Langsung ke konten utama

Menaklukkan Titan dengan Octocopter Quad Nuclear Dragonfly

Dragonfly besutan Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins (JHU-APL) dipilih oleh NASA untuk misi ke Titan pada tahun 2020-an.

menaklukkan-titan-dengan-octocopter-quad-nuclear-dragonfly-informasi-astronomi
Ilustrasi quad octocopter Dragonfly yang dirancang oleh JHU-APL.
Kredit gambar: JHU APL

Pada bulan Desember, NASA telah mengumumkan dua konsep finalis misi robotik yang akan diluncurkan pada pertengahan tahun 2020-an. Pertama adalah Comet Astrobiology Exploration Sample Return (CAESAR) yang akan mengirim pesawat antariksa untuk mengumpulkan sampel nukleus komet dan membawanya kembali ke Bumi. Sementara finalis kedua adalah misi Dragonfly besutan Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins (JHU-APL), wahana antariksa quad octocopter yang akan menjelajahi Titan, bulan terbesar Saturnus.

Dalam konsep utama misi, Dragonfly adalah rover udara yang bisa menjangkau banyak wilayah di Titan.

Misi Dragonfly dianggap berisiko, karena kita juga kerap menyaksikan banyak drone canggih yang jatuh, rusak gagal mendarat atau mengalami kesalahan teknis. Mengirim robot terbang (drone) yang sepenuhnya otonom ke dunia asing yang terletak lebih dari satu miliar kilometer dan berharap agar drone tetap bisa beroperasi selama beberapa tahun tanpa campur tangan manusia, terdengar sangat ambisius.

Jadi, IEEE Spectrum mengunjungi APL untuk melihat apa yang sedang mereka kerjakan.

Titan dianggap sebagai tempat paling menarik di tata surya untuk dikunjungi, karena dalam beberapa hal memiliki kemiripan dengan Bumi. Suhu di permukaan sangat dingin, rata-rata 94 derajat Kelvin. Atmosfernya tebal (empat kali lebih tebal daripada Bumi), komposisi utama terdiri dari nitrogen dan metana. Gaya gravitasi Titan hanya 1/7 gravitasi Bumi. Tapi yang paling menarik dari Titan adalah siklus metana seperti siklus air Bumi. Metana cair membentuk danau dan sungai, awan dan hujan, termasuk senyawa organik yang menobatkan Titan sebagai tempat terbaik untuk mencari bentuk kehidupan sangat primitif (dan sangat aneh).

Misi pesawat antariksa Cassini NASA ke planet Saturnus juga memuat probe kecil Huygens, yang dikerahkan ke permukaan Titan pada bulan Januari 2005. Misi utama Huygens adalah untuk mengukur kondisi atmosfer. Huygens berhasil mendarat di permukaan Titan selama lebih dari satu jam dan mengirim gambar permukaan Titan.

Mempertimbangkan bagaimana permukaan Titan dapat dieksplorasi, karakteristik eksotis Titan memberikan lebih banyak pilihan kreatif daripada planet seperti Mars. Secara khusus, rendahnya gaya gravitasi dan tingginya kepadatan atmosfer, adalah dua faktor kunci yang menopang operasi penerbangan di Titan dan memungkinakn Dragonfly untuk mengunjungi lebih banyak tempat dengan lebih cepat daripada pendarat stasioner atau rover (penjelajah darat).

Di masa lalu, NASA telah mempertimbangkan wahana seperti helikopter, balon udara dan pesawat terbang, tetapi selama satu dekade terakhir, pesawat tanpa awak multirotor telah menjadi standar untuk penerbangan robotik otonom andal yang dapat bermanuver. Menurut APL, Titan sebenarnya adalah “tempat termudah di tata surya untuk menerbangkan quadcopter.”

menaklukkan-titan-dengan-octocopter-quad-nuclear-dragonfly-informasi-astronomi
Gambar permukaan Titan yang diabadikan oleh probe Huygens.
Kredit gambar: ESA/NASA/JPL/Universitas Arizona

“Quad octocopter” seberat 300 kilogram adalah desain utama Dragonfly, yang dipersenjatai dengan motor dan penggandaan jumlah baling-baling. Sebenarnya, octocopter konvensional dengan delapan baling-baling terpisah akan lebih efisien. Tapi, Dragonfly harus ditempatkan di dalam hypersonic aeroshell terlebih dahulu untuk diterbangkan ke Titan. Quad octocopter juga tidak terlalu banyak memakan ruang, berarti tetap bisa mempertahankan jumlah redundansi secara efisien.

Alasan mengapa ukurannya relatif cukup besar, karena memang Dragonfly harus membawa sumber dayanya sendiri. Jarak Titan cukup jauh dari Matahari sehingga tenaga surya tidak bisa digunakan, jadi Dragonfly mengandalkan jenis sistem sumber daya sebagaimana yang digunakan oleh rover Curiosity di Mars, yaitu radioisotope thermoelectric generator (RTG) pengubah panas dari plutonium-238 menjadi listrik. RTG dapat beroperasi selama beberapa dekade dan sangat efektif diterapkan untuk misi antariksa karena “limbah” panas yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan untuk menjaga instrumen tetap hangat.

Dengan begitu, RTG tak sekadar menghasilkan daya untuk menjaga Dragonfly tetap mengudara, namun RTG akan terus mengisi baterai. Sistem otonom Dragonfly selanjutnya akan secara otomatis menghemat energi untuk penerbangan, termasuk mengirim data ke Bumi atau melakukan eksperimen sains. Satu hari di Titan berlalu selama 16 hari Bumi, siang dan malam adalah delapan hari Bumi, jadi saat gelap, Dragonfly akan memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan pengisian ulang baterai.

Berbeda dengan rover Mars yang menghabiskan banyak waktu dengan terus bergerak, Dragonfly justru akan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan diam untuk melakukan eksperimen, mentransmisikan data dan mengisi daya. Dragonfly lebih tepat disebut sebuah “relocatable lander” dan bukan pesawat terbang yang terus mengudara.

Muatan instrumen sains mencakup spektrometer massa, sinar gamma dan spektrometer neutron, perangkat geofisika dan meteorologi, serta instrumen kamera canggih. Pengebor di penopang roda pendarat Dragonfly akan mengumpulkan sampel permukaan dan antena pemancar yang bisa dilipat berarti Dragonfly tidak membutuhkan pengorbit untuk transmisi data.

menaklukkan-titan-dengan-octocopter-quad-nuclear-dragonfly-informasi-astronomi
Ilustrasi pendaratan pertama Dragonfly di Titan.
Kredit: JHU-APL

Meskipun bisa melakukan uji coba sains berharga di permukaan Titan dengan aman, inti misi Dragonfly adalah bisa terbang. Hanya dalam waktu satu jam, Dragonfly mampu menempuh perjalanan lebih jauh daripada yang bisa dilakukan sebuah rover Mars dalam satu dekade. Semuanya itu bisa dilakukan dengan aman, tanpa risiko yang berarti.

Selama durasi misi satu atau dua tahun, Dragonfly akan mengeksplorasi sejumlah besar permukaan Titan secara terperinci. Tidak seperti wahana antariksa selama ini yang harus didaratkan dengan parasut untuk mencapai permukaan, Dragonfly akan terbang sendiri dan akan memindai medan sebelum memilih lokasi pendaratan teraman. Area pendaratan pertama kemungkinan berada di bukit pasir luas yang berdasarkan citra radar cenderung datar.

Dari titik pendaratan awal, Dragonfly dapat melakukan perjalanan udara singkat untuk menjelajahi permukaan dari udara. Bagian yang sangat menarik dari misi adalah ketika Dragonfly mendarat di tempat-tempat penelitian baru.

Berikut konsep APL untuk meminimalisir risiko misi Dragonfly: 
  • Zona pendaratan kedua (B) diidentifikasi dengan analisis pencitraan pada jarak setidaknya sepertiga jarak antara zona pendaratan A ke B.
  • Dragonfly memindai zona pendaratan B untuk mengetahui medan, mengambil gambar dan kembali ke lokasi pendaratan pertama (A). Analisis berdasarkan data sensor akan mengkonfirmasi lokasi-lokasi aman di zona B, atau jika tidak ada lokasi yang dianggap aman, maka Dragonfly akan mengulangi langkah 1.
  • Kandidat zona pendaratan ketiga (C) diidentifikasi dengan analisis pencitraan pada jarak setidaknya duapertiga jarak antara zona pendaratan A ke C.
  • Dragonfly memindai zona pendaratan C tapi mendarat di zona pendaratan B. 
Dengan cara ini, Dragonfly tak perlu mendarat di lokasi yang tingkat risikonya belum dianalisis. Meskipun membutuhkan waktu lama, pendekatan konservatif seperti ini memungkinkan Dragonfly untuk menganalisis medan berat yang mungkin terkait dengan target ilmiah menarik (misalnya fitur cryovolcanic atau lelehan lapisan dampak tempat air cair diperkirakan pernah berinteraksi dengan unsur organik Titan).

menaklukkan-titan-dengan-octocopter-quad-nuclear-dragonfly-informasi-astronomi
Ilustrasi yang menunjukkan jalur penerbangan Dragonfly untuk mencari lokasi pendaratan baru.
Kredit gambar: JHU APL

Jangkauan maksimum Dragonfly sekitar 60 kilometer, didukung baterai yang mampu menerbangkannya selama dua jam dengan kecepatan optimal sekitar 10 meter per detik. Selain penerbangan jarak jauh, Dragonfly juga bisa bergerak beberapa meter dengan cara “menyeret” permukaan, sekaligus untuk memperbaiki posisi sensor. Dengan begitu banyaknya aktivitas sains yang mampu dilakukan Dragonfly, faktor mobilitas membuatnya begitu kompetitif dibandingkan rover tradisonal.

IEEE Spectrum juga mewawancarai Ralph Lorenz, desainer dan ilmuwan misi Dragonfly dari APL.

IEEE Spectrum: “Seperti apa kondisi terbang di Titan (relatif terhadap Bumi) dan bagaimana tercermin dalam desain Dragonfly? Seperti apa perbedaan pengoperasian rotorcraft di Bumi dan Titan?”

Ralph Lorenz: “Atmosfer Titan empat kali lebih padat daripada atmosfer kita dan gravitasinya tujuh kali lebih kecil. Kedua faktor ini justru sangat memudahkan penerbangan. Sebenarnya desain aerodinamis Dragonfly tidak jauh berbeda dari “quadcopter taxi” yang telah diuji coba di Bumi, tetapi gaya untuk motor jauh lebih sedikit untuk Dragonfly karena kedua faktor ini. Atmosfer yang lebih padat, berarti kami harus memilih bagian sayap yang sedikit berbeda untuk rotor (seperti yang digunakan pada turbin angin). [Dalam hal penerbangan] pada dasarnya akan terlihat sama [seperti di Bumi], kecuali segala sesuatu akan terlihat bergerak lebih lambat karena gaya gravitasi yang lebih rendah.”

“Bagaimana Dragonfly lepas landas, melakukan navigasi dan mendarat secara otonom? Jenis sensor apa yang akan digunakan?”

“Kita tidak bisa membahas terlalu mendetail tentang hal ini, tetapi lidar (light radar) dan radar telah diterapkan pada drone terestrial dan pendarat misi antarplanet. Pada tahap pertama, para ilmuwan akan memandu Dragonfly untuk menuju lokasi tertentu dan mereka harus menemukan tempat datar di area yang dituju. Dragonfly selalu bisa terbang kembali ke tempat pendaratan pertama yang lebih aman.”

“Bisakah Anda menggambarkan eksperimen perangkat keras dan bagaimana mengujinya di Bumi?”

“Kami menggunakan uji coba model secara menyeluruh dan memvalidasi dinamika model numerik dengan itu.”

“Kemajuan teknologi seperti apa yang meyakinkan Anda bahwa Dragonfly bisa diandalkan?”

“Revolusi drone.”

menaklukkan-titan-dengan-octocopter-quad-nuclear-dragonfly-informasi-astronomi
Replika Dragonfly, sekitar separuh ukuran Dragonfly yang sebenarnya, sedang menjalani uji coba penerbangan di Penn State.

Karena Dragonfly masih terus dikembangkan secara aktif dan kompetitif, Lorenz tidak bisa menjawab semua pertanyaan kami sedetail mungkin. Misalnya, ketika kami sangat ingin tahu mengapa Dragonfly menggunakan desain rotor terbuka. Mengingat misi ini beresiko tinggi dan beberapa risiko sebenarnya masih bisa diminimalisir. Jika Dragonfly memiliki beberapa fitur perlindungan serupa dengan jenis-jenis drone yang dipelopori EPFL dan Flyability, sepertinya akan membantu Dragonfly untuk mendarat dengan aman.

Tim misi Dragonfly mungkin yakin dengan metode mereka, tetapi misi ke Titan menelan biaya sekitar satu miliar dolar dengan durasi misi puluhan tahun. Bukan paranoid, karena memang sebagian besar misi yang digelar NASA agak ‘gila’. Mengirim rover seukuran Volkswagen untuk menjelajah Mars dan mereka berhasil melakukannya.

NASA telah memilih misi Dragonfly. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, Dragonfly akan meluncur sebelum akhir tahun 2025, dan akan tiba di Titan pertengahan tahun 2030-an.

Ditulis oleh: Evan Ackerman, spectrum.ieee.org


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang