Para
astronom yang menganalisis arsip data Transiting
Exoplanet Survey Satellite (TESS) NASA, telah mengungkap bagaimana Alpha
Draconis, bintang yang bisa dilihat dengan mata telanjang dan telah dipelajari
sejak dulu bersama bintang pengiringnya yang lebih redup, secara teratur saling
menutupi satu sama lain, fenomena yang disebut gerhana biner. Meskipun para
astronom telah mengetahui kedua bintang ini membentuk sistem biner (ganda),
gerhana biner terjadi dengan beberapa kejutan yang menarik.
“Pertanyaan
pertama yang terlintas di dalam benak kita adalah bagaimana mungkin kita melewatkan
fenomena ini?” kata peneliti pascadoktoral Angela Kochoska dari Universitas
Villanova di Pennsylvania yang mempresentasikan penemuan saat
pertemuan rutin ke-235 American
Astronomical Society di Honolulu pada tanggal 6 Januari 2019. “Gerhana berlangsung relatif singkat, hanya selama enam jam, jadi obervasi
berbasis darat melewatkannya. Dan karena sangat terang, bintang akan menyilaukan detektor Teleskop Antariksa Kepler NASA, sekaligus menutupi gerhana.”
Kredit:
Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA/Chris Smith (USRA)
Sistem
ini memegang peringkat teratas sebagai biner gerhana paling terang yang pernah ditemukan. Kedua bintang berinteraksi secara gravitasi dan dianggap
penting karena para astronom telah mengantongi massa dan ukuran mereka dengan
sangat akurat.
Alpha
Draconis (Thuban) terletak sekitar 270 tahun cahaya di rasi utara
Draco. Meskipun menyandang nama “alpha,” Thuban justru bintang paling terang
keempat di rasi Draco. Popularitas Thuban diperoleh dari peran historis yang
dimainkannya sekitar 4.700 tahun yang lalu pada saat piramida pertama dibangun
di Mesir.
Pada
saat itu, Alpha Draconis muncul sebagai Bintang Utara yang paling dekat dengan
kutub utara poros rotasi Bumi, atau titik di mana semua bintang tampak berputar
dalam pergerakan mereka di langit malam hari. Sekarang, peran Alpha Draconis
telah diambil alih oleh Polaris, bintang yang lebih terang di rasi Ursa Minor.
Perubahan posisi Bintang Utara terjadi karena pergeseran poros rotasi Bumi
akibat siklus goyangan 26.000 tahun sekali (presesi), yang perlahan-lahan
mengubah posisi langit kutub rotasi.
TESS
memantau petak besar langit, yang disebut sektor, selama 27 hari
berturut-turut. Durasi observasi yang cukup lama ini memungkinkan TESS untuk
melacak perubahan skala kecerahan bintang. Meskipun didesain untuk memburu
eksoplanet melalui metode transit, arsip data TESS juga dapat digunakan untuk
studi fenomena kosmik lainnya.
Hasil
studi pada tahun 2004 melaporkan perubahan lemah dalam skala kecerahan Thuban
secara periodik (sekitar satu jam sekali), mengindikasikan kemungkinan bintang
paling terang di sistem biner sedang berdenyut.
Untuk
mengkonfirmasinya, Timothy Bedding, Daniel Hey dan Simon Murphy dari
Universitas Sydney Australia dan Universitas Aarhus Denmark, menganalisis
arsip data TESS. Pada bulan Oktober, mereka menerbitkan makalah ilmiah yang menggambarkan penemuan gerhana kedua bintang dan mengesampingkan
denyut selama periode kurang dari delapan jam.
Saat
ini, Kochoska menjalin kerja sama dengan Hei untuk memahami sistem Thuban
secara lebih rinci.
“Saya
telah berkolaborasi dengan Daniel untuk memodelkan gerhana dan menyatukan lebih
banyak data untuk membatasi model kami,” jelas Kochoska. “Kami menempuh
pendekatan yang berbeda untuk memodelkan sistem dan kami berharap upaya kami
akan menghasilkan karakterisasi lengkap.”
Seperti
diketahui dari penelitian-penelitian sebelumnya, sepasang bintang ini saling mengorbit
setiap 51,4 hari dari jarak rata-rata sekitar 61 juta kilometer, hanya sedikit
lebih jauh daripada jarak Merkurius-Matahari. Model menunjukkan bahwa kita melihat
sistem Thuban sekitar tiga derajat di atas bidang orbit bintang, yang berarti
tidak satu pun bintang yang sepenuhnya saling menutupi selama gerhana. Ukuran
bintang utama 4,3 kali lebih besar daripada Matahari dengan suhu permukaan
sekitar 9.700 derajat Celsius, atau 70% lebih panas daripada Matahari.
Sedangkan bintang pengiringnya yang lima kali lebih redup, ukurannya hanya sekitar 50% bintang utama dan 40% lebih panas daripada
Matahari.
Kochoska
merencanakan untuk kembali menggelar observasi tindak lanjut berbasis darat dan
mengantisipasi fenomena gerhana tambahan di sektor langit yang diamati oleh
TESS di masa yang akan datang.
“Menemukan
fenomena gerhana bintang terang yang menyimpan cerita historis, menyorot dampak
positif yang diberikan TESS kepada komunitas astronomi,” pungkas Padi Boyd,
ilmuwan proyek TESS dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt Maryland. “Dalam hal ini, presisi tinggi data TESS yang berkelanjutan dapat
dimanfaatkan untuk membantu membatasi parameter kosmik fundamental pada tingkat
yang belum pernah kita capai sebelumnya.”
Penulis
dan editor: Francis Reddy, Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, Greenbelt,
Maryland, www.nasa.gov
Komentar
Posting Komentar