Kredit: Zolt Levay (STScI) |
Menembus
jantung gugus bintang globular dengan visi tajamnya, Teleskop Antariksa Hubble
NASA telah mengumpulkan petunjuk tentang populasi objek astronomi seukuran
planet yang aneh dan tak terduga.
Dalam
hasil studi yang dipublikasikan di Nature (jurnal sains internasional), Kailash
Sahu dari Space Telescope Science
Institute di Baltimore Maryland, bersama para kolega, melaporkan enam fenomena pelensaan
mikro yang tidak biasa di dalam gugus bintang globular Messier 22.
Pelensaan
mikro terjadi ketika sebuah bintang latar depan secara sesaat mencerahkan objek
yang melintas di depannya. Objek tidak biasa yang diduga menjadi penyebab
pelensaan mikro terlalu redup untuk dilihat secara langsung, hanya bisa terdeteksi
melalui medan gravitasi masif bintang latar belakang yang berada di tonjolan
pusat galaksi Bima Sakti. Metode pelensaan mikro juga telah
diterapkan untuk mencari objek bermassa rendah di cakram dan lingkaran Bima
Sakti, tetapi visi tajam Hubble sangat penting untuk menyelidiki wilayah terdalam Messier 22 secara lebih mendetail.
Dari
tanggal 22 Februari hingga 15 Juni 1999, tim telah memantau sekitar 83.000 bintang dan mendeteksi satu sinyal pelensaan mikro yang disebabkan
oleh bintang katai dengan massa sekitar sepersepuluh
Matahari kita. Pelensaan gravitasi menyebabkan bintang latar belakang tampak 10
kali lebih terang selama 18 hari.
Selain
itu, tim juga mencatat enam fenomena singkat pelensaan gravitasi tak terduga yang dianggap lebih menarik, yaitu peningkatan skala kecerahan sebanyak
dua faktor selama sekitar 20 jam sebelum kembali normal. Deteksi ini
mengindikasikan ukuran objek pelensaan mikro harus jauh lebih kecil daripada bintang.
Mereka
diduga adalah planet pengembara yang secara gravitasi terpisah dari bintang induk dan
berkeliaran di dalam gugus atau planet “yatim” tanpa bintang. Hasil
studi memang sangat mengejutkan, namun tim mengingatkan observasi harus dikonfirmasi oleh studi tindak lanjut. Jika diverifikasi, penemuan ini berpotensi menghasilkan wawasan baru tentang bagaimana bintang dan
planet terbentuk di alam semesta awal.
Ilustrasi Kredit: Ann Feild (STScI) |
“Ketajaman
mumpuni Hubble memungkinkan kami untuk melakukan jenis pengamatan baru yang luar
biasa ini, sekaligus menunjukkan kemampuan kami untuk melihat benda-benda langit yang
sangat kecil,” ungkap Sahu. “Temuan ini berpotensi untuk ditindaklanjuti.”
“Karena
kita tahu gugus bintang globular seperti Messier 22 sudah sangat tua, hasil kami membuka peluang baru bagi studi objek mirip planet yang terbentuk di alam
semesta awal,” tambah rekan penulis makalah ilmiah Nino Panagia dari Badan
Antariksa Eropa (ESA) dan Space Telescope Science Institute (STScI).
“Observasi awal ini menunjukkan bagaimana metode pelensaan gravitasi kami berfungsi dengan
baik,” kata rekan penulis makalah ilmiah Mario Livio dari STScI.
Karena fenomena pelensaan mikro berlangsung singkat, tidak dapat diprediksi dan
jarang terjadi, tim meningkatkan peluang deteksi dengan melihat banyak
bintang sekaligus, sama seperti membeli beberapa tiket lotere sekaligus. Sebagian
besar metode pelensaan mikro diarahkan ke tonjolan pusat galaksi Bima Sakti
atau ke arah galaksi Awan Magellan Besar dan Kecil, wilayah konsentrasi terpadat bintang yang dapat diamati di langit. Secara umum survei ini mencakup bidang langit yang
lebih besar dari ukuran Bulan purnama untuk mencari objek latar depan yang
terletak di antara kita dan populasi bintang latar belakang.
Tim memanfaatkan keunggulan resolusi tajam Hubble dan bidang
pandang sempit untuk mengarahkan teleskop melalui pusat gugus
bintang globular yang terletak di antara Bumi dan tonjolan galaksi. Cara ini memberikan
tim ilmuwan wilayah yang sangat padat dengan bintang untuk menemukan objek latar depan
bermassa rendah menggunakan bintang latar belakang untuk dijadikan lensa. Hanya
resolusi tajam Hubble yang mampu menembus kepadatan pusat gugus dan mengamati bintang-bintang yang terletak lebih jauh lagi di tonjolan galaksi. Karena
objek yang dijadikan lensa adalah bagian dari gugus, tim juga mempunyai perhitungan kecepatan dan jarak yang akurat (8.500 tahun cahaya).
Dalam fenomena pelensaan normal, skala kecerahan bintang latar belakang meningkat dan menurun tergantung pada massa objek pelensa. Fenomena singkat
yang dilihat oleh tim lebih pendek daripada interval observasi Hubble yang mengarah
ke batas perkiraan maksimum massa objek sekitar seperempat massa Jupiter.
Untuk
mengkonfirmasi hasil studi, tim berencana untuk terus memantau
pusat gugus bintang globular selama interval tujuh hari. Mereka berharap dapat mendeteksi 10-25 sinyal pelensaan mikro durasi pendek, yang dirasa cukup untuk menjadi sampel yang menghasilkan pengukuran secara langsung terhadap massa objek yang sebenarnya.
Pelensaan Mikro Gravitasi,
Mencari Cahaya di Kegelapan
Kredit: NASA |
Lebih
dari 60 tahun yang lalu, Albert Einstein memprediksi gravitasi benda langit
dapat bertindak layaknya kaca pembesar raksasa alami yang menekuk cahaya dari
objek yang berada lebih jauh di belakangnya.
Tapi Einstein menolak gagasannya sendiri itu sebagai sebuah teori dengan mengatakan “tidak
ada harapan untuk mengamati fenomena seperti itu secara langsung,” karena peluang
mengamatinya di galaksi Bima Sakti kita hanya satu banding sejuta.
Hanya
dalam beberapa dekade, jajaran teleskop canggih telah memungkinkan para
ilmuwan pada akhir tahun 1980-an untuk mulai memanfaatkan fenomena alam yang disebut (pelensaan mikro gravitasi).
Para astronom menerapkan teknik deteksi pelensaan mikro untuk mengumpulkan
petunjuk dari objek tidak dapat diamati secara langsung, seperti menemukan material dan benda langit yang tak kasat mata, mulai dari materi gelap,
eksoplanet, hingga lubang hitam bermassa bintang yang berkeliaran di ruang
angkasa.
Dan sekarang, untuk pertama kalinya sebuah teleskop diarahkan untuk menembus inti padat gugus bintang globular yang dihuni oleh 10 juta bintang demi deteksi sinyal pelensaan mikro. Para
astronom menggunakan Teleskop Antariksa Hubble NASA untuk mencari objek astronomi
kurang masif yang tak kasat mata, seperti planet atau “bintang gagal” yang
disebut katai coklat, di inti gugus bintang globular Messier 22. (Katai coklat 80 kali lebih masif daripada Jupiter, dan disebut
bintang gagal karena tidak memiliki cukup kandungan hidrogen di bagian inti untuk bersinar layaknya bintang sejati.)
Cara kerja
pelensaan mikro!
Saat melintas di depan bintang latar belakang, benda langit tak kasat mata bertindak seperti lensa yang secara gravitasi menekuk cahaya bintang dan menciptakan dua gambar terpisah bintang latar belakang. Bahkan
Hubble tidak mampu mengatasi dua gambar ini, karena sudut kelengkungannya sekitar
100 kali lebih kecil daripada resolusi sudut teleskop. Tetapi gaya gravitasi objek memperkuat
cahaya bintang dan meneranginya saat melintas di depan bintang.
Dalam observasi Hubble, sebagian besar bintang latar belakang berada di tonjolan
pusat galaksi Bima Sakti kita. Hubble memantau 83.000 bintang setiap tiga hari
selama hampir empat bulan. Ribuan bintang berada di dekat inti gugus yang sangat padat, sehingga hanya mata tajam Hubble yang mampu mengatasinya. Memantau
bintang-bintang di pusat tonjolan, Hubble mendeteksi enam “objek misterius” di dalam
gugus yang memperkuat cahaya dari bintang-bintang latar belakang itu.
Dalam
setiap fenomena pelensaan mikro, skala kecerahan bintang latar belakang melonjak kurang dari 20 jam sebelum kembali normal. Gerhana singkat ini mengindikasikan ukuranbenda langit tak kasat mata itu seharusnya jauh lebih kecil daripada bintang, mungkin hanya
80 kali massa Bumi. Objek sekecil itu tidak pernah terdeteksi dengan observasi pelensaan mikro.
Para
astronom menentukan benda-benda langit misterius itu terkatung-katung di dalam
gugus dan tidak mengorbit bintang. Jika mengorbit bintang, maka mereka akan diselimuti cahaya bintang induk dan tidak akan pernah ditemukan.
Hubble
juga menemukan sinyal pelensaan mikro lainnya di dalam gugus, yaitu transit
dari sebuah bintang katai yang melintas di depan bintang latar belakang dalam waktu 18 hari.
Dari fenomena pelensaan mikro ini, para astronom dapat memperkirakan massa benda tak kasat mata berdasarkan durasi gerhana dan skala kecerahan cahaya
latar latar belakang. Sebagai contoh, katai coklat yang 80 kali lebih masif daripada Jupiter akan transit di bintang latar belakang sekitar 15 hari, sedangkan benda
bermassa Jupiter hanya sekitar 1,5 hari.
Ditulis
oleh: Staf hubblesite.org
Komentar
Posting Komentar