Langsung ke konten utama

Lubang Hitam Supermasif di Pusat Galaksi Mungil

lubang-hitam-supermasif-di-pusat-galaksi-mungil-fornax-ucd-3-informasi-astronomi
Citra optik galaksi elips raksasa NGC 1399 dan galaksi satelit UCD3 yang mengitarinya. Panel kiri: gambar UCD3 dalam filter F606W yang diambil oleh Teleskop Antariksa Hubble NASA. Panel kanan: gambar inframerah UCD3 yang diperoleh menggunakan spektograf SINFONI.
Kredit: NASA/STScI/ESO/Afanasiev dkk.

Para ilmuwan telah menemukan sebuah lubang hitam supermasif di pusat sebuah galaksi katai, sebagaimana dilaporkan di makalah ilmiah yang dipublikasikan di Monthly Notice of Royal Astronomical Society.

Galaksi katai yang diberi kode Fornax UCD3, tergolong ke dalam kelas ultracompact dwarf (UDC) langka yang dihuni oleh bintang-bintang lanjut usia.

“Galaksi katai UCD adalah sistem yang sangat rapat dengan radius hanya sekitar 100 parsec (sekitar 326 tahun cahaya), namun mengandung massa 100 juta kali massa Matahari,” ungkap penulis makalah ilmiah Anton Afanasiev dari Fakultas Fisika di MSU kepada Newsweek. “Jarak bintang-bintang penghuni galaksi sangat berdekatan, sistem yang jauh lebih rapat daripada galaksi Bima Sakti kita.”

Sebagai perbandingan, diameter Bima Sakti membentang sekitar 100.000 tahun cahaya dengan massa sekitar miliar kali Matahari kita.

Meskipun berstatus katai, para ilmuwan justru menemukan lubang hitam supermasif di pusat galaksi Fornax dengan massa mencapai sekitar 3,5 juta lipat Matahari, setara dengan lubang hitam supermasif Sagitarius A* di pusat galaksi Bima Sakti kita.

Lubang hitam supermasif di pusat galaksi Fornax adalah penemuan keempat di UCD, setara dengan sekitar 4% dari total massa seluruh galaksi. Di galaksi-galaksi normal, rasio perbandingan antara massa lubang hitam supermasif dan total massa galaksi hanya sekitar 0,3%.

Untuk mengidentifikasinya, tim menganalisisi data yang dikumpulkan oleh SINFONI, instrumen pendeteksi panjang gelombang inframerah yang diinstal di Very Large Telescope (VLT) ESO (Observatorium Eropa Selatan) di Gurun Atacama, Chili. Pola tipikal di dalam data hanya dapat dijelaskan oleh eksistensi sebuah lubang hitam supermasif sentral.

Meskipun ada beberapa sampel lain serupa, lubang hitam supermasif di pusat galaksi Fornax mendukung hipotesis original pasang surut gravitasi di galaksi tipe UCD.

Hipotesis menyatakan bahwa sebuah galaksi yang berukuran rata-rata, pada titik tertentu telah melewati tahap sebagai sebuah galaksi raksasa dan bertambah masif seiring waktu, kemudian kehilangan sebagian besar bintang karena pasang surut gravitasi dan hanya menyisakan inti galaksi yang begitu rapat atau galaksi UCD.

“Eksistensi lubang hitam supermasif yang mengandung sebagian kecil dari total massa galaksi adalah bukti kuat bahwa UCD adalah sisa-sisa dari proses pelucutan pasang surut gravitasi,” jelas Afanasiev.

“Hipotesis juga didukung fakta bahwa semua UCD adalah induk bagi lubang hitam supermasif di pusat galaksi dan mengindikasikan fenomena pelucutan pasang surut gravitasi yang ‘dicuri’ oleh galaksi yang lebih besar. Agar hipotesis semakin kuat, kami perlu mempelajari setidaknya lima sampel lubang hitam serupa.”

Lubang hitam supermasif adalah tipe lubang hitam terbesar yang mengandung massa ratusan ribu hingga miliaran massa Matahari. Komunitas astronom sudah menyepakati lubang hitam supermasif bersemayam di pusat hampir setiap galaksi, meskipun klaim tersebut juga belum 100% benar.

Belum ada kesepakatan di antara para ilmuwan, apakah UCD tergolong sebagai galaksi atau tidak (Afanasiev menganggap UCD adalah sebuah galaksi). Namun ada kemungkinan sebagian besar UCD menampung lubang hitam supermasif di pusat galaksi.

“Sayang penelitian lain tidak menemukan lubang hitam supermasif di pusat dua galaksi UCD,” pungkas Afanasiev. “Namun kami mengasumsikan sebagian besar UCD memiliki lubang hitam supermasif sentral, sebagai konsekuensi dari mekanisme utama pembentukan mereka.”

Ditulis oleh: Aristos Georgiou, www.newsweek.com



#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang