Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh
para astronom saat ini adalah memahami bagaimana galaksi terbentuk.
Pengamatan yang dilakukan oleh Teleskop Antariksa
Hubble NASA dan jajaran teleskop berbasis darat menunjukkan bahwa galaksi-galaksi
pertama terbentuk kurang dari satu miliar tahun setelah Big Bang, atau sekitar 13-14 miliar tahun yang lalu.
Ada dua teori utama untuk menjelaskan
bagaimana galaksi-galaksi pertama terbentuk. Kebenaran teori
pembentukan galaksi mungkin melibatkan sebagian dari kedua gagasan yang diajukan.
Teori pertama memprediksi galaksi lahir
saat awan gas dan debu raksasa runtuh karena gaya gravitasinya sendiri dan memicu pembentukan bintang-bintang.
Sedangkan teori kedua, yang dalam beberapa
tahun terakhir telah diterima secara luas, memprediksi alam semesta muda terdiri
dari banyak “gumpalan” material berukuran kecil yang selanjutnya mengelompok dan membentuk
galaksi. Hubble telah memotret banyak gumpalan semacam itu, yang dianggap sebagai pendahulu galaksi-galaksi modern. Menurut teori
ini, sebagian besar galaksi awal yang berukuran besar cenderung berbentuk spiral. Seiring waktu, banyak galaksi spiral yang saling bergabung untuk membentuk
galaksi elips yang ukurannya jauh lebih besar.
Proses pembentukan galaksi masih terus
berlangsung. Alam semesta kita terus berevolusi. Galaksi-galaksi kecil sering “dikanibal”
oleh galaksi yang lebih besar. Pada sepanjang sejarahnya, Bima Sakti kemungkinan juga
terbentuk dari sisa-sisa beberapa galaksi yang ukurannya lebih kecil dan telah
bergabung untuk membentuk galaksi spiral raksasa seperti yang kita
ketahui saat ini. Bahkan saat ini Bima Sakti telah menarik setidaknya dua
galaksi katai, termasuk galaksi-galaksi katai
lainnya selama beberapa miliar tahun ke depan untuk bergabung dengannya.
Penggabungan galaksi relatif sering terjadi.
Sebagian besar galaksi terang yang kita lihat sekarang kemungkinan juga
terbentuk dari penggabungan antara dua atau lebih galaksi yang ukurannya lebih
kecil.
Penggabungan adalah hal yang biasa karena dalam
skala jarak, alam semesta penuh sesak dengan galaksi. Misalnya cakram Bima Sakti yang mencakup ruang sekitar 100.000 tahun cahaya, sedangkan galaksi spiral raksasa terdekat Andromeda yang sedikit lebih besar daripada Bima Sakti, terpisah sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Berarti jarak antara kedua galaksi hanya
sekitar 25 kali lebih jauh daripada ukuran galaksi itu sendiri, sehingga tidak
memberikan banyak ruang gerak bebas bagi mereka.
Galaksi juga sangat masif, jadi
gravitasi mereka sangat kuat. Saat bertemu, gaya gravitasi yang begitu kuat membuat mereka saling menempel dan tidak bisa lepas. Akhirnya mereka
bergabung untuk membentuk galaksi tunggal raksasa.
Galaksi terbesar adalah raksasa elips, yang menyerupai telur atau spheroid dengan ukuran 10 kali lipat lebih besar dari Bima
Sakti dan mengandung lebih dari satu triliun bintang. Galaksi semacam itu
mungkin terbentuk saat dua atau lebih galaksi spiral seperti Bima Sakti,
bergabung untuk membentuk satu galaksi tunggal.
Salah satu bukti yang mendukung teori
penggabungan adalah jumlah galaksi elips yang relatif banyak di gugus galaksi padat, oleh karena itu penggabungan harus kerap terjadi. Misalnya, dua galaksi elips raksasa yang mendominasi
pusat Gugus Coma yang padat. Dan jantung Gugus Virgo berisi tiga galaksi elips
raksasa yang masing-masing membentang hampir satu juta tahun cahaya.
Penggabungan antar galaksi membutuhkan waktu
beberapa ratus juta hingga beberapa miliar tahun, memicu lonjakan drastis pembentukan bintang-bintang baru, bahkan menciptakan lubang
hitam raksasa.
Bintang Tetap Aman saat Penggabungan Galaksi
Tabrakan antar galaksi jarang mengakibatkan
tabrakan fisik antara bintang individu. Meskipun kedua galaksi
saling menghantam, jarak antar bintang sangatlah jauh. Tentu saja bintang tetap terpengaruh di tengah fenomena dahysat skala galaksi, yaitu terlempar ke lintasan orbit baru
atau dihempaskan keluar dari galaksi induk ke ruang antargalaksi.
Meskipun jarang menghancurkan bintang, tabrakan
antar galaksi justru sering melahirkan bintang-bintang baru. Seiring tabrakan antara awan
gas dan debu raksasa di masing-masing galaksi, mereka dapat menciptakan
ribuan bahkan jutaan bintang baru.
Fenomena Penyatuan Galaksi
![]() |
Kredit: Brad Whitmore (STScI) and NASA |
Selama beberapa dekade, banyak astronom yang
meyakini eksistensi “cetakan kue” kosmik. Terstruktur, sistematis dan mudah
diprediksi, ada dua “cetakan kue” untuk galaksi (sistem masif tempat tinggal
bintang dan sistem planet). Mereka adalah spiral dan elips, “pulau” alam
semesta yang berevolusi dalam “isolasi sempurna” hanya beberapa juta tahun
setelah Big Bang. Bagi para astronom yang meyakini hal ini, fenomena tabrakan
antar galaksi hanya dianggap sebagai anomali.
Tetapi, ada sekelompok astronom yang memiliki
cara pandang yang berbeda. Mereka meyakini alam semesta adalah sebuah tempat
yang keras, sering terjadi tabrakan, kanibal dan penyatuan antar galaksi. Ide
yang mereka usung, sangat bertolak belakang dengan “cetakan kue” kosmik yang
membentuk galaksi.
Perdebatan tentang peran yang dimainkan oleh
fenomena tabrakan yang memicu evolusi galaksi, telah berlangsung selama
beberapa dekade. Pada tahun 1940-an, hanya beberapa tahun setelah astronom
Amerika Edwin Hubble mendefinisikan bentuk galaksi, astronom Swedia Erik
Holmberg mengajukan pertanyaan, “apa yang akan terjadi jika beberapa galaksi
saling berpapasan?”
Holmberg lalu menggunakan sekitar 200 bola
lampu untuk menyimulasikan papasan antar galaksi. Berdasarkan simulasi
sederhana ini, Holmberg menyimpulkan beberapa galaksi mungkin memang pernah
bertabrakan, yang memicu distorsi atau gaya pasang surut gravitasi, menyebabkan pergerakan mereka melambat untuk akhirnya menyatu menjadi galaksi
tunggal yang lebih besar. Simulasi Holmberg juga meramalkan peran penting yang
akan dimainkan oleh komputer modern dalam mempelajari interaksi antar galaksi.
Memotret Interaksi Galaksi
Komunitas astronomi mengabaikan karya
Holmberg. Namun penolakan itu tidak menghentikan beberapa astronom lainnya
untuk mengungkap evolusi galaksi yang penuh teka-teki. Astrofisikawan Swiss
Fritz Zwicky dari California Institute of
Technology adalah orang pertama yang secara sistematis memotret interaksi
antar galaksi pada tahun 1950-an. Zwicky menemukan fitur menyerupai ekor di
galaksi yang saling berinteraksi, mirip dengan yang ditunjukkan oleh Holmberg
dalam simulasi. Zwicky menduga ekor galaksi ini terdiri dari bintang-bintang.
Namun sebagian besar astronom tidak terlalu
berminat terhadap fenomena tabrakan antar galaksi, karena probabilitasnya
relatif kecil. Mereka tidak memahami bahwa galaksi layaknya bintang yang sering
mengorbit dalam sistem biner atau multi sistem, menciptakan lingkungan kosmik
padat yang memicu fenomena tabrakan. Beberapa astronom bahkan mengusulkan fitur
ekor di galaksi adalah sisa-sisa dari ledakan raksasa.
Simetris atau Aneh?
Banyak astronom meyakini, termasuk Hubble,
sebagian besar galaksi terstruktur dan sistematis. Astronom Allan Sandage
menekankan galaksi-galaksi semacam itu dalam buku “The Hubble Atlas of Galaxies” yang ia tulis pada tahun 1961.
Sandage juga berada di barisan sekelompok astronom yang menggagas struktur
elips galaksi terbentuk lebih dulu sebelum lengan-lengan spiral galaksi.
Tetapi astronom Halton Arp tetap memegang
teguh gagasan alam semesta sebagai sebuah tempat yang keras. Pada tahun 1966, Arp menerbitkan katalog 338 sistem yang disebut “Atlas of Peculiar Galaxies”. Arp meyakini tabrakan antar galaksi
bukan sekadar anomali, dia adalah orang pertama yang mengusulkan interaksi
galaksi dapat memicu laju produksi bintang secara drastis.
Simulasi Komputer Digital
Studi fenomena tabrakan antar galaksi mulai
bangkit pada akhir tahun 1960-an seiring perkembangan komputer digital.
Komputer yang lebih canggih meningkatkan akurasi simulasi interaksi galaksi
yang dapat memberikan para astronom informasi secara lebih mendetail.
Tak menunggu lama, beberapa astronom
memanfaatkan simulasi komputer untuk mempelajari tabrakan antar galaksi yang
hasilnya dipublikasikan di makalah ilmiah. Makalah ilmiah dengan teori yang
paling umum diterima, ditulis pada tahun 1972 oleh Alar Toomre dan Juri Toomre.
Bukannya memasukkan interaksi galaksi ke simulasi komputer, mereka justru
memilih empat tabrakan galaksi spiral yang paling terkenal, termasuk galaksi
Messier 51 dan galaksi Antena.
Mereka ingin mengetahui apakah hasil simulasi
komputer sesuai dengan bukti observasi. Hasil studi ternyata sesuai dengan apa
yang mereka harapkan. Model Toomre brothers
mengungkap fenomena tabrakan antar galaksi menciptakan interaksi gaya gravitasi
yang menghasilkan fitur mirip jembatan dan ekor yang terdiri dari bintang dan
debu kosmik, sebagaimana ditemukan di katalog galaksi Arp.
Setelah bertabrakan, pergerakan galaksi
melambat dan saling menarik untuk akhirnya menyatu. Bukti penyatuan berasal
dari susunan bintang yang menyerupai galaksi elips. Oleh karena itu, pasti ada
lebih banyak penyatuan galaksi yang terjadi di masa lalu saat alam semesta
lebih muda dan lebih rapat. Alar Toomre memprediksi sekitar 10% galaksi di alam
semesta merupakan sisa-sisa penyatuan, persentase yang secara kebetulan sesuai
dengan jumlah galaksi elips di alam semesta. Kesimpulan Toomre bersaudara
menyanggah teori populer bahwa galaksi elips terbentuk sebelum galaksi spiral.
Toomres brothers
juga berada di barisan sekelompok astronom pertama yang menggagas puing-puing
sisa interaksi galaksi dapat menyediakan bahan bakar untuk lubang hitam,
sebagai sumber energi quasar. Dalam makalah studi, mereka menulis frasa
“menyalakan tungku” dan “memberi makan monster itu,” deskripsi yang terus
digunakan hingga sekarang terkait lubang hitam dan quasar.
Misteri Gugus Bintang Globular
Meskipun memperdebatkan gagasan Toomres brothers, para astronom mulai menekuni
studi fenomena tabrakan antar galaksi dengan lebih serius. Tapi ada teka-teki
yang mengganjal. Galaksi spiral melimpah dengan molekul gas, tetapi relatif
sedikit memiliki gugus bintang globular, gugus padat berbentuk bola yang dihuni
oleh sekitar 100.000 bintang. Sementara galaksi elips yang mengandung sedikit
molekul gas, justru memiliki gugus bintang globular lebih banyak.
Apakah mungkin dua galaksi spiral menyatu
untuk menghasilkan galaksi elips? Seperti 2+2=8. Galaksi sprial Bima Sakti kita
hanya memiliki sekitar 150 gugus bintang globular, sedangkan galaksi elips
dengan kecerahan yang setara mengandung sekitar 600 gugus bintang globular.
Para astronom yang berbeda pendapat ternyata
belum pernah mempertimbangkan peran penting yang dimainkan oleh molekul gas
dalam penyatuan. Sebagian besar penyatuan galaksi selalu melibatkan molekul gas
yang terkompres dan memicu peningkatan drastis laju pembentukan bintang-bintang
baru. Mungkinkah ledakan laju kelahiran bintang menghasilkan gugus-gugus
bintang globular baru?
![]() |
Messier 4. Gugus Bintang Globular Terdekat. Kredit: ESA/Hubble & NASA |
Ledakan Laju Kelahiran Bintang
Para astronom yang mempelajari tabrakan antar
galaksi berharap akan ada satelit inframerah baru untuk memberikan beberapa
petunjuk. Dan harapan mereka terkabul. Infrared
Astronomical Satellite (IRAS) diluncurkan pada tahun 1983 untuk melakukan
survei inframerah terhadap kosmos. Survei IRAS mengungkap galaksi yang paling
bercahaya dalam panjang gelombang inframerah adalah galaksi yang bertabrakan
dengan galaksi lain, sebab diterangi oleh debu yang menyelimuti bintang-bintang
“bayi”. Gambar-gambar yang dikumpulkan IRAS memberikan bukti interaksi antar
galaksi yang memicu laju kelahiran bintang secara drastis, sebuah teori yang
awalnya diajukan oleh Zwicky dan Arp.
Ketika dua galaksi bertabrakan, molekul gas
antarbintang terkompres menjadi awan-awan tebal dan runtuh di bawah gaya
gravitasi masif untuk membentuk bintang-bintang baru. Proses ini menghabiskan
hampir seluruh deposit gas antarbintang dan sebagian besar gas yang tersisa
terlepas dari galaksi melalui ledakan supernova, mengakibatkan galaksi elips miskin
kandungan gas.
Gugus Bintang Biru Belia
Beberapa astronom meyakini peningkatan
drastis laju kelahiran bintang dapat menghasilkan gugus bintang globular yang
memancarkan cahaya biru dari bintang-bintang belia nan panas. Namun beberapa
astronom menganggap tidak ada bukti kuat untuk itu. Mereka berpendapat usia gugus
bintang globular, seperti yang ada di Bima Sakti kita, sudah sangat tua.
Pada tahun 1982, astronom Francois Schweizer
dari Carnegie Institution of Washington,
yang pernah bekerja sama dengan Alar Toomre untuk menyelidiki beberapa
interaksi galaksi, mempelajari galaksi NGC 7252 (the Atoms for Peace galaxy) menggunakan teleskop berbasis darat dan
berhasil menemukan enam simpul cahaya kebiruan di dekat inti galaksi.
Schweizer menafsirkan keenam simpul sebagai
gugus bintang belia yang terbentuk selama penyatuan. Bersama para astronom
lainnya (termasuk Keith Ashman dari Space
Telescope Science Institute dan Steve Zepf dari Universitas Johns Hopkins),
Schweizer menggagas pembentukan gugus bintang globular belia di tengah fenomena
tabrakan antara galaksi spiral, mungkin dapat menjelaskan mengapa galasi elips
memiliki begitu banyak gugus bintang globular.
![]() |
Fenomena Tabrakan Galaksi Antena (NGC 4038/4039). Kredit: ESA/Hubble & NASA |
Observasi Teleskop Antariksa Hubble NASA
Tetapi Schweizer bersama para kolega belum
bisa menyajikan bukti kuat untuk gugus bintang baru yang dihasilkan oleh
interaksi antar galaksi. Resolusi teleskop berbasis darat tidak memadai untuk
sepenuhnya mendefinisikan gugus bintang ini. Kemudian Teleskop Antarika Hubble
besutan NASA mengambil alih. Ditempatkan di atas atmosfer Bumi dengan resolusi
tinggi, Hubble mampu menyingkap tabir eksistensi gugus bintang globular. Di
galaksi Antena misalnya, satu simpul cahaya kebiruan yang diamati teleskop
berbasis darat, ternyata adalah 10-12 gugus bintang melalui visi Hubble,
masing-masing berukuran setara dengan gugus bintang globular normal.
Hubble bahkan mampu menemukan banyak gugus
bintang belia. Saat mengintip inti galaksi NGC 1275, Wide Field and Planetary Camera Hubble menemukan apa yang
digambarkan oleh astronom Jon Holtzman dari Lowell
Observatory pada tahun 1992, yaitu 50 gugus bintang belia yang usianya
kurang dari beberapa ratus juta tahun. Holtzman menyimpulkan gugus-gugus
bintang tersebut dihasilkan oleh penyatuan galaksi.
Pada tahun 1993, satu tim astronom yang
dipimpin oleh Brad Whitmore dari Space
Telescope Science Institute, termasuk Schweizer yang terlibat di dalamnya,
memberikan bukti konklusif bahwa penyatuan galaksi memang menghasilkan
gugus-gugus bintang baru. Memanfaatkan Hubble, tim mengidentifikasi 40 gugus
bintang belia di dekat pusat galasi NGC 7252, yang sebagian besar berusia
antara 50 dan 500 juta tahun.
Galaksi yang Tidak Aneh Lagi
Sejak saat itu, Whitmore, Schweizer dan para
kolega meliputi Miller dari Carnegie
Institution of Washington, Fall dan Leitherer dari Space Telescope Science Institute, terus mempelajari fenomena
tabrakan antar galaksi. Wide Field and
Planetary Camera 2 Hubble yang lebih sensistif, telah menembus 10 kali
lipat lebih dalam ke jantung galaksi yang bertabrakan daripada observasi
sebelumnya. Pengamatan terbaru NGC 7252, misalnya, telah mengungkap lebih dari
500 gugus bintang, dibandingkan hanya 40 gugus bintang pada tahun 1993.
Whitmore sekarang yakin bisa menentukan
tanggal fenomena tabrakan antar galaksi dengan mengukur warna dan kecerahan
gugus bintang globular belia. Sebagian besar astronom kini telah sependapat,
bahwa gugus-gugus bintang globular belia mungkin memainkan peran penting untuk
memahami bagaimana galaksi berevolusi.
Dari galaksi-galaksi berbentuk aneh hingga building blocks galaksi, peran yang
dimainkan oleh tabrakan antar galaksi telah berubah secara dramatis selama
beberapa dekade.
Tipe Interaksi Antar Galaksi
Sekitar
500 juta tahun cahaya dari kita, dua galaksi saling mendekat dengan kecepatan
mencapai 1.243.000 mil per jam. Dihitung sebagai objek kosmik tunggal, galaksi
IRAS 06076-2139 yang terletak di rasi bintang Lepus, menyajikan pemandangan
aneh namun menakjubkan.
ESA
(Badan Antariksa Eropa) sering mengarahkan Teleskop Antariksa Hubble untuk
mencari interaksi antar galaksi semacam ini, yang membangkitkan minat para
astronom guna mempelajari pengaruh yang akan dialami oleh masing-masing
galaksi. Hubble juga mengamati sepasang galaksi yang membentuk IRAS 06076-2139.
Mereka terpisah sekitar 20.000 tahun cahaya, tapi dalam skala kosmik jarak ini
cukup dekat, sehingga setiap galaksi “akan mendistorsi satu sama lain melalui
gaya gravitasi dan akan mengubah struktur galaksi.”
ESA
sebenarnya tidak berniat untuk mempelajari perubahan besar skala galaksi
tersebut, namun para astronom yang sudah terlanjur mengamatinya, mengembangkan
sistem klasifikasi untuk kedua galaksi ini.
1. Intimidasi Galaksi
Menurut
Universitas Swinburne, “intimidasi galaksi”, adalah sebuah istilah sains untuk
menggambarkan jenis interaksi yang melibatkan “terbang lintas” antar galaksi.
Intimidasi cenderung terjadi di gugus galaksi yang galaksi di dalamnya bergerak
saling mendekat.
Jenis
interaksi yang hampir menyerupai hit and
run dapat menghasilkan dampak yang cukup besar bagi galaksi yang terlibat,
walaupun tidak terjadi tabrakan dalam arti yang sesungguhnya. Ketika istilah
“Intimidasi Galaksi” pertama kali digunakan pada tahun 1996, para ilmuwan
menjelaskan bahwa gaya gravitasi dapat mengubah struktur galaksi, bahkan
menghilangkan struktur original menjadi struktur “elips tanpa ciri”. Dalam
fenomena tertentu, bintang-bintang dan molekul gas ditarik dari tepi galaksi
untuk membentuk semacam ekor galaksi.
Meskipun
kita tidak bisa memprediksi dampak interaksi antara galaksi IRAS 06076-2139 di
masa lalu, fenomena ini dapat dianggap sebagai "intimidasi galaksi"
karena mereka tidak bertabrakan.
2. Kanibalisme Galaksi
Galaksi
bermula dari struktur yang lebih kecil. Mereka mengakumulasi gas dan debu
antarbintang untuk memproduksi bintang-bintang baru. Terkadang galaksi muda
berukuran kecil tidak dapat berkembang karena gaya gravitasi galaksi yang lebih
besar menarik galaksi yang lebih kecil saat melintas di dekat galaksi besar.
Seluruh material bahan baku pembentuk bintang akan dikanibal oleh galaksi raksasa, hanya menyisakan galaksi kecil yang terentang dalam bentuk datar.
Galaksi
Bima Sakti kita juga telah “mengunyah” material pembentuk bintang dari
galaksi-galaksi satelit di sekitarnya. Menurut Aaron Robotham dari University
of Western Australia, “Galaksi Bima Sakti belum bergabung dengan galaksi
raksasa lainnya dalam jangka waktu yang cukup lama, namun kita masih dapat
menemukan sisa-sisa semua galaksi yang dulu telah dikanibal oleh Bima
Sakti,” ia menjelaskan kepada Motherboard. Robotham memprediksi “nafsu makan”
Bima Sakti harus dipuaskan, dan kemungkinan besar akan “menyantap” dua galaksi
katai terdekat, Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, sekitar 4 miliar
tahun yang akan datang.”
3. Tabrakan dan Penyatuan Galaksi
Galaksi
Tikus adalah dua galaksi spiral yang telah mengalami proses penyatuan sejak
290 juta tahun yang lalu. Diberi nama galaksi Tikus karena fitur ekor panjang
galaksi yang terdiri dari bintang dan molekul gas.
![]() |
Fenomena Tabrakan Galaksi Tikus. Kredit: Brad Whitmore (STScI) dan NASA |
Lebih
dari sekadar “serempetan” kosmik ataupun terbang lintas, interaksi dapat
berakhir dalam sebuah fenomena tabrakan antar galaksi. Lebih tepatnya adalah
tabrakan antara gaya gravitasi masing-masing galaksi. Galaksi, sebagaimana dijelaskan
oleh situs Herschel Space Observatory,
mengandung bintang, gas, debu dan materi gelap yang berputar mengitari pusat
galaksi, menciptakan dan memengaruhi medan gravitasi. Jadi, saat medan
gravitasi antar galaksi ini terlalu dekat, interaksi yang terjadi adalah kontak
tarik menarik antara gaya gravitasi, bukannya kontak fisik benturan secara
langsung antara bintang dan planet. Seperti “intimidasi galaksi”, tabrakan
galaksi dapat mendorong bintang dan molekul gas untuk bergeser dari posisinya
semula. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh tabrakan dapat mengompres debu dan
gas antarbintang yang memicu produksi banyak bintang baru.
Tabrakan
tidak selalu berakhir dengan penggabungan dua galaksi menjadi galaksi tunggal.
Meskipun bertabrakan, terkadang galaksi melaju cukup cepat dan dapat terus
melanjutkan perjalanan melalui kosmos, dengan sedikit “penyok” dan bentuk yang
berbeda, namun tetap melaju dengan kecepatan yang sama seperti semula.
Sebaliknya jika melaju kurang cepat, kedua galaksi yang terlibat tabrakan akan
melambat untuk bergabung menjadi galaksi tunggal yang lebih besar dalam waktu
jutaan tahun.
Fenomena
tabrakan dan penggabungan galaksi kerap terjadi di alam semesta. Bahkan, Bima
Sakti kita sendiri diduga telah bergabung dengan galaksi lain di masa lalu.
Takdir Pamungkas Bima Sakti
![]() |
Galaksi Andromeda mengarah ke Bima Sakti. Kredit: NASA/JPL-Caltech/Wikimedia Commons |
Jangan
mengira kita akan aman dari tabrakan galaksi, karena galaksi tetangga terbesar
Andromeda berada di jalur lintasan untuk langsung bertabrakan dengan Bima
Sakti. Fenomena ini diperkirakan akan terjadi sekitar 4-5 miliar tahun yang
akan datang.
Proses
tabrakan dan penggabungan antara Bima Sakti dan Andromeda diproyeksikan akan
menjadi proses yang sangat lamban. Para ilmuwan mengatakan kepada Smithsonian magazine bahwa mereka
awalnya mungkin hanya saling mengorbit. Orbit akan memperlambat laju pergerakan
yang mengarah ke penggabungan untuk membentuk “bola bintang tiga dimensi” atau
galaksi elips.
Penggabungan
ini kemungkinan tidak terlalu berdampak bagi tata surya kita. Bintang dan
planet anggota Andromeda tidak akan terpental ke tata surya kita. Seperti yang
telah diuraikan sebelumnya, tata surya kita kemungkinan akan didorong ke sebuah
lokasi baru di dalam galaksi elips raksasa baru.
Ditulis oleh: Staf stardate.org, Staf hubblesite.org, Noel Kirkpatrick, www.mnn.com
Sumber:
Galaxy Formation, Background Information: From Oddball Galaxies to Galaxy Building Blocks: A History of Colliding Galaxies dan What Happens When Galaxies Get too Close
Komentar
Posting Komentar