Ketika mencari eksoplanet, dunia
yang berada di luar tata surya kita, pola yang pertama kali ditemukan terletak pada cakram
debu dan gas di sekitar bintang-bintang muda, dan para ilmuwan menduga planet-planet yang baru saja terbentuk mungkin adalah penyebabnya. Namun sebuah studi yang digelar oleh NASA justru menunjukkan kemungkinan penjelasan alternatif lain untuk
cakram debu dan gas yang sama sekali tidak melibatkan planet.
Para astronom mengamati bintang
untuk mencari beberapa tanda eksistensi planet-planet yang mengorbitnya,
seperti pada perubahan skala kecerahan dan warna cahaya bintang. Bagi bintang-bintang
muda yang kerap dikelilingi oleh cakram debu dan gas, para ilmuwan mencari pola-pola
tertentu yang menyerupai cincin, busur dan spiral, sebagai indikasi bahwa ada planet yang mengorbit.
“Kami mengeksplorasi apa yang kami anggap
sebagai pesaing alternatif utama bagi hipotesis pola cakram debu dan gas yang disebabkan oleh kehadiran planet, yaitu hipotesis debu dan gas di dalam cakram yang bertanggung jawab atas pola saat debu dan gas terkena sinar ultraviolet,” ungkap astrofisikawan Marc Kuchner dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt,
Maryland.
Para astronom menduga pola yang terlihat di cakram yang mengelilingi bintang muda, mengindikasikan kehadiran planet. Lantas, apakah tidak ada penjelasan alternatif lain? Simulasi terbaru menggunakan supercomputing cluster Discover NASA
menunjukkan bagaimana debu dan gas di dalam cakram juga dapat membentuk pola dimaksud, tanpa harus melibatkan planet. Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard
NASA
Kuchner mempresentasikan hasil penemuan terbaru studi pada hari Kamis tanggal 11 Januari 2017 saat pertemuan rutin American Astronomical Society yang diselenggarakan di Washington. Makalah studi yang melaporkan hasil studi juga telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal.
Saat menerjang butiran-butiran debu, sinar ultraviolet berenergi tinggi dari bintang akan melucuti elektron. Kemudian elektron menabarak molekul gas dan memanaskannya. Saat gas menghangat, tekanan gas meningkat dan menjebak lebih banyak debu, menghasilkan reaksi berantai yang memanaskan lebih banyak molekul gas. Bersama gaya lainnya, siklus yang disebut photoelectric instability (Pel) dapat menciptakan beberapa fitur yang sebelumnya terkait dengan kehadiran planet di cakram
puing-puing.
Kuchner bersama para kolega merancang simulasi
komputer untuk lebih memahami efek ini. Studi dipimpin oleh Alexander
Richert, mahasiswa doktoral dari Universitas Park di Pennsylvania, termasuk Wladimir Lyra, profesor astronomi dari Universitas Negeri California di Northridge dan para kolega dari Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Pasadena,
California. Simulasi dijalankan menggunakan Discover
supercomputing cluster di Pusat Simulasi Iklim NASA di Goddard.
Pada tahun 2013, Lyra dan Kuchner telah menggagas
bahwa Pel dapat menjelaskan pola cincin sempit
yang terlihat di beberapa cakram gas dan debu. Model mereka juga memprediksi beberapa pola pada cakram seperti busur atau cincin yang tidak utuh,
yang pertama kali diamati secara langsung pada tahun 2016.
“Sebagian besar ilmuwan sangat kerap memodelkan
sistem semacam ini dengan melibatkan planet, tapi jika ingin tahu seperti apa cakram tanpa
planet, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui seperti apa cakram tanpa
sebuah planet,” Richert menjelaskan.
Richert adalah penulis utama makalah studi,
yang membangun penelitian berdasarkan simulasi yang dihasilkan oleh Lyra dan Kuchner,
namun dengan memasukkan faktor baru tambahan, yaitu tekanan radiasi, sebuah gaya yang berasal dari cahaya bintang yang menghantam butiran-butiran debu.
Cahaya memberikan kekuatan fisik secara sesaat terhadap semua yang ditemuinya. Tekanan radiasi mendorong layar surya dan
membantu mengarahkan ekor komet sehingga mereka selalu menjauhi Matahari. Gaya yang sama juga dapat mendorong debu ke eksentrisitas orbit yang tinggi, bahkan meniup
beberapa butiran-butiran kecil yang seluruhnya tersisa dari cakram.
Para peneliti memodelkan bagaimana tekanan
radiasi dan Pel bekerja sama untuk memengaruhi
pergerakan debu dan gas. Mereka juga menemukan bagaimana kedua gaya mewujudkan pola yang berbeda tergantung pada sifat fisik debu dan gas.
Simulasi Pel pada
tahun 2013 mengungkap bagaimana debu dan gas berinteraksi untuk menciptakan pola
cincin dan busur, sebagaimana yang diamati di sekitar bintang HD 141569A. Setelah tekanan radiasi diinput, model simulasi pada tahun 2017 menunjukkan bagaimana
kedua faktor dapat menciptakan pola berbentuk spiral seperti yang diamati di sekitar bintang yang sama. Sementara kehadiran planet juga dapat
menyebabkan pola serupa, model terbaru ingin menunjukkan agar para ilmuwan tidak langsung menarik kesimpulan.
“Menurut Carl Sagan, klaim
luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa,” pungkas Lyra. “Saya merasa terkadang kita terlalu cepat untuk menggagas bahwa struktur yang kita lihat
(cakram puing-puing) disebabkan oleh eksistensi planet. Itulah yang saya anggap
sebagai klaim luar biasa. Kita perlu mengesampingkan hal lain sebelum mengklaim sesuatu.”
Kuchner dan para kolega akan terus memasukkan parameter lain ke dalam simulasi, seperti
turbulensi dan berbagai tipe debu dan gas. Mereka juga ingin memodelkan bagaimana semua faktor ini berkontribusi atas pembentukan
pola di sekitar berbagai tipe bintang.
Proyek citizen
science Detektif Disk yang didanai oleh NASA dipelopori oleh Kuchner, bertujuan untuk menemukan lebih banyak bintang dengan cakram puing-puing. Sejauh ini, partisipasi citizen science telah menyumbang lebih dari 2,5 juta klasifikasi cakram
potensial yang turut membantu terobosan baru dalam studi terbaru ini.
Ditulis oleh: Jeanette Kazmierczak, Pusat
Penerbangan Antariksa Goddard NASA, www.nasa.gov, editor: Rob Garner
#terimakasihgoogle
dan #terimakasihnasa
Komentar
Posting Komentar