnya yang telah ditemukan. Sejak tahun 1997, satelit-satelit NASA terus memantau semua tanaman yang hidup di permukaan tanah dan lautan. Selama tanggal 13-17 November 2017, NASA berbagi
cerita dan video tentang pemandangan kehidupan dari luar
angkasa yang memajukan sains planet rumah kita dan pencarian
kehidupan di luar Bumi.
Sebagai ilmuwan muda, Tony del Genio dari Goddard Institute for Space Studies NASA di New York, bertemu dengan Clyde Tombaugh, penemu
Pluto.
“Saya
berpikir, wow, sebuah kesempatan langka,” kata del Genio. “Saya tidak akan
pernah berjumpa dengan orang lain yang telah menemukan planet.”
Prediksi
del Genio ternyata salah. Pada tahun 1992, dua orang ilmuwan menemukan
planet pertama di luar tata surya, atau eksoplanet, dan sejak saat itu, ada lebih banyak ilmuwan yang telah menemukan planet. Jumlah penemu planet saat ini jauh lebih banyak daripada sejarah penemuan planet yang sebelumnya hanya menemukan planet di tata surya. Sampai saat ini, para ilmuwan telah mengkonfirmasi
lebih dari 3.500 eksoplanet yang mengorbit lebih dari 2.700 bintang. Dan belum lama ini, Del Genio
telah bertemu dengan banyak ilmuwan penemu planet.
Semakin
kita melihat planet lain, semakin banyak pertanyaan yang muncul: Mungkin kita yang aneh? Beberapa dekade pengamatan Bumi dari luar angkasa
telah memberikan kita banyak informasi tentang tanda-tanda habitabilitas dan
kehidupan di eksoplanet dan planet di tata surya.
Kita harus menganalisis kembali segala sesuatu yang telah kita peroleh selama mempelajari Bumi (satu-satunya sampel planet dengan kehidupan), untuk mencari kehidupan di alam semesta.
Del
Genio sekarang menjadi salah seorang pimpinan pembantu dalam inisiatif antar
disiplin ilmu NASA untuk mencari kehidupan di dunia lain. Posisi baru
sebagai pimpinan proyek mungkin terasa aneh bagi mereka yang telah mengenalnya
secara profesional. Mengapa? Karena Del Genio telah mendedikasikan puluhan tahun karirnya untuk mempelajari
kehidupan di Bumi dan tidak pernah mencari kehidupan di tempat lain.
Kita
hanya mengenal satu planet dengan kehidupan di dalamya, rumah kita sendiri. Tapi kita tahu
betul. Saat kita melangkah ke tahap berikutnya untuk mencari kehidupan ekstraterestrial, dibutuhkan keahlian dari ilmuwan keplanetan, heliofisika
dan astrofisika. Namun, peralatan dan pengetahuan yang telah dikembangkan NASA
untuk mempelajari kehidupan di Bumi juga akan menjadi salah satu aset terbesar
dalam pencarian kehidupan asing.
Planet Layak Huni
Ada
dua pertanyaan utama untuk mencari kehidupan di luar Bumi: Dengan begitu banyak tempat untuk
diamati, bagaimana kita memfokuskan diri ke tempat yang berpotensi menjadi
tempat perlindungan bagi kehidupan? Jejak biologis seperti apa yang harus kita temukan, bahkan jika kehidupan tersebut sangat berbeda dengan kehidupan yang kita kenal?
“Sebelum mencari kehidupan di luar Bumi, kita mencoba memahami planet seperti
apa yang berpotensi memiliki iklim yang kondusif bagi kehidupan,” tutur del Genio. “Kami
menggunakan model iklim serupa dengan yang kami gunakan untuk memproyeksikan
perubahan iklim Bumi pada abad ke-21, untuk melakukan simulasi terhadap eksoplanet
yang telah ditemukan secara spesifik dan masih hipotetis.”
Del
Genio mengakui kehidupan mungkin hadir dalam bentuk dan berada di tempat yang aneh, sehingga mungkin sangat berbeda dengan kehidupan di Bumi. Tapi pada tahap
awal pencarian ini, “Kita harus memulai dengan jenis kehidupan yang telah kita
kenal,” jelasnya.
Selanjutnya,
kita harus memastikan bahwa kita telah menggunakan segala pengetahuan yang kita
miliki tentang Bumi. Secara khusus, tentang kehidupan di berbagai lingkungan di Bumi, pengetahuan kita tentang
bagaimana Bumi dan kehidupan di dalamnya saling memengaruhi sepanjang sejarah Bumi, termasuk pengamatan iklim Bumi menggunakan satelit.
Secara
singkat, semua itu mengarah ke air cair. Setiap sel yang kita
kenal, bahkan bakteri di sekitar ventilasi dasar laut yang hidup tanpa sinar matahari,
membutuhkan air.
Kehidupan di Lautan
Ilmuwan Morgan
Cable dari Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Pasadena,
California, telah mencari bentuk kehidupan asing di tata surya, yaitu di
lokasi-lokasi yang berpotensi menopang air cair. Beberapa bulan es yang menginduk Saturnus dan Jupiter memiliki lautan di
bawah lapisan es yang terbentuk oleh tidal
heating, atau pemanasan yang dipicu oleh gesekan antara es di permukaan dengan inti sebagai akibat interaksi
gravitasi antara planet dan bulan.
“Kami sebelumnya berpikir Enceladus adalah tempat yang dingin dan membosankan, sampai misi
Cassini menemukan samudera air cair di bawah permukaan,” ungkap Cable. Air mengepul ke luar angkasa dan misi Cassini menemukan petunjuk tentang komposisi
kimiawi dari kepulan air. Kandungan kimiawi samudera ternyata dipengaruhi
oleh interaksi antara air hangat dan bebatuan di dasar laut. Misi Galileo dan
Voyager juga menyediakan bukti bahwa Europa juga memiliki samudera air cair
di bawah kerak es. Pengamatan mengungkap fitur medan yang campur aduk yang mungkin disebabkan oleh reforming dan melelehnya es.
Seiring
dengan misi yang terus dikembangkan ke bulan-bulan beku, para ilmuwan
menggunakan Bumi sebagai eksperimen. Sama seperti prototipe rover Mars NASA melakukan
uji coba operasional di padang pasir Bumi, para periset juga menguji hipotesis dan teknologi di lautan dan lingkungan ekstrem di Bumi.
Cable
memberikan contoh pengamatan oleh satelit terhadap bidang es di Arktik dan
Antartika, yang memberikan banyak informasi terhadap perencanaan misi Europa.
Pengamatan di Bumi juga membantu para peneliti menemukan cara untuk
mengabadikan asal mula medan es yang campur aduk. “Ketika kami mengunjungi
Europa, kami ingin pergi ke tempat-tempat yang sangat muda, yaitu sebuah tempat di mana material dari samudera baru saja dikeluarkan dari bawah permukaan,”
katanya. “Barangkali kita dapat menemukan bukti organisme biologis di sana.”
Air di Ruang Angkasa
Para astronom dapat menentukan kisaran jarak ideal planet dari bintang induk yang dapat memungkinkan keberadaan air cair di permukaan. Jarak ideal ini disebut zona layak huni bintang.
Beberapa zona layak huni telah ditemukan, dan ilmuwan Andrew
Rushby dari Pusat Penelitian Ames NASA, di Moffett Field,
California, sedang mempelajari cara agar kita dapat menemukannya dengan lebih efisien.
Lokasi saja tidak cukup. “Seorang ilmuwan dari peradaban asing dapat melihat tiga planet di tata surya
kita yang berada di zona layak huni (Bumi, Mars dan Venus),” ujar Rushby, “tapi
kita tahu hanya satu yang benar-benar layak huni.” Rushby
baru saja mengembangkan model siklus karbon di Bumi yang disederhanakan dan
menggabungkannya dengan peralatan lain untuk mempelajari planet mana yang
berada di zona layak huni ini. Mereka dianggap sebagai target terbaik untuk mencari kehidupan, mengingat kemungkinan aktivitas tektonik dan siklus air. Dia menemukan bahwa
planet terestrial (berbatu) yang berukuran lebih besar, cenderung memiliki suhu di
permukaan yang dapat menampung air cair daripada planet terestrial berukuran kecil, meskipun jumlah cahaya yang diterima dari bintang induk setara.
Sementara Renyu
Hu dari JPL memperbaiki upaya pencarian planet layak
huni dengan cara yang berbeda, yaitu mencari karakteristik khas sebuah planet terestrial.
Fisika dasar memberi tahu kita bahwa planet yang berukuran lebih kecil pasti terestrial, sedangkan yang lebih besar adalah planet gas. Tapi untuk planet dalam rentang ukuran sekitar 2-3 kali lebih besar dari Bumi, para astronom tidak dapat menentukan apakah mereka planet terestrial atau gas. Hu mempelopori sebuah metode untuk mendeteksi mineral di permukaan eksoplanet terestrial dan menentukan tanda kandungan kimiawi atmosfer dari aktivitas vulkanik yang tidak akan terjadi di planet gas.
Tanda-Tanda vital
Ketika
para ilmuwan sedang mengevaluasi kemungkinan planet layak huni, “kehidupan harus dijadikan hipotesis dalam studi,” ungkap Cable. “Kita harus menghilangkan semua penjelasan lainnya.” Mengidentifikasi deteksi positif palsu untuk sinyal kehidupan adalah bidang penelitian yang sedang
berlangsung di komunitas eksoplanet. Misalnya, oksigen di atmosfer Bumi berasal
dari makhluk hidup, namun oksigen juga bisa diproduksi oleh reaksi kimia
anorganik.
Shawn
Domagal-Goldman dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt,
Maryland, berupaya mencari jejak kehidupan yang tak diragukan lagi atau biosignatures. Untuk satu biosignatures, mungkin akan ditemukan dua atau lebih molekul di atmosfer yang
seharusnya tidak berada pada waktu yang bersamaan. Dia menggunakan analogi ini:
Jika masuk ke salah satu kamar di asrama perguruan tinggi dan ada tiga orang
mahasiswa dengan satu paket pizza, kita bisa menyimpulkan pizza baru
saja tiba, karena mereka pasti akan dengan cepat menghabiskannya.
Oksigen “mengkonsumsi” metana dengan memecahnya ke berbagai reaksi kimia.
Tanpa pasokan metana dari kehidupan di permukaan Bumi, atmosfer kita akan kehabisan metana dalam beberapa dekade.
Bumi Sebagai Eksoplanet
Ketika para ilmuwan mulai mengumpulkan gambar eksoplanet yang diambil secara langsung, bahkan gambar
eksoplanet terdekat sekalipun hanya muncul sebagai piksel kecil, seperti gambar “titik biru” Bumi yang diambil dari Saturnus. Apa yang
bisa kita pelajari tentang kehidupan di sebuah planet hanya dari satu titik?
Stephen
Kane dari Universitas California, Riverside, telah menemukan cara untuk
menjawab pertanyaan ini menggunakan Earth Polychromatic Imaging camera on the National Oceanic and
Atmospheric Administration's Deep Space Climate Observatory (DSCOVR) NASA. Kane mengambil gambar resolusi tinggi 2.000x2.000 piksel yang mendokumentasikan
pola cuaca global dan fenomena lainnya terkait iklim di Bumi, kemudian mendegradasinya. “Saya mengambil gambar-gambar beresolusi tinggi dan mendegradasinya
hanya menjadi satu atau beberapa piksel,” jelas Kane. Dia memproses kecerahan gambar melalui noise filter, untuk mensimulasikan gangguan yang terjadi
dalam misi eksoplanet.
DSCOVR
mengambil gambar setiap setengah jam dan sudah berada di orbit selama dua
tahun. Lebih dari 30.000 gambar yang dihasilkan merupakan rekaman terus menerus,
observasi terpanjang Bumi dari luar angkasa yang pernah ada. Dengan
mengamati perubahan kecerahan Bumi, ketika sebagian besar permukaan
diamati apabila dibandingkan ketika hanya mengamati sebagian besar air, Kane mampu merekayasa tingkat kemiringan poros rotasi Bumi, rekayasa yang belum
pernah dilakukan secara langsung untuk mengukur eksoplanet.
Kapan Kehidupan di Luar Bumi Ditemukan?
Setiap
ilmuwan yang terlibat dalam penelitian meyakini kehidupan memang
ada di luar sana, meskipun mereka berbeda pendapat.
“Saya
pikir dalam waktu 20 tahun kita akan menemukan satu kandidat eksoplanet yang menampung kehidupan,” del Genio memprediksi. Mengingat pengalamannya
dengan Tombaugh, dia menambahkan, “Tapi rekam jejak saya untuk memprediksi masa
depan tidak begitu baik.”
Sedangkan Rusbby mengatakan, “20 tahun sudah berlalu dari 50 tahun terakhir. Menurut
saya, kita akan menemukan kehidupan di luar Bumi dalam skala dekade. Jika saya
adalah seorang penjudi, sayangnya tidak, saya bertaruh untuk Europa atau
Enceladus.”
Seberapa
cepat kita akan menemukan sebuah eksoplanet dengan kehidupan di dalamnya sangat bergantung terhadap jaraknya dari bintang induk, ditambah orbit dan ukuran
yang ideal, dan biosignatures yang dapat kita kenali, pungkas Hu.
Dengan kata lain, “Selalu ada faktor keberuntungan.”
Ditulis
oleh: Carol Rasmussen, NASA's Earth Science News Team NASA, www.nasa.gov, editor: Tony Greicius
Artikel
terkait: Misi Mars Mengungkap Habitabilitas Planet-Planet Jauh
#terimakasihgoogle
dan #terimakasihnasa
Komentar
Posting Komentar