Teleskop Antariksa Hubble NASA telah mengukur secara akurat massa sebuah planet tertua di dekat inti gugus bintang globular purba Messier 4,
yang terletak 5.600 tahun cahaya di rasi bintang Scorpio. Diperkirakan berusia
13 miliar tahun, usia planet ini hampir tiga kali lebih tua daripada planet Bumi kita yang baru berusia sekitar 4,5 miliar tahun. Sebagai planet tertua yang pernah diketahui eksis di alam semesta, ia terbentuk di sekitar dua bintang muda mirip Matahari hampir 1 miliar
tahun setelah Big Bang. Sejarah planet purba ini sangat luar biasa karena berada di lingkungan yang tidak biasa dan keras. Ia mengorbit sepasang bintang yang membara panas di tengah kerumunan lebih
dari 100.000 bintang penghuni gugus.
“Gugus bintang globular merupakan tempat pertama yang kemungkinan peradaban asing dapat
diidentifikasi di galaksi kita,” ungkap Rosanne Di Stefano dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian.
Gugus bintang globular dianggap sangat luar biasa pada hampir segala aspek. Ditemukan di lingkaran
halo galaksi dan bisa mengandung populasi ratusan ribu bintang hingga satu juta bintang yang menempati volume ruang hanya seluas 100 tahun cahaya. Messier 4 juga sudah sangat tua, bahkan telah ada sejak galaksi Bima sakti terbentuk. Dan menurut penelitian terbaru, Messier 4 dapat menjadi tempat yang sangat bagus untuk mencari peradaban ekstraterestrial.
“Begitu terbentuk, planet-planet dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama,
bahkan lebih lama daripada usia alam semesta saat ini (sekitar 13,5 miliar tahun),” jelas Di Stefano.
Jadi,
jika memang ada planet layak huni di gugus bintang globular yang bertahan selama miliaran tahun, apakah konsekuensi yang akan dijalani oleh kehidupan
apabila mampu berevolusi? Tentunya kehidupan memiliki cukup waktu untuk menjadi
semakin kompleks, bahkan berpotensi mengembangkan intelektual.
Peradaban
seperti itu akan menikmati lingkungan yang jauh sangat berbeda daripada lingkungan tata surya kita.
Bintang
terdekat dari tata surya berjarak empat tahun cahaya, atau 24 triliun
mil. Sebaliknya, bintang terdekat di gugus globular bisa sekitar 20
kali lebih dekat, hanya satu triliun mil jauhnya. Jarak yang relatif dekat ini akan memudahkan komunikasi dan eksplorasi antarbintang.
“Kami
menyebutnya peluang gugus globular,” tambah DiStefano. “Mengirimkan pesan di
antara bintang-bintang tidak akan memakan waktu lebih lama daripada sebuah surat yang
dikirim dari Amerika Serikat ke Eropa pada abad ke 18. Perjalanan antarbintang
juga membutuhkan waktu yang lebih singkat. Pesawat antariksa Voyager kini telah mencapai jarak 100 miliar mil dari Bumi, apabila kita tinggal di gugus globular berarti Voyager telah mencapai sepersepuluh perjalanan untuk mencapai
bintang terdekat. Berarti mengirimkan pesawat antariksa antarbintang dapat dilakukan oleh sebuah peradaban setingkat
teknologi kita di gugus globular,” tambahnya.
Gugus
bintang globular terdekat dengan Bumi masih beberapa ribu tahun cahaya jauhnya,
sehingga sulit untuk menemukan planet, terutama di inti gugus yang penuh sesak.
Tapi, mungkin kita bisa mendeteksi planet yang sedang transit di pinggiran gugus. Bahkan para astronom mungkin dapat melihat planet pengembara yang mengambang bebas melalui lensa
gravitasi, ketika gravitasi planet memperkuat cahaya dari bintang latar belakang.
Gagasan
yang lebih menarik adalah upaya untuk menargetkan gugus bintang globular
dengan metode pencarian SETI, berupa deteksi siaran radio atau laser. Konsep ini
memiliki sejarah panjang. Pada tahun 1974 astronom Frank Drake menggunakan
teleskop radio Arecibo untuk menyiarkan pesan pertama secara sengaja dari Bumi
ke luar angkasa, yang diarahkan ke gugus bintang globular Messier 13.
Penemuan
baru Hubble akan menutup satu dekade spekulasi dan perdebatan mengenai
sifat sebenarnya dari dunia purba ini, yang membutuhkan waktu satu abad untuk
menyelesaikan satu kali orbit. Planet ini memiliki massa 2,5 kali lipat massa
Jupiter. Dan eksistensinya menyediakan bukti yang sangat menggoda, bahwa planet generasi pertama bisa terbentuk dengan cepat, hanya dalam waktu satu miliar tahun setelah Big Bang,
membuat para astronom menyimpulkan jumlah planet mungkin sangat berlimpah di alam semesta.
Gugus
bintang globular kekurangan unsur-unsur berat karena mereka terbentuk begitu
cepat sehingga unsur-unsur berat belum “ditempa” di “tungku” bintang. Beberapa astronom lain berpendapat gugus semacam
ini tidak bisa memiliki planet. Kesimpulan ini didukung oleh analisis arsip data Hubble pada tahun 1999 yang gagal menemukan planet tipe “Jupiter
panas” yang mengorbit bintang induk dari jarak dekat di gugus
globular 47 Tucanae. Dan kini telah diketahui, tampaknya para astronom hanya
melihat ke tempat yang salah, dan dunia-dunia raksasa gas justru mengorbit bintang induk masing-masing dari jarak yang jauh, dan orbit jarak jauh ini
merupakan hal yang biasa di dalam gugus globular.
“Pengukuran
Hubble menawarkan bukti menggoda bahwa proses pembentukan planet cukup
kuat dan efisien untuk memanfaatkan elemen kecil dalam jumlah yang relatif kecil. Hal
ini mengindikasikan pembentukan planet bisa terjadi sangat awal di alam semesta,” kata
Steinn Sigurdsson dari Universitas Negeri Pennsylvania.
“Sungguh menyenangkan mengetahui jumlah planet mungkin berlimpah di gugus globular,” kata Harvey Richer dari Universitas British Columbia di Vancouver,
Kanada. Dia mendasarkan kesimpulan ini pada penemuan planet di lingkungan yang keras karena mengorbit dua bintang sekaligus, yaitu sebuah bintang
katai putih dan bintang neutron yang berputar cepat, di dekat inti gugus
globular yang populasinya sangat padat. Di lingkungan seperti itu, sistem planet rentan tercerai-berai oleh interaksi gaya gravitasi dengan
bintang-bintang tetangga.
Kisah
penemuan planet ini dimulai pada tahun 1988, ketika sebuah pulsar yang diberi kode PSR
B1620-26 ditemukan di Messier 4. Pulsar ini adalah bintang neutron yang berputar hampir 100 kali per detik dan memancarkan denyut radio teratur layaknya berkas cahaya mercusuar. Kemudian bintang katai putih dengan cepat terdeteksi melalui
interaksinya dengan pulsar, karena keduanya saling mengorbit dua kali per tahun. Beberapa waktu kemudian, para astronom melihat
penyimpangan lebih lanjut pada pulsar yang menyiratkan keberadaan objek ketiga yang
mengorbit mereka. Objek baru tersebut dianggap sebagai sebuah planet, tapi mungkin
saja adalah katai coklat atau bintang dengan kelas yang lebih rendah. Perdebatan
tentang identitas tulen objek ketiga ini berlanjut sampai tahun 1990-an.
Para
astronom akhirnya menyelesaikan perdebatan tersebut setelah massa aktual objek diukur melalui beberapa penelitian. Mereka memiliki data Hubble dari
pertengahan tahun 1990-an yang digunakan untuk mempelajari katai putih
di Messier 4. Dengan memilah-milah observasi, mereka dapat mendeteksi katai putih yang mengorbit pulsar dan mengukur warna dan suhunya.
Menggunakan model komputasi yang dihitung oleh Brad Hansen dari Universitas California,
Los Angeles, tim menghitung massa katai putih melalui jumlah goyangan sinyal pulsar yang memungkinkan tim untuk menghitung kemiringan orbit katai putih sebagaimana terlihat dari Bumi. Ketika dikombinasikan dengan studi gelombang radio terkait
goyangan pulsar, bukti penting ini justru memberi tahu tim tentang kemiringan
orbit planet yang mengarah ke perhitungan massa akurat. Dengan massa hanya
2,5 kali lipat massa Jupiter, objek terlalu kecil untuk menjadi sebuah bintang
atau katai coklat, dan seharusnya merupakan planet. Planet ini
kemungkinan adalah raksasa gas tanpa permukaan padat seperti Bumi.
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar