Menggunakan
Teleskop Antariksa Hubble NASA, satu tim astronom berhasil mengukur laju
ekspansi alam semesta menggunakan teknik yang sepenuhnya independen dari
metode-metode sebelumnya.
Mengetahui
seberapa cepat alam semesta mengembang dianggap penting untuk menentukan usia,
ukuran dan nasib seluruh kosmos. Upaya untuk mengungkap misteri ini telah
menjadi salah satu tantangan terbesar dalam bidang astrofisika selama beberapa
tahun terakhir. Studi terbaru menambah bukti yang memperkuat gagasan bahwa
diperlukan teori baru untuk menjelaskan apa yang ditemukan oleh para ilmuwan.
Hasil
studi justru memperlebar selisih perhitungan tingkat ekspansi kosmos (Konstanta Hubble) yang dihitung dari pengukuran alam semesta lokal dan tingkat
ekspansi yang diperkirakan dari radiasi latar belakang di alam semesta awal,
masa sebelum ada galaksi dan bintang.
Nilai
terbaru adalah pengukuran Konstanta Hubble paling akurat menggunakan metode
pelensaan gravitasi, yakni gaya gravitasi galaksi latar depan yang bertindak
seperti lensa pembesar raksasa yang memperkuat dan mendistorsi cahaya dari
objek latar belakang. Studi terbaru tidak bergantung pada teknik konvensional
“tangga jarak kosmik” untuk mengukur jarak ke galaksi secara akurat menggunakan
berbagai tipe bintang sebagai “penanda jarak”. Sebaliknya, para peneliti
menggunakan fisika eksotis dari pelensaan gravitasi untuk menghitung tingkat
ekspansi kosmos.
Tim
astronom tergabung dalam H0LiCOW (H0
Lenses in COSMOGRAIL's Wellspring).
COSMOGRAIL adalah singkatan dari Cosmological
Monitoring of Gravitational Lenses, sebuah proyek internasional untuk
memantau lensa gravitasi. Sedangkan “wellspring”
mengacu pada pasokan berlimpah sistem pelensaan quasar.
Tim
memperoleh nilai Konstanta Hubble melalui teknik observasi pengamatan dan
analisis yang telah disempurnakan selama dua dekade terakhir.
H0LiCOW
dan pengukuran terbaru lainnya menyimpulkan akselerasi laju ekspansi di alam semesta lokal dibandingkan pengukuran satelit Planck milik Badan
Antariksa Eropa (ESA) tentang bagaimana kosmos berperilaku lebih dari 13 miliar
tahun yang lalu.
Jurang
antara kedua nilai Konstanta Hubble memiliki implikasi penting untuk memahami
parameter fisik fundamental alam semesta dan mungkin memerlukan fisika baru
untuk menjelaskan selisih.
“Jika
hasil ini tidak disetujui, justru akan menjadi petunjuk agar kita sepenuhnya
memahami bagaimana materi dan energi berevolusi dari waktu ke waktu, terutama
di masa-masa awal alam semesta,” kata Sherry Suyu, penanggung jawab tim H0LiCOW
dari Max Planck Institute for
Astrophysics di Jerman, the Technical
University of Munich, dan the
Academia Sinica Institute of Astronomy and Astrophysics di Taipei, Taiwan.
Quasar Pelensaan Gravitasi
Tim
H0LiCOW menggunakan Hubble untuk mengamati cahaya dari enam quasar di alam
semesta jauh. Quasar adalah objek paling terang di alam semesta yang dihasilkan
oleh lubang hitam supermasif di pusat galaksi. Quasar dianggap sebagai objek
latar belakang paling ideal karena berbagai alasan; misalnya, mereka sangat
jauh, sangat terang dan tersebar di seluruh langit. Teleskop mengamati
bagaimana cahaya dari masing-masing quasar dilipatgandakan menjadi empat gambar
oleh gravitasi masif galaksi latar depan. Galaksi yang dipelajari terletak antara 3 miliar hingga 6,5 miliar tahun cahaya, sedangkan jarak rata-rata
quasar sekitar 5,5 miliar tahun cahaya dari Bumi.
Emisi
cahaya dari setiap gambar quasar pelensaan gravitasi mengambil jalur yang
sedikit berbeda melalui kosmos untuk mencapai Bumi. Panjang jalur tergantung
pada jumlah materi yang mendistorsi ruang sepanjang garis pandang ke quasar.
Untuk melacak setiap jalur, para astronom memantau kerlip cahaya quasar saat
lubang hitam menelan material. Saat cahaya berkedip, setiap gambar lensa
menjadi lebih cerah pada waktu yang berbeda.
Urutan
kerlip cahaya quasar memungkinkan para astronom untuk mengukur jeda waktu
antara setiap gambar saat cahaya lensa merambat di sepanjang lintasannya ke
Bumi. Untuk sepenuhnya memahami jeda waktu, tim terlebih dahulu menggunakan
Hubble untuk membuat peta distribusi materi di setiap galaksi latar depan. Para
astronom kemudian bisa dengan akurat menyimpulkan jarak dari Bumi ke galaksi,
lalu ke quasar. Melalui perbandingan jarak ini, para peneliti mengukur tingkat
ekspansi alam semesta.
“Panjang
setiap jeda waktu menunjukkan seberapa cepat ekspansi alam semesta,” jelas
penulis utama makalah ilmiah Kenneth Wong dari University of Tokyo's Kavli Institute for the Physics and Mathematics
of the Universe. “Jika jeda waktu lebih pendek, maka alam semesta
mengembang lebih cepat. Jika lebih lama, maka laju ekspansi lebih lambat.”
Analog
proses jeda waktu sama seperti empat buah kereta api yang meninggalkan stasiun
secara serentak dengan kecepatan yang sama untuk mencapai satu tujuan. Namun setiap kereta tiba di tempat tujuan pada waktu yang berbeda, karena
setiap kereta melalui rute yang berbeda dan jarak setiap rute tidak sama.
Beberapa kereta melewati bukit, yang lain melewati lembah, dan yang lain
menempuh jalur di sekitar gunung. Dari waktu kedatangan yang bervariasi, dapat
disimpulkan bahwa setiap kereta menempuh jarak yang berbeda untuk mencapai
stasiun yang sama. Demikian pula, pola kerlip quasar tidak muncul pada saat
yang sama karena perjalanan beberapa cahaya tertunda di sekitar distorsi yang
diciptakan oleh gravitasi galaksi pengintervensi.
Selisih Nilai Konstanta
Hubble
Tim
memperoleh hasil 73 kilometer per detik per megaparsec (dengan margin error
2,4%) untuk nilai Konstanta Hubble. Berarti untuk setiap 3,3 juta tahun cahaya
jarak galaksi dari Bumi, cahaya merambat 73 kilometer per detik lebih cepat
karena ekspansi alam semesta.
Pengukuran
tim juga mendekati nilai konstanta Hubble 74 km/detik/megaparsec oleh tim Supernova H0 for the Equation of State
(SH0ES) yang menerapkan metode tangga jarak kosmik. Pengukuran SH0ES diperoleh
berdasarkan pengukuran jarak ke galaksi yang berada lebih dekat dan lebih jauh
dari Bumi menggunakan bintang variabel Cepheid dan supernova sebagai tongkat
pengukur ke galaksi.
Nilai
konstanta Hubble yang dihitung SH0ES dan H0LiCOW secara signifikan berbeda dari
perhitungan Plank yang jatuh pada angka 67 km/detik/megaparsec, semakin
memperlebar selisih antara pengukuran Konstanta Hubble dari alam semesta modern
dan nilai prediksi berdasarkan observasi alam semesta awal.
“Salah
satu tantangan yang harus kami atasi adalah program pemantauan khusus melalui
COSMOGRAIL untuk memperoleh jeda waktu beberapa sistem pelensaan quasar ini,”
ungkap Frédéric Courbin, penanggung jawab proyek COSMOGRAIL dari Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne.
Suyu
menambahkan: “Pada saat yang sama, teknik baru pemodelan massa dikembangkan
untuk mengukur distribusi materi galaksi, termasuk model yang kami rancang
untuk menggunakan pencitraan resolusi tinggi Hubble. Gambar-gambar Hubble
memperbolehkan kami untuk merekonstruksi, misalnya, galaksi induk
quasar.Gambar-gambar ini beserta tambahan gambar dalam bidang pandang yang
lebih luas dari jajaran teleskop berbasis darat, juga memungkinkan kami untuk
mengkarakterisasi lingkungan sistem pelensaan yang memengaruhi distorsi emisi
cahaya. Teknik baru pemodelan massa dikombinasikan dengan jeda waktu, membantu
kami untuk mengukur jarak galaksi secara akurat.”
Dibentuk
sejak tahun 2012, tim H0LiCOW sekarang memiliki gambar-gambar Hubble dan
informasi jeda waktu dari 10 pelensaan gravitasi quasar dan galaksi-galaksi
pengintervensi. Tim akan terus mencari dan menindaklanjuti quasar pelensaan
gravitasi baru bekerja sama dengan para peneliti dari dua program baru. Salah
satu program, yang disebut STRID (Strong-lensing
Insights into Dark Energy Survey), sedang mencari sistem quasar pelensaan
baru. Program kedua yang disebut SHARP (Strong-lensing
at High Angular Resolution Program), menggunakan optik adaptif Teleskop
W.M. Keck untuk mencitrakan sistem pelensaan. Tujuan yang ingin dicapai tim
adalah untuk mengamati 30 sistem quasar lensa tambahan sehingga mengurangi
margin error dari 2,4% menjadi 1%.
Adapun Teleskop Antariksa James Webb besutan NASA yang diperkirakan beroperasi pada
tahun 2021, dapat membantu mereka mencapai tujuan mereka dengan margin error 1%
lebih cepat melalui pemetaan kecepatan bintang di galaksi pelensaan dan
memungkinkan para astronom untuk mengembangkan model akurat distribusi materi
gelap di galaksi.
Upaya
tim H0LiCOW juga membuka jalan bagi studi ratusan quasar pelensaan gravitasi
yang ditemukan oleh para astronom melalui survei seperti Dark Energy Survey and PanSTARRS (Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System) dan National Science Foundation's Large Synoptic
Survey Telescope yang akan datang. Survei semacam ini diharapkan mampu
mengungkap ribuan sumber tambahan.
Selain
itu, Wide Field Infrared Survey Telescope
(WFIRST) NASA yang masih dalam tahap pengembangan, juga diharapkan membantu
para astronom untuk mengatasi selisih nilai Konstanta Hubble dengan menelusuri
sejarah ekspansi alam semesta. Misi WFIRST akan menggunakan beberapa teknik,
seperti pengambilan sampel ribuan supernova dan benda-benda langit lainnya dari
berbagai jarak, untuk membantu menentukan apakah selisih disebabkan oleh
kesalahan pengukuran, teknik pengamatan atau apakah para astronom harus
menyesuaikan teori yang mereka terapkan.
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Rob Garner
Komentar
Posting Komentar