![]() |
Kredit: Brad Whitmore (STScI) and NASA |
Selama beberapa dekade, banyak astronom yang
meyakini eksistensi “cetakan kue” kosmik. Terstruktur, sistematis dan mudah
diprediksi, ada dua “cetakan kue” untuk galaksi (sistem masif tempat tinggal
bintang dan planet). Mereka adalah spiral dan elips, “pulau” alam
semesta yang berevolusi dalam “isolasi sempurna” hanya beberapa juta tahun
setelah Big Bang. Bagi para astronom yang meyakini hal ini, fenomena tabrakan
antar galaksi hanya dianggap sebagai anomali.
Tetapi ada sekelompok astronom yang memiliki
cara pandang yang berbeda. Mereka meyakini alam semesta adalah sebuah tempat
yang keras, sering terjadi tabrakan, kanibal dan penyatuan antar galaksi. Ide
yang mereka usung, sangat bertolak belakang dengan “cetakan kue” kosmik yang
membentuk galaksi.
Perdebatan tentang peran yang dimainkan oleh
fenomena tabrakan yang memicu evolusi galaksi, telah berlangsung selama
beberapa dekade. Pada tahun 1940-an, hanya beberapa tahun setelah astronom Amerika
Edwin Hubble mendefinisikan bentuk galaksi, astronom Swedia Erik Holmberg mengajukan
pertanyaan, “apa yang akan terjadi jika beberapa galaksi saling berpapasan?”
Holmberg lalu menggunakan sekitar 200 bola
lampu untuk menyimulasikan papasan antar galaksi. Berdasarkan simulasi sederhana
ini, Holmberg menyimpulkan beberapa galaksi mungkin memang pernah bertabrakan, yang
memicu distorsi atau gaya pasang surut gravitasi dan menyebabkan pergerakan
mereka melambat untuk akhirnya menyatu menjadi galaksi tunggal yang lebih
besar. Simulasi Holmberg juga meramalkan peran penting yang akan dimainkan oleh
komputer modern dalam mempelajari interaksi antar galaksi.
Memotret Interaksi Galaksi
Komunitas astronomi mengabaikan karya
Holmberg. Namun penolakan itu tidak menghentikan beberapa astronom lainnya untuk
mengungkap evolusi galaksi yang penuh teka-teki. Astrofisikawan Swiss Fritz
Zwicky dari California Institute of
Technology adalah orang pertama yang secara sistematis memotret interaksi
antar galaksi pada tahun 1950-an. Zwicky menemukan fitur menyerupai ekor di
galaksi yang saling berinteraksi, mirip dengan yang ditunjukkan oleh Holmberg
dalam simulasi. Zwicky menduga ekor galaksi ini terdiri dari bintang-bintang.
Namun sebagian besar astronom tidak terlalu berminat
terhadap fenomena tabrakan antar galaksi, karena probabilitasnya relatif kecil.
Mereka tidak memahami bahwa galaksi layaknya bintang yang sering mengorbit
dalam sistem biner atau multi sistem, menciptakan lingkungan kosmik padat yang
memicu fenomena tabrakan. Beberapa astronom bahkan mengusulkan fitur ekor di
galaksi adalah sisa-sisa dari ledakan raksasa.
![]() |
Fenomena Tabrakan Galaksi Tikus. Kredit: Brad Whitmore (STScI) dan NASA |
Simetris atau Aneh?
Banyak astronom meyakini, termasuk Hubble,
sebagian besar galaksi terstruktur dan sistematis. Astronom Allan Sandage
menekankan galaksi-galaksi semacam itu dalam buku “The Hubble Atlas of Galaxies” yang ia tulis pada tahun 1961. Sandage
juga berada di barisan sekelompok astronom yang menggagas struktur elips
galaksi dibentuk terlebih dahulu sebelum lengan-lengan spiral galaksi.
Tetapi astronom Halton Arp tetap memegang
teguh gagasan alam semesta sebagai sebuah tempat yang keras. Pada tahun 1966 Arp
menerbitkan katalog 338 sistem yang disebut “Atlas of Peculiar Galaxies”. Arp meyakini tabrakan antar galaksi
bukan sekadar anomali, dia adalah orang pertama yang mengusulkan interaksi
galaksi dapat memicu laju produksi bintang secara drastis.
Simulasi Komputer Digital
Studi fenomena tabrakan antar galaksi mulai
bangkit pada akhir tahun 1960-an seiring perkembangan komputer digital. Komputer
yang lebih canggih meningkatkan akurasi simulasi interaksi galaksi yang dapat
memberikan para astronom informasi secara lebih mendetail.
Tak menunggu lama, beberapa astronom memanfaatkan
simulasi komputer untuk mempelajari tabrakan antar galaksi yang hasilnya
dipublikasikan di jurnal sains. Makalah ilmiah dengan teori yang paling umum
diterima, ditulis pada tahun 1972 oleh Alar Toomre dan Juri Toomre. Bukannya
memasukkan interaksi galaksi ke simulasi komputer, mereka justru memilih empat
tabrakan galaksi spiral yang paling terkenal, termasuk galaksi Messier 51 dan
galaksi Antena.
Mereka ingin mengetahui apakah hasil simulasi
komputer sesuai dengan bukti observasi. Hasil studi ternyata konsisten dengan apa
yang mereka harapkan. Model Toomre brothers
mengungkap fenomena tabrakan antar galaksi menciptakan interaksi gaya gravitasi
yang menghasilkan fitur mirip jembatan dan ekor yang terdiri dari bintang dan debu
kosmik, sebagaimana ditemukan di katalog galaksi Arp.
Setelah bertabrakan, pergerakan galaksi melambat
dan saling menarik untuk akhirnya menyatu. Bukti penyatuan berasal dari susunan
bintang yang menyerupai galaksi elips. Oleh karena itu, pasti ada lebih banyak penyatuan
galaksi yang terjadi di masa lalu saat alam semesta lebih muda dan lebih rapat.
Alar Toomre memprediksi sekitar 10% galaksi di alam semesta merupakan sisa-sisa
penyatuan, persentase yang secara kebetulan sesuai dengan jumlah galaksi elips
di alam semesta. Kesimpulan Toomre bersaudara menyanggah teori populer bahwa
galaksi elips terbentuk sebelum galaksi spiral.
Toomres brothers
juga berada di barisan sekelompok astronom pertama yang menggagas puing-puing sisa
interaksi galaksi dapat menyediakan bahan bakar untuk lubang hitam, sebagai
sumber energi quasar. Dalam makalah studi, mereka menulis frasa “menyalakan
tungku” dan “memberi makan monster itu,” deskripsi yang terus digunakan hingga
sekarang terkait lubang hitam dan quasar.
Misteri Gugus Bintang Globular
Meskipun memperdebatkan gagasan Toomres brothers, para astronom mulai menekuni
studi fenomena tabrakan antar galaksi dengan lebih serius. Tapi ada teka-teki
yang mengganjal. Galaksi spiral melimpah dengan molekul gas, tetapi relatif
sedikit memiliki gugus bintang globular, gugus padat berbentuk bola yang dihuni
oleh sekitar 100.000 bintang. Sementara galaksi elips yang mengandung sedikit
molekul gas, justru memiliki gugus bintang globular lebih banyak.
Apakah mungkin dua galaksi spiral menyatu
untuk menghasilkan galaksi elips? Seperti 2+2=8. Galaksi sprial Bima Sakti kita
hanya memiliki sekitar 150 gugus bintang globular, sedangkan galaksi elips
dengan kecerahan yang setara mengandung sekitar 600 gugus bintang globular.
Para astronom yang berbeda pendapat ternyata
belum pernah mempertimbangkan peran penting yang dimainkan oleh molekul gas
dalam penyatuan. Sebagian besar penyatuan galaksi selalu melibatkan molekul gas
yang terkompres dan memicu peningkatan drastis laju pembentukan bintang-bintang
baru. Mungkinkah ledakan laju kelahiran bintang menghasilkan gugus
bintang globular baru?
![]() |
Messier 4. Gugus Bintang Globular Terdekat. Kredit: ESA/Hubble & NASA |
Ledakan Laju Kelahiran Bintang
Para astronom yang mempelajari tabrakan antar
galaksi berharap akan ada satelit inframerah baru untuk memberikan beberapa
petunjuk. Dan harapan mereka terkabul. Infrared
Astronomical Satellite (IRAS) diluncurkan pada tahun 1983 untuk melakukan survei
inframerah terhadap kosmos. Survei IRAS mengungkap galaksi yang paling
bercahaya dalam spektrum inframerah adalah galaksi yang bertabrakan
dengan galaksi lain, sebab diterangi oleh debu yang menyelimuti bintang-bintang
“bayi”. Gambar-gambar yang dikumpulkan IRAS memberikan bukti interaksi antar
galaksi yang memicu laju kelahiran bintang secara drastis, sebuah teori yang
awalnya diajukan oleh Zwicky dan Arp.
Ketika dua galaksi bertabrakan, molekul gas
antarbintang terkompres menjadi awan-awan tebal dan runtuh di bawah gaya gravitasi
masif untuk membentuk bintang-bintang baru. Proses ini menghabiskan hampir
seluruh deposit gas antarbintang dan sebagian besar gas yang tersisa terlepas
dari galaksi melalui ledakan supernova, mengakibatkan galaksi elips miskin
kandungan gas.
Gugus Bintang Biru Belia
Beberapa astronom meyakini peningkatan
drastis laju kelahiran bintang dapat menghasilkan gugus bintang globular yang
memancarkan cahaya biru dari bintang-bintang belia nan panas. Namun, beberapa
astronom menganggap tidak ada bukti kuat untuk itu. Mereka berpendapat usia gugus bintang
globular, seperti yang ada di Bima Sakti kita, sudah sangat tua.
Pada tahun 1982, astronom Francois Schweizer
dari Carnegie Institution of Washington,
yang pernah bekerja sama dengan Alar Toomre untuk menyelidiki beberapa interaksi
galaksi, mempelajari galaksi NGC 7252 (the
Atoms for Peace galaxy) menggunakan teleskop berbasis darat dan berhasil
menemukan enam simpul cahaya kebiruan di dekat inti galaksi.
Schweizer menafsirkan keenam simpul sebagai
gugus bintang belia yang terbentuk selama penyatuan. Bersama para astronom
lainnya (termasuk Keith Ashman dari Space
Telescope Science Institute dan Steve Zepf dari Universitas Johns Hopkins),
Schweizer menggagas pembentukan gugus bintang globular belia di tengah fenomena
tabrakan antara galaksi spiral, mungkin dapat menjelaskan mengapa galasi elips
memiliki begitu banyak gugus bintang globular.
![]() |
Fenomena Tabrakan Galaksi Antena (NGC 4038/4039). Kredit: ESA/Hubble & NASA |
Observasi Teleskop Antariksa Hubble NASA
Tetapi Schweizer bersama para kolega belum
bisa menyajikan bukti kuat untuk gugus bintang baru yang dihasilkan oleh
interaksi antar galaksi. Resolusi teleskop berbasis darat tidak memadai untuk
sepenuhnya mendefinisikan gugus bintang ini. Kemudian Teleskop Antarika Hubble besutan
NASA mengambil alih. Ditempatkan di atas atmosfer Bumi dengan resolusi tinggi,
Hubble mampu menyingkap tabir eksistensi gugus bintang globular. Di galaksi
Antena misalnya, satu simpul cahaya kebiruan yang diamati teleskop berbasis
darat, ternyata adalah 10-12 gugus bintang melalui visi Hubble, masing-masing
berukuran setara dengan gugus bintang globular normal.
Hubble bahkan mampu menemukan banyak gugus
bintang belia. Saat mengintip inti galaksi NGC 1275, Wide Field and Planetary Camera Hubble menemukan apa yang
digambarkan oleh astronom Jon Holtzman dari Lowell
Observatory pada tahun 1992, yaitu 50 gugus bintang belia yang usianya
kurang dari beberapa ratus juta tahun. Holtzman menyimpulkan gugus-gugus
bintang tersebut dihasilkan oleh penyatuan galaksi.
Pada tahun 1993, satu tim astronom yang
dipimpin oleh Brad Whitmore dari Space
Telescope Science Institute, termasuk Schweizer yang terlibat di dalamnya,
memberikan bukti konklusif bahwa penyatuan galaksi memang menghasilkan gugus-gugus
bintang baru. Memanfaatkan Hubble, tim mengidentifikasi 40 gugus bintang belia
di dekat pusat galasi NGC 7252, yang sebagian besar berusia antara 50 dan 500
juta tahun.
Galaksi yang Tidak Aneh Lagi
Sejak saat itu, Whitmore, Schweizer dan para
kolega meliputi Miller dari Carnegie
Institution of Washington, Fall dan Leitherer dari Space Telescope Science Institute, terus mempelajari fenomena
tabrakan antar galaksi. Wide Field and
Planetary Camera 2 Hubble yang lebih sensistif, telah menembus 10 kali lebih dalam ke jantung galaksi yang saling bertabrakan.
Pengamatan terbaru NGC 7252, misalnya, telah mengungkap lebih dari 500 gugus
bintang, dibandingkan hanya 40 gugus bintang pada tahun 1993.
Whitmore sekarang yakin bisa menentukan
tanggal fenomena tabrakan antar galaksi dengan mengukur warna dan kecerahan
gugus bintang globular belia. Sebagian besar astronom kini telah sependapat,
bahwa gugus bintang globular belia mungkin memainkan peran penting untuk memahami
bagaimana galaksi berevolusi.
Dari galaksi-galaksi berbentuk aneh hingga building blocks galaksi, peran yang
dimainkan oleh tabrakan antar galaksi telah berubah secara dramatis selama
beberapa dekade.
Ditulis oleh: Staf hubblesite.org
Komentar
Posting Komentar