Menatap
sejauh 300 juta tahun cahaya ke arah sebuah "kota raksasa galaktik", para astronom memanfaatkan Teleskop Antariksa Hubble NASA untuk melakukan sensus komprehensif terhadap beberapa "komunitas warga kota" yang berukuran paling kecil. Hasilnya adalah 22.426
gugus bintang globular.
Survei
yang dipublikasikan di Astrophysical
Journal edisi 9/11/18, memungkinkan para astronom untuk memetakan distribusi materi dan materi
gelap di Gugus Galaksi Coma, yang tersusun atas 1.000 galaksi lebih, menggunakan gugus bintang globular.
Selain ukurannya yang jauh lebih kecil dan jumlahnya yang jauh lebih berlimpah
daripada galaksi, gugus bintang globular dapat dijadikan ‘sidik jari’
untuk mengungkap bagaimana jalinan ruang terdistorsi oleh gaya gravitasi Gugus Galaksi Coma. Faktanya, Coma adalah salah satu lokasi pertama pengamatan anomali gravitasi yang mengindikasikan sejumlah
besar massa tak kasat mata di alam semesta, yang kemudian disebut “materi
gelap”.
Di
antara para penghuni pertama kosmos, gugus bintang globular adalah
pulau-pulau menyerupai bola yang disusun oleh ratusan ribu bintang purba. Mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari kelahiran dan evolusi
galaksi. Sekitar 150 gugus bintang globular telah ditemukan mengitari galaksi Bima
Sakti kita. Karena mengandung bintang-bintang tertua di alam semesta, berarti mereka juga telah eksis selama tahun-tahun awal pembentukan galaksi.
Beberapa
gugus bintang globular Bima Sakti terlihat oleh mata telanjang sebagai “bintang”
yang redup. Tetapi gugus bintang globular di Coma, hanya terlihat sebagai
titik-titik cahaya meskipun diamati menggunakan visi super tajam Hubble.
Survei berhasil menemukan gugus bintang globular yang tersebar di ruang antargalaksi. Mereka telah terusir dari galaksi induk masing-masing karena interaksi
gaya pasang surut gravitasi antar galaksi di tengah kepadatan gugus. Hubble mengungkap beberapa gugus bintang
globular yang berjajar dan membentuk pola seperti sebuah jembatan. Inilah bukti
nyata interaksi gaya gravitasi antar galaksi yang menarik satu
sama lain.
Astronom Juan Madrid dari Fasilitas Nasional Teleskop Australia di
Sydney, Australia, adalah ilmuwan pertama yang memikirkan distribusi gugus bintang
globular bola di Coma. Setelah menganalisis gambar Hubble, Madrid menemukan gugus bintang globular memanjang sampai ke tepi setiap gambar galaksi penghuni Coma.
Dia
menantikan lebih banyak data dari salah satu survei warisan Hubble yang
didesain untuk memperoleh data dari seluruh Gugus Galaksi Coma, Coma Cluster Treasury Survey. Namun, pada
tahun 2006, Advanced Camera for Surveys
(ACS) Hubble mengalami kerusakan elektronik. ACS kemudian diperbaiki oleh para astronot
selama misi servis Hubble pada tahun 2009.
Untuk
mengisi celah selama survei, Madrid memimpin tim ilmuwan untuk menyusun koleksi gambar Gugus Galaksi Coma yang telah diambil
oleh Hubble dari arsip data yang disimpan di Mikulski Archive for Space Telescopes, Baltimore, Maryland, demi mosaik di wilayah pusat gugus galaksi.
Tim
mengembangkan algoritma untuk menyaring gambar mosaik Coma yang mengandung
setidaknya 100.000 sumber potensial. Program ini menggunakan warna (didominasi
oleh cahaya bintang merah berusia tua) dan struktur menyerupai bola dari gugus bintang
globular untuk mengeliminasi objek yang tidak diinginkan (sebagian besar
adalah galaksi di latar belakang yang tidak terkait dengan Coma).
Meskipun
Hubble memiliki detektor dengan sensitivitas dan resolusi yang tak tertandingi,
kelemahan utamanya terletak pada bidang pandang yang sempit. “Salah satu aspek terbaik
dari studi adalah kesaktian sains, yang dapat dicapai oleh Wide Field Infrared Survey Telescope
(WFIRST) NASA di masa depan, karena bidang pandang WFIRST jauh lebih luas daripada
Hubble,” pungkas Madrid. “Kami dapat menyusun gambar seluruh gugus galaksi sekaligus.”
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Karl Hille
Komentar
Posting Komentar