Langsung ke konten utama

Video: Penurunan Emisi Gas Berbahaya Karena Lockdwon COVID-19

Kebijakan lockdown karena pandemi COVID-19 justru memberikan visi tak terduga yang terperinci kepada para ilmuwan, tentang bagaimana aktivitas manusia mempengaruhi komposisi atmosfer. Dua penelitian terbaru yang berfokus pada nitrogen oksida dan konsentrasi CO2, mampu mendeteksi 'sidik jari' atmosfer secara detail untuk pertama kalinya selama lockdown.

 
Dua penelitian terpisah yang digelar oleh NASA baru-baru ini, telah menggambarkan hubungan kompleks antara aktivitas manusia dan atmosfer yang menyelimuti planet Bumi kita.
 
Satu tim peneliti yang dipimpin oleh para ilmuwan di Laboratorium Propulsi Jet NASA, memfokuskan diri pada penurunan emisi nitrogen oksida selama kebijakan lockdown karena pandemi COVID-19.
 
Reaksi nitrogen oksida yang berasal dari sumber-sumber seperti pembangkit listrik dan knalpot mobil, diketahui membentuk ozon di dekat permukaan Bumi dan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
 
Menggunakan jajaran satelit NASA, tim peneliti mempelajari bahwa berkurangnya aktivitas selama lockdown pandemi COVID-19, telah meninggalkan 'sidik jari' yang berbeda pada ozon di tingkat yang lebih rendah, yang telah menurun secara global sekitar 2%.
 
Meskipun penurunan kadar ozon yang berbahaya di dekat permukaan itu dianggap tidak signifikan, dibutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk mencapainya, bahkan di bawah skenario pengendalian emisi yang paling agresif.
 
Yang cukup menarik, tim peneliti juga menemukan bahwa penurunan ini tidak terjadi secara seragam di seluruh dunia. Dampak penurunan ozon di atmosfer sangat ditentukan oleh tempat dan waktu lockdown.
 
Wilayah-wilayah berwarna biru merupakan tingkat ozon di bawah normal di lapisan atmosfer yang lebih rendah, dan kita dapat mengamati bahwa Asia dan Amerika Serikat memiliki dampak besar pada tingkat ozon global yang berbahaya. Faktor-faktor seperti hembusan angin yang kuat, suhu udara dan kelembaban, berdampak pada seberapa efisien ozon diproduksi dan bergerak ke seluruh dunia.
 
Seperti ozon, karbon dioksida atau CO2 adalah gas awet yang mudah dipindahkan melalui atmosfer, berarti setiap perubahan emisi bercampur dengan berbagai faktor, baik dari jarak dekat maupun jauh. Hal ini menyulitkan pelacakan dan pengukuran perubahan lokal dalam aktivitas manusia, yang benar-benar berdampak pada tingkat emisi salah satu gas rumah kaca ini.
 
Menggunakan instrumen OCO-2 (Orbiting Carbon Observatory 2) dan pemodelan GEOS (Goddard Earth Observing System) milik NASA, satu tim peneliti lain dapat mempelajari fluktuasi regional jangka pendek di atmosfer karena penurunan aktivitas manusia selama lockdown. Dan inilah pertama kalinya perubahan dalam pengukuran CO2, dilacak pada skala seperti itu di seluruh dunia.
 
Hasil penelitian menunjukkan penurunan emisi CO2 secara signifikan di Belahan Bumi Utara dari Februari hingga Mei, yang kemudian meningkat kembali selama musim panas ketika lockdown mulai melonggar.
 
Tim peneliti juga mampu membedakan fluktuasi bulanan CO2 mana yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan yang disebabkan oleh fenomena alami, seperti kebakaran hutan di Australia dan pola sirkulasi laut.
 
Keberhasilan dalam membedakan tingkat emisi CO2 di atmosfer yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan fenomena alami, merupakan langkah penting yang mengarah ke pengukuran efek kolektif aktivitas manusia pada emisi CO2 dalam waktu dekat.
 
Lockdown karena pandemi COVID-19 adalah fenomena global yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan justru dapat menyorot hubungan kompleks antara emisi dan atmosfer.
 
Dengan mempelajari hubungan ini, para ilmuwan dapat memperoleh wawasan untuk merancang upaya berkelanjutan demi meningkatkan kesehatan manusia dan iklim secara lebih baik.
 
Kazuyuki Miyazaki (JPL): Lead Scientist
Kevin Bowman (JPL): Scientist
Lesley Ott (NASA/GSFC): Lead Scientist
Brad Weir (USRA): Scientist
Katie Jepson (KBRwyle): Lead Producer
Trent L. Schindler (USRA): Lead Visualizer
Ellen T. Gray (ADNET): Writer
Jessica Merzdorf Evans (NASA/GSFC): Writer
Katie Jepson (KBRwyle): Narration
 
Sumber: NASA Tracks COVID-19’s Atmospheric Fingerprint
 
#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang