Menggunakan
teknologi serupa dengan yang digunakan Tesla untuk mengajarkan mobil agar bisa mengemudi sendiri secara otomatis, para astronom Eropa menggunakan
kecerdasan buatan untuk mencari dan menemukan banyak lensa gravitasi baru.
Lensa gravitasi yang disebut Cincin Einstein. Gambar oleh ESA/Hubble & NASA/APOD. |
Para
astronom dari Universitas Groningen di Naples and Bonn, Belanda, telah menggunakan
kecerdasan buatan untuk mencari lensa gravitasi yang sangat langka dalam
tumpukan arsip observasi astronomi alam semesta. Mereka mengatakan
metode ini didasarkan pada:
... algoritma kecerdasan buatan seperti yang digunakan oleh Google, Facebook dan Tesla pada tahun-tahun terakhir.
Para
periset mempublikasikan metode mereka dan juga sebanyak 56 kandidat lensa
gravitasi di penelaahan sejawat Monthly
Notice of the Royal Astronomical Society pada bulan November 2017. Penelaahan
sejawat adalah suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide
pengarang ilmiah oleh pakar lain di bidang tersebut. Setelah seorang peneliti
menyelesaikan sebuah proyek penelitian maka ia segera menyusun laporan prosedur
dan hasil penelitian kepada penerbit untuk diterbitkan secara resmi di
jurnal ilmiah.
Mereka
mengklaim telah menggunakan metode yang disebut sebagai jaringan saraf tiruan
konvolusi dalam upaya pencarian lensa gravitasi. Pernyataan mereka menjelaskan:
Google menggunakan jaringan syaraf tiruan serupa untuk mengalahkan juara dunia Go. Facebook menggunakannya untuk mengenali gambar timeline. Dan Tesla telah mengembangkan mobil kemudi otomasi berkat jaringan syaraf tiruan.
Neural network atau
jaringan saraf tiruan adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang
dimodelkan berdasarkan sistem saraf manusia. Jaringan saraf tiruan merupakan
sistem adaptif yang dapat mengubah strukturnya untuk memecahkan masalah
berdasarkan informasi eksternal maupun internal yang mengalir melalui jaringan
tersebut. Oleh karena sifatnya yang adaptif, Jaringan saraf tiruan juga sering
disebut dengan jaringan adaptif.
Secara
umum konvolusi didefinisikan sebagai cara untuk mengkombinasikan dua buah deret
angka yang menghasilkan deret angka ketiga dan seterusnya.
Tanpa
menggunakan kecerdasan buatan, upaya pencarian lensa gravitasi akan sangat sulit.
Para astronom harus mengurutkan ribuan gambar kosmos. Itulah yang menjadi
salah satu alasan mengapa lensa gravitasi langka dan jarang ditemukan. Objek semacam ini merupakan prediksi dari teori relativitas umum Einstein, yang mengatakan bahwa
massa dapat mendistorsi cahaya. Lihatlah kembali gambar di bagian atas
postingan ini. Kelihatannya menyerupai cincin di sekitar galaksi, tapi sebenarnya hanyalah sejenis ilusi dari sebuah galaksi masif di depan galaksi yang jaraknya begitu jauh. Cahaya dari galaksi latar belakang dibengkokkan oleh gaya gravitasi galaksi latar depan dari sudut pandang kita untuk membentuk cincin Einstein.
Efek lensa gravitasi dapat menghasilkan banyak gambar galaksi, atau menciptakan fitur cincin di sekitar galaksi seperti gambar di atas.
Para
astronom ingin mempelajari lensa gravitasi. Mereka adalah semacam alat bantu untuk
memahami materi gelap yang diprediksi menyelimuti alam semesta. Namun, bagaimana
menemukannya? Mencari lensa gravitasi di antara milyaran galaksi di alam semesta tentunya harus dilakukan secara seksama.
Itulah
sebabnya tim melatih jaringan syaraf tiruan menggunakan jutaan gambar lensa gravitasi yang mereka buat sendiri. Kemudian jaringan syaraf tiruan dihadapkan ke jutaan gambar dari sebuah petak kecil di langit. Petak
kecil ini memiliki luas permukaan 255 derajat persegi. Luas tersebut hanya sekitar 0,5% dari luas seluruh langit. Pernyataan yang mereka
sampaikan menjelaskan apa yang terjadi:
Awalnya, jaringan saraf tiruan menemukan sebanyak 761 kandidat lensa gravitasi. Setelah pemeriksaan visual oleh para astronom, sampel dirampingkan menjadi 56 dan untuk memastikannya masih diperlukan konfirmasi oleh jajaran teleskop antariksa lainnya, seperti Hubble.
Selain itu, jaringan syaraf tiruan juga menemukan dua lensa yang telah dikenal sebelumnya.
Sayangnya,
kata periset, jaringan saraf tiruan mereka belum mampu melihat lensa gravitasi
ketiga yang sebelumnya telah diketahui. Mereka mengatakan bahwa:
... lensa-lensa kecil dan jaringan saraf tiruan memang tidak dilatih untuk ukuran tersebut.
Ke
depan, kata periset, mereka ingin terus melatih jaringan syaraf tiruan mereka,
disamping untuk memperhatikan lensa yang lebih kecil, seperti lensa gravitasi
ketiga yang terluput dalam penelitian awal, juga untuk menolak lensa gravitasi palsu. Tujuan akhirnya adalah meniadakan pengamatan visual oleh
manusia secara keseluruhan.
Penulis utama makalah studi Carlo
Enrico Petrillo dari Universitas Groningen di Belanda menjelaskan:
Inilah pertama kalinya jaringan saraf tiruan konvolusi digunakan untuk menemukan objek-objek tertentu dalam survei astronomi. Saya pikir metode ini akan menjadi sebuah standar karena survei astronomi di masa depan akan menghasilkan sejumlah besar data yang perlu diperiksa. Sementara kita tidak memiliki cukup banyak astronom untuk mengatasi hal ini.
Kandidat lensa gravitasi, ditemukan oleh tim yang dibantu kecerdasan buatan. Gambar oleh Enrico Petrillo/Rijksuniversiteit Groningen/Astronomie.nl. |
Ditulis
oleh: Deborah Byrd, earthsky.org
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar