Badai Pasti Berlalu populer pada tahun 1970-an sebagai sebuah lagu tema untuk mengiringi
film dengan judul yang sama.
Badai adalah cuaca ekstrem, mulai dari hujan es, badai salju hingga badai
pasir dan debu. Badai bergerak di atas laut mengikuti arah angin dengan
kecepatan sekitar 20 km/jam yang dapat menimbulkan bencana
karena menerbangkan atap bangunan, merusak infrastruktur dan menimbulkan
korban jiwa.
Dibandingkan
badai yang terjadi di planet-planet lain tata surya, badai di Bumi tidak
mungkin berlangsung selama berabad-abad, karena planet kita tidak memiliki
atmosfer sebesar dan setebal para raksasa gas, Jupiter, misalnya. Tapi,
meskipun berlangsung di lapisan atmosfer seekstrem Jupiter, sebagian besar badai tidak akan
bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Berikut 6 Badai Pasti Berlalu versi tata surya yang diolah dari berbagai sumber.
1. Bintik Merah
Raksasa Jupiter
Saat pertama kali ditemukan, para ilmuwan tercengang setelah mengetahui ukuran Bintik Merah Raksasa Jupiter dua kali lebih besar daripada planet Bumi.
Bintik Merah Raksasa mungkin sudah ada sebelum tahun 1665, meskipun baru dilaporkan pertama
kali setelah tahun 1830. Bintik merah adalah badai raksasa, sebuah daerah
bertekanan tinggi yang bertahan di atmosfer dan menyebabkan badai antisiklon.
Para ilmuwan memprediksi ukuran Bintik Merah Raksasa pernah mencapai empat
kali lebih besar daripada planet kita, sebelum mulai mereda.
Badai
dahsyat yang menjadi ikon Jupiter telah menyusut secara signifikan dan mungkin akan segera lenyap. Sebenarnya, penyusutan ini bukanlah berita
baru, karena para ilmuwan telah mengetahuinya cukup lama. Terbang lintas
pesawat antariksa Voyager 1 dan 2 ke Jupiter pada tahun 1979, mengukur
bintik merah dengan radius 14.500 mil, sementara foto Hubble pada tahun 1995
menunjukkan penyusutan radius bintik merah sekitar 13.020 mil. Dalam beberapa tahun
terakhir, tingkat penyusutan justru terjadi sangat cepat. Pada tahun 2012, para
astronom amatir melaporkan tingkat penyusutan hingga 580 mil per tahun dan
bentuk oval Bintik Merah Raksasa telah berubah menjadi lingkaran.
Misi pesawat
antariksa Juno NASA yang memasuki orbit kutub Jupiter pada tanggal 5
Juli 2016, mengungkap sistem Jupiter dan Bintik Merah Raksasa dalam detail yang luar biasa. Juno menegaskan Bintik Merah Raksasa memang menurun dalam hal ukuran. Dengan tingkat penyusutan ini, badai terbesar di tata surya mungkin akan berlalu dalam waktu 10-20 tahun lagi. (Bintik Merah Raksasa Jupiter Akan Lenyap Dalam Waktu 20 Tahun)
2.
Bintik Gelap Neptunus
Tiga miliar mil di sebuah planet raksasa terjauh di tata surya kita, badai gelap yang cukup
besar untuk melintasi Lautan Atlantik dari Boston ke Portugal, ditemukan
menyusut, sebagaimana terlihat dalam gambar-gambar Neptunus yang diambil oleh
Teleskop Antariksa Hubble NASA.
Badai gelap di Neptunus pertama kali
ditemukan pada akhir tahun 1980-an oleh Voyager 2.
Sejak saat itu, hanya Hubble yang memiliki ketajaman spektrum cahaya biru untuk
melacak fitur yang sulit dipahami ini. Selama bertahun-tahun. Hubble menemukan
dua badai gelap yang muncul pada pertengahan 1990-an, kemudian lenyap. Setelah itu badai
gelap kembali terlihat pada tahun 2015, namun kini kembali
menyusut.
Seperti Bintik Merah Raksasa Jupiter, badai berputar ke arah anti-siklon dan mengeruk material dari dalam atmosfer planet raksasa
es. Fitur yang sulit dipahami memberikan para astronom kesempatan unik
untuk mempelajari angin di dalam atmosfer Neptunus, yang tidak dapat diukur
secara langsung.
Material bintik gelap mungkin adalah hidrogen
sulfida yang memiliki aroma seperti telur busuk. Tidak seperti Bintik Merah Raksasa yang setidaknya telah terlihat selama 200 tahun, pusaran gelap
Neptunus hanya bertahan dalam waktu beberapa tahun terakhir. Simulasi dinamik
badai di Neptunus menunjukkan antisiklon di bawah
variasi kecepatan angin Neptunus mungkin akan melayang ke arah khatulistiwa.
Begitu terlalu dekat dengan khatulistiwa, pusaran badai tercerai-berai dan berlalu. (Hubble Melihat Badai Misterius Neptunus Menyusut)
3.
Badai Terang Tak Terduga Neptunus
Masih di planet Neptunus, sebuah badai dahsyat hampir
seukuran Bumi telah terlihat di wilayah yang biasanya tenang. Sistem badai
muncul sebagai wilayah yang sangat terang dengan radius sekitar 9.000 km dan
membentang setidaknya 30° di garis lintang dan garis bujur
planet. Melihat badai seterang ini di garis lintang rendah dianggap sangat
mengejutkan. Biasanya, wilayah di Neptunus ini cenderung tenang dan
hanya terlihat awan terang di pita garis lintang tengah planet, jadi awan yang begitu besar tepat di khatulistiwa planet adalah fenomena yang sangat spektakuler.
Seperti di semua planet, angin di atmosfer Neptunus
sangat bervariasi di garis lintang. Karena membentang jauh
melampaui derajat garis lintang, harus ada sesuatu yang menahan sistem badai secara
bersamaan. Penjelasan yang dianggap paling logis adalah sistem pusaran raksasa bertekanan tinggi berada jauh di dalam atmosfer planet. Sama seperti awan pembentuk uap
air di Bumi, gas metana di Neptunus akan mendingin dan mengembun menjadi awan
saat naik ke pusaran. Sebagai alternatif, sistem badai yang terang dapat berubah menjadi awan konvektif raksasa (awan yang bergerak secara vertikal di dalam
atmosfer), seperti yang terlihat di Saturnus. Fenomena ini menunjukkan perubahan drastis dalam dinamika atmosfer Neptunus dan mungkin adalah
peristiwa cuaca musiman yang dapat berlangsung setiap beberapa dekade.
Dengan skenario ini, badai Neptunus mungkin akan berlangsung selama 1 minggu dan setelah itu akan berlalu. (Badai Terang Tak Terduga Neptunus)
4.
Badai Pasir Mars
Dua gambar planet Mars yang diambil pada
tahun 2001 oleh Mars Orbiter Camera yang terinstal di Mars Global
Surveyor NASA, mengungkap perubahan dramatis penampilan planet Mars, saat kabut berdebu yang dihasilkan oleh aktivitas badai debu di belahan selatan
planet terdistribusi secara global. Kedua gambar diambil terpisah dalam selisih
waktu sekitar satu bulan.
Iklim Mars dihasilkan oleh berbagai faktor, termasuk
lapisan es, uap air dan badai debu. Terkadang, badai debu raksasa menyelimuti seluruh planet dan berlangsung selama berbulan-bulan. Beberapa ilmuwan merasa optimis untuk mempelajari badai debu yang terjadi dalam skala
global hingga mampu menggelapkan langit di seluruh Planet Merah.
Badai debu raksasa secara rutin melepaskan debu besi
teroksidasi yang menutupi permukaan Mars. Debu adalah bagian permanen
dari atmosfer, dengan jumlah yang lebih tinggi saat musim gugur dan musim dingin
di belahan utara Mars dan jumlah yang lebih rendah saat musim semi dan musim
panas di belahan utara Mars.
Satu teori yang menggagas mengapa badai debu di Mars dapat terjadi dalam
skala yang begitu besar, dimulai dengan partikel debu di udara yang
menyerap sinar Matahari dan menghangatkan atmosfer di sekitarnya. Kantung hangat aliran udara lalu mengarah ke wilayah yang lebih dingin dan menghasilkan angin. Angin kencang mengangkat lebih banyak debu dari tanah, memanaskan atmosfer dan meningkatkan kecepatan hembusan angin
yang menghamburkan lebih banyak debu. Badai debu Mars mampu
menyelimuti seluruh planet dan berlangsung selama berbulan-bulan, namun setelah
itu akan berlalu. (Badai Debu Berhubungan dengan Menghilangnya Gas dari Atmosfer Mars)
5.
Badai Metana Cair Titan
Titan adalah bulan terbesar Saturnus, ukurannya kira-kira setara dengan Merkurius, meskipun kalah masif. Titan memilik banyak kemiripan fitur dengan Bumi,
termasuk atmosfer, gunung berapi, pegunungan, bukit pasir dan cairan yang
mengalir bebas di permukaan, bermanifestasi sebagai sungai, danau, dan lautan.
Demikian pula dengan pola cuaca regional dan badai hujan musiman yang parah.
Cuaca buruk berlangsung setiap satu tahun sekali (satu
tahun Titan adalah 29,5 tahun di Bumi), langit mencurahkan hujan deras metana cair yang membanjiri dan mengukir permukaan es. Ketika
badai menerjang, curah hujan yang intens membanjiri permukaan es Titan serupa dengan bagaimana badai hujan ekstrem mengukir permukaan batu di
Bumi. Curah hujan metana yang deras mengalir di sekitar pegunungan, perbukitan,
dan dinding curam ngarai, mengikis pasir sedikit demi sedikit dan mengakibatkan
sedimen. Proses erosi menghasilkan struktur menyerupai kipas aluvial segitiga, yang juga terlihat di Bumi dan Mars.
Pola curah hujan ini terjadi secara regional, yakni
badai intens yang berkembang di sepanjang garis lintang atas Titan yang lebih
dingin dan lebih basah, sementara di garis lintang bawah tetap kering. Perbedaan kondisi di antara garis lintang atas dan garis lintang bawah serupa dengan di Bumi, yaitu badai salju yang biasa terjadi di Amerika Utara
dan Eropa selama musim dingin sedangkan di wilayah garis khatulistiwa tetap
kering.
Saat berlangsung, hujan badai metana dapat bertahan selama kurang lebih satu minggu, setelah itu badai pasti berlalu. (Hujan Badai Metana Mengukir Permukaan Es Titan)
6. Badai
Heksagon Saturnus
Saturnus diselimuti oleh awan, garis-garis dan badai.
Secara global, planet terbesar kedua tata surya ini berwarna sawo matang dan coklat muda, karena
campuran kristal amonia kuning di lapisan teratas atmosfer.
Angin di lapisan teratas atmosfer berhembus dengan
kecepatan 500 meter per detik di wilayah khatulistiwa. Sebagai
perbandingan, kecepatan maksimal angin topan terkuat di Bumi hanya sekitar 110
meter per detik. Dan tekanan di atmosfer Saturnus setara dengan tekanan di lautan terdalam, sangat kuat bahkan mampu mengubah gas menjadi
cairan. Pesawat antariksa yang terbuat dari logam juga akan hancur di
atmosfer Saturnus.
Kutub utara Saturnus memiliki fitur atmosfer yang
menarik, aliran jet enam sisi. Pola berbentuk heksagon ini pertama kali
terlihat di dalam gambar yang diambil oleh Voyager 1, dan telah
diamati lebih dekat oleh pesawat antariksa Cassini sejak saat itu. Membentang sekitar 30.000 km, heksagon adalah aliran jet bergelombang dengan
kecepatan sekitar 322 kilometer per jam, dengan badai besar yang berputar di
tengahnya. Tidak ada fitur cuaca seperti ini di tempat lain di Tata Surya.
Badai heksagon Saturnus baru ditemukan selama beberapa
dekade terakhir, tidak ada yang tahu kapan badai ini akan berlalu, mungkin akan
tetap bertahan selama berabad-abad. (Misi Cassini Mengungkap Rahasia-Rahasia Neptunus)
Dahysat,
itulah 6 Badai Pasti Berlalu versi Tata Surya. Sekuat apapun badai pasti akan reda. Demikian pula dengan kehidupan kita, ada saat hidup
amat mudah, meskipun terkadang membutuhkan perjuangan. Hidup jangan sekadar
menunggu waktu yang sulit berlalu, karena mungkin berlangsung lama, tetapi
nikmatilah segala keadaan dan teruslah berkarya menghasilkan berbagai hal yang
positif.
Komentar
Posting Komentar