Kunci
jawaban untuk memecahkan teka-teki adalah hujan meteor.
![]() |
Garis pendek dan terang di bagian kiri bawah adalah bagian dari hujan meteor Phoenicid pada bulan Desember 2014. HIROYUKI TODA/AOJ |
Ekspedisi sains pertama Jepang untuk meneliti Antartika sedang melintasi Samudra Hindia pada awal Desember 1956. Saat itulah, para ilmuwan di kapal ekspedisi melihat hujan meteor. Sekitar 300 meteor yang menghujani Bumi setiap jam, berasal dari wilayah langit rasi bintang Phoenix. Batu-batuan angkasa yang menyala terang saat terbakar di atmosfer ini diberi nama hujan meteor Phonenicid dan tidak terjadi hanya satu kali saja. Hujan meteor berikutnya terjadi lagi pada tahun 2014. Misteri asal usul meteor belum bisa diungkap cukup lama, namun para astronom dari Observatorium
Astronomi Nasional Jepang telah mengungkap identitas sejati mereka. Meteor-meteor tersebut adalah sisa dari sebuah komet yang terlihat pada tahun 1820.
Komet 289P/Blanpain pertama kali dilihat oleh Jean Jacques Blanpain
pada bulan November 1819. Blanpain mendeskripsikannya sebagai komet tidak berekor yang memiliki inti sangat kecil dan membingungkan. Sementara, para pengamat di Eropa melihatnya saat melintas di langit pagi hari hingga bulan Januari 1820. Orbit komet 289P/Blanpain kemudian dihitung dan diprediksi kembali terlihat dari Bumi sekitar lima tahun yang akan datang, tapi ia tidak pernah muncul kembali.
Nasib
komet 289P/Blanpain menjadi sedikit lebih jelas. Pada tahun 2005, para
ilmuwan menentukan bahwa sebuah asteroid yang ditemukan pada tahun
2003 (asteroid WY25), mengikuti jalur orbit komet 289P/Blanpain yang telah lama menghilang. Asteroid WY25 diprediksi sebagai "mantan" komet 289P/Blanpain yang telah kehilangan sebagian besar material es, debu dan gas, karena setiap kali Bumi mengorbit melewati
jejak debu yang ditinggalkan oleh komet, hujan meteor Phoenicid selalu menerangi
langit malam.
Dengan
pemikiran ini, pada tahun 2010 para ilmuwan Jepang kemudian menghitung perkiraan waktu beberapa hujan meteor Phoenicid di masa depan, termasuk hujan meteor tahun 2014.
Kini, sebuah studi terbaru telah secara formal membandingkan perkiraan hujan meteor tahun 2010
dengan observasi tahun 2014. Rekaman selang waktu antara tahun 2010 hingga
2014 dari Sandy Point di Carolina Utara, menunjukkan banyak pesawat terbang yang melintasi langit malam, termasuk beberapa
meteor.
Lintasan
meteor sesuai dengan simulasi jejak debu komet, yang memperkuat hubungan
antara komet dan hujan meteor. Tapi para ilmuwan hanya melihat sekitar 10
persen meteor dari yang mereka harapkan. Berarti material es, debu dan gas tampaknya tertinggal di sepanjang jalur orbit komet 289P/Blanpain, mengindikasikan transisi komet menjadi asteroid terjadi lebih cepat daripada yang diperkirakan. Hujan meteor Phoenicid berikutnya akan terjadi pada bulan Desember 2019, dan para ilmuwan akan kembali melakukan investigasi intens untuk mengungkap kasus misterius menghilangnya komet 289P/Blanpain.
Ditulis
oleh: Kelsey Kennedy, atlasobscura.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar