Meskipun
merupakan planet berbatu mirip Bumi, Mars tidak ramah terhadap kehidupan.
Planet gurun yang gersang dan dingin ini hanya memiliki lapisan atmosfer tipis
dengan jumlah oksigen yang jauh lebih sedikit dibandingkan Bumi. Tetapi, Mars diduga pernah menampung air cair,
unsur utama yang dibutuhkan kehidupan. Mempelajari sejarah air dapat mengungkap
bagaimana Planet Merah bisa kehilangan air dan berapa banyak air yang pernah
dimilikinya.
“Mars
pernah menjadi tempat yang basah, kami sudah tahu hal itu,” kata Curtis DeWitt,
seorang ilmuwan dari Universities Space
Research Association’s SOFIA Science Center. “Tetapi dengan mempelajari
bagaimana air yang hilang saat ini, kita dapat memahami seberapa banyak total
kandungan air di masa lalu.”
Penelitian
dapat dilakukan tanpa harus meninggalkan Bumi menggunakan SOFIA, Stratospheric Observatory for Infrared
Astronomy. Obervatorium terbang terbesar di dunia ini dapat menemukan
molekul dan atom di luar angkasa dan di dalam planet. Karena mengudara, SOFIA
tidak terpengaruh uap air yang menghalangi deteksi inframerah dan bertindak
layaknya “analisis forensik” untuk astronomi. Untuk mempelajari secara rinci
bagaimana Mars kehilangan kandungan air dan variasi musiman uap air saat ini, SOFIA
meneliti bagaimana uap air menguap secara berbeda selama dua musim di Mars.
Nama
kimia familiar untuk air adalah H2O, karena tersusun dari dua atom hidrogen dan
satu atom oksigen. Tetapi dengan instrumen khusus, para ilmuwan dapat
mendeteksi dua jenis air, H2O atau air biasa, dan HDO atau air deuterasi. HDO memiliki
partikel netral bermuatan ekstra yang disebut neutron pada salah satu atom
hidrogen yang membuatnya lebih berat. Air deuterasi menguap lebih efisien
daripada air biasa, sehingga lebih banyak yang bertahan dalam wujud uap air
cair. Oleh karena itu, dengan mempelajari rasio antara air biasa dan air
deuterasi (rasio D/H) di dalam uap air, para ilmuwan dapat menelusuri kembali
sejarah penguapan air cair di Mars. Namun, belum bisa dipastikan apakah rasio
D/H dipengaruhi perubahan musiman di Planet Merah.
Tudung
es kedua kutub Mars tertutup es karbon dioksida dan salju yang meluas dan
menyusut seiring pergantian musim. Saat belahan utara Mars mendekati Summer Solstice, tudung es menyusut saat
suhu menghangat, menyebabkan sebagian es menguap dan mengekspos es air. Sedangkan
tudung es kutub selatan, selalu tertutup es karbon dioksida bahkan selama musim
panas. Para ilmuwan belum bisa memastikan apakah perubahan musiman ini dapat
memengaruhi rasio D/H di atmosfer Mars.
Pengukuran
rasio D/H sebelumnya dilakukan menggunakan instrumen yang berbeda dan menghasilkan
pengukuran yang sedikit berbeda di seluruh lokasi dan semua musim Mars. Tim
peneliti di SOFIA menggunakan instrumen yang sama, Echelon-Cross-Echelle Spectrograph, atau EXES, untuk mendapatkan
pengukuran yang konsisten selama dua musim dan lokasi: musim panas di belahan
utara dan musim panas di belahan selatan. Sejauh ini, setelah hasil dari dua
belahan Mars dibandingkan, tidak ditemukan variasi musiman dalam rasio air
antara musim dan lokasi. Upaya ini membantu para ilmuwan untuk melacak sejarah
air di Mars secara lebih akurat.
“Jika
kita dapat menghilangkan faktor ketergantungan musiman dalam rasio ini, maka
kita selangkah lebih dekat untuk mendapatkan jawaban tentang berapa banyak air
yang dulu pernah dimiliki Mars,” kata DeWitt.
Makalah ilmiah yang melaporkan hasil studi telah dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics. Observasi tindak lanjut sedang
dilakukan untuk memantau perubahan musim di Mars. Meneliti sejarah dan geologi
Mars dianggap sangat penting, seiring rencana besar NASA untuk mengirim manusia
ke Bulan sebagai batu loncatan untuk misi berawak ke Mars.
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Kassandra Bell
Sumber:
Clues to Mars’ Lost Water
Komentar
Posting Komentar