Ilustrasi pembentukan planet gas raksasa di cakram protoplanet yang mengelilingi bintang muda. Kredit: ESO/L. Calvia |
Dalam sebuah makalah studi yang dipublikasikan di
Astronomy & Astrophysics, tim astronom dari Instituto de Astrofísica e
Ciências do Espaço (IA3) menemukan bukti observasi eksistensi dua
populasi planet raksasa yang berbeda.
Sejauh ini, lebih dari 3.500 planet telah ditemukan mengorbit bintang mirip Matahari. Meskipun hasil studi terbaru
menunjukkan sebagian besar komposisi eksoplanet di galaksi Bima Sakti kita adalah berbatu seperti Bumi, populasi planet raksasa dengan massa hingga 10 atau 20
kali massa Jupiter (320 kali massa Bumi), juga ditemukan.
Sejumlah besar informasi tentang bagaimana mereka terbentuk, berasal dari analisis hubungan antara
planet dengan bintang induk masing-masing. Temuan awal menunjukkan ada hubungan erat antara unsur metalik bintang dengan
terbentuknya planet atau frekuensi orbit planet. Massa bintang juga
diperkirakan memengaruhi efisiensi pembentukan planet.
Model terbaru pembentukan planet memperkirakan ada dua cara utama untuk membentuk raksasa-raksasa gas. Pertama adalah
proses akumulasi inti. Inti berbatu/dingin menarik molekul gas di sekitarnya dan pada akhirnya menghasilkan planet raksasa. Cara kedua adalah ketidakstabilan di cakram protoplanet yang dapat menyebabkan molekul gas menggumpal dan membentuk planet raksasa.
Masa planet vs unsur metalik. Skenario ini memperlihatkan posisi dua populasi planet-planet raksasa. Kredit: Santos dkk. 2017 |
Vardan Adibekyan (IA & Universidade do
Porto) mengatakan, "Melalui data eksoplanet yang tersedia untuk publik, tim telah memperoleh bukti observasi menarik bahwa planet raksasa seperti Jupiter
dan "sepupunya" yang bermassa besar, ribuan kali lebih besar daripada Bumi
(yang tidak kita miliki contohnya di tata surya) terbentuk di lingkungan yang
berbeda, sehingga menghasilkan dua populasi yang berbeda pula."
Sementara planet yang lebih kecil,
sekitar empat kali massa Jupiter menunjukkan preferensi untuk
bintang-bintang yang kaya logam, sementara planet yang rentang massanya antara 4-20 kali massa
Jupiter, bintang-bintang induk cenderung lebih miskin logam dan lebih masif. Perhitungan ini mengindikasikan planet-planet raksasa bermassa tinggi raksasa terbentuk dengan mekanisme yang
berbeda daripada planet-planet raksasa bermassa rendah pada waktu yang bersamaaan.
Nuno Cardoso Santos (IA & Faculdade de
Ciências da Universidade do Porto) mengatakan, "Hasil studi telah
dipublikasikan dan memprediksi masing-masing mekanisme mungkin
berpengaruh. Mekanisme pertama membentuk planet-planet raksasa dengan massa rendah, sementara mekanisme kedua bertanggung jawab atas pembentukan planet-planet raksasa dengan massa tinggi."
Planet-planet raksasa yang massanya lebih rendah tampaknya dibentuk melalui akumulasi inti di sekitar bintang-bintang induk yang
lebih kaya logam, sementara planet-planet raksasa yang lebih masif tampaknya terbentuk
terutama melalui ketidakstabilan gravitasi.
Adibekyan mengatakan, "Meskipun dianggap penting untuk melengkapi pemahaman tentang proses pembentukan planet, penemuan tidak berhenti sampai di situ. Tim tetap antusias untuk menjawab banyak pertanyaan terbuka."
Observasi menggunakan GAIA milik Badan
Antariksa Eropa (ESA) dapat mengungkap beberapa pertanyaan terbuka ini. Dalam
waktu dekat, misi seperti CHEOPS dan PLATO ESA, atau TESS NASA, akan mengungkap
studi hubungan radius massa, sekaligus komposisi atmosfer menggunakan instrumen
seperti ESPRESSO di VLT dan HIRES di ELT besutan ESO, atau Teleskop Antariksa
James Webb NASA, yang diharapkan dapat menembus batas-batas pemahaman terkait
proses pembentukan planet.
Ilustrasi cakram protoplanet yang mengelilingi sebuah bintang muda. Celah di cakram protoplanet menunjukkan lokasi planet-planet terbentuk. Kredit: ESO/L.Caláada |
Ditulis oleh: Instituto de Astrofísica e
Ciências do Espaço, www.phys.org
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar