Transit Fotometri mendeteksi planet dengan mengukur perubahan lemah pada lekukan cahaya bintang. Fotometri adalah ilmu tentang pengukuran energi dari cahaya. Kredit: NASA/Tim Pyle |
Selama
berabad-abad, para astronom telah berspekulasi tentang keberadaan planet di
luar tata surya kita. Lagipula, dengan kisaran jumlah bintang antara 100-400 miliar di galaksi Bima Sakti saja, rasanya tidak mungkin hanya tata surya
kita yang memiliki sistem planet. Tapi baru dalam beberapa dekade terakhir,
para astronom berhasil mengkonfirmasi eksistensi eksoplanet atau planet yang
mengorbit bintang selain Matahari.
Para
astronom menggunakan berbagai metode untuk mengkonfirmasi eksoplanet,
yang sebagian besar bersifat tidak langsung. Metode yang paling banyak digunakan dan paling efektif sampai saat ini adalah "Metode Transit
Fotometri", sebuah metode untuk mengukur lekukan cahaya bintang yang
kecerahannya meredup secara berkala. Metode ini diterapkan sewaktu eksoplanet melintas
di depan bintang induk (transit) dari sudut pandang para pengamat di Bumi.
Perubahan ditandai dengan penurunan lemah skala kecerahan cahaya bintang secara periodik, biasanya hanya terjadi dalam rentang 1/10.000 dari total kecerahan cahaya bintang dalam hitungan jam. Berdasarkan seberapa kuat cahaya bintang meredup, para astronom juga
dapat memperoleh informasi berharga tentang karakteristik eksoplanet.
Untuk
semua alasan ini, transit fotometri dianggap sebagai metode yang sangat dipercaya
dan dapat diandalkan untuk mendeteksi eksoplanet. Dari 3.526 eksoplanet
yang telah dikonfirmasi sejauh ini, metode transit telah menyumbang 2.771
penemuan eksoplanet, lebih banyak daripada gabungan metode lainnya.
Keunggulan
Salah
satu keunggulan terbesar metode transit fotometri adalah tersedianya cara untuk menentukan ukuran planet secara akurat, berdasarkan penurunan skala kecerahan cahaya bintang akibat transit. Planet berukuran kecil hanya menyebabkan perubahan yang hampir
tidak kentara, sedangkan planet berukuran besar menghasilkan perubahan yang lebih mudah dideteksi.
Bila
digabungkan dengan "Metode Kecepatan Radial", para astronom dapat menentukan massa jenis planet. Dari situ, para astronom dapat memprediksi struktur dan komposisi fisik untuk menentukan tipe planet, raksasa gas atau terestrial.
Planet yang telah dipelajari menggunakan kombinasi metode transit fotometri
dan kecepatan radial, memberikan hasil terbaik dalam penentuan karakteristik eksoplanet.
Selain
mengungkap diameter planet, transit fotometri memungkinkan penyelidikan atmosfer
planet melalui spektroskopi. Ketika cahaya dari bintang induk melewati atmosfer
planet, spektrum yang dihasilkan dapat dianalisis untuk menentukan elemen, sekaligus memberikan petunjuk mengenai komposisi kimiawi atmosfer.
Ilustrasi sebuah eksoplanet yang sedang transit di depan bintang induknya. Kredit: Pusat Penelitian Astrofisika QUB |
Kecepatan radial adalah metode tidak langsung untuk menemukan eksoplanet melalui
pengamatan pergeseran Doppler pada spektrum bintang induk. Metode ini
dilakukan dengan cara mencatat tarikan lemah gaya gravitasi planet terhadap bintang induk. Untuk planet berukuran kecil dengan orbit lebar, metode kecepatan radial sangat sulit diterapkan, namun untuk planet berukuran besar dalam orbit rapat, metode ini bisa diterapkan.
Terakhir,
namun tidak kalah pentingnya, metode transit juga dapat mengungkap suhu dan
radiasi planet berdasarkan gerhana sekunder (saat planet melintas di belakang bintang induk). Saat gerhana sekunder, para astronom mengukur intensitas fotometrik
bintang, kemudian mengurangkannya dengan pengukuran intensitas cahaya bintang
sebelum gerhana sekunder. Cara ini memungkinkan pengukuran suhu planet, bahkan termasuk menentukan formasi awan di atmosfer planet.
Kelemahan
Transit fotometri juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, transit planet hanya dapat
diamati apabila orbit planet benar-benar sejajar dengan garis pandang para astronom di Bumi.
Probabilitas kesejajaran orbit planet yang bertepatan dengan titik pandang para pengamat setara dengan rasio diameter bintang terhadap diameter orbit.
Hanya
sekitar 10% planet dengan periode orbital pendek yang dapat sejajar dan persentasenya berkurang seiring durasi periode orbital yang lebih lama. Akibatnya, metode transit tidak dapat
menjamin bintang tertentu yang sedang diamati memang menjadi induk bagi planet. Untuk alasan ini, metode transit dianggap paling efektif untuk mensurvei ribuan atau ratusan ribu bintang sekaligus.
Kelemahan
kedua adalah ketidaktepatan pada tingkat substansial. Dalam beberapa kasus,
bahkan persentasenya mencapai 40% untuk sistem planet tunggal (berdasarkan
studi kepler edisi 2012). Oleh karena itu, diperlukan oberservasi tindak lanjut menggunakan metode lain. Namun, tingkat ketidaktepatan akan
turun untuk bintang dengan beberapa kandidat eksoplanet yang telah terdeteksi.
Meskipun dapat mengungkap diameter planet, metode transit tidak dapat menetapkan batasan yang akurat untuk massa planet. Oleh karena itu,
metode kecepatan radial (seperti yang
disebutkan sebelumnya) adalah metode yang paling diandalkan oleh para astronom untuk
mencari tanda-tanda “goyangan” bintang demi mengukur gaya gravitasi planet
yang memengaruhinya.
Secara singkat, metode transit memiliki beberapa kelemahan dan paling efektif apabila
dipasangkan dengan metode lain. Namun, metode transit tetap menjadi metode yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi kandidat eksoplanet, yang selanjutnya dikonformasi menggunakan metode lain.
Survei Transit Fotemerti
Transit fotometri digunakan oleh beberapa observatorium berbasis darat dan antariksa. Namun, sebagian besar observatorium berbasis darat sangat bergantung terhadap teleskop-teleskop yang telah dikombinasikan dengan instrumen fotometri mutakhir.
Contohnya, survei Super Wide
Angle Search for Planets (SuperWASP), survei perburuan eksoplanet skala internasional yang mengandalkan Roque de
los Muchachos Observatory dan South African Astronomical Observatory.
Termasuk Hungarian Automated Telescope
Network (HATNet), yang terdiri dari enam teleskop otomatis berukuran kecil yang dikelola oleh Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian. Dan The
MEarth Project, sebuah observatorium robotik yang didanai oleh National Science Foundation yang menggabungkan Fred Lawrence Whipple Observatory (FLWO) di Arizona dengan Cerro Tololo Inter-American Observatory
(CTIO) di Chili.
Kamera SuperWasp di South African Astronomical Observatory. Kredit: Proyek SuperWASP & David Anderson |
Kemudian Kilodegree Extremely Little Telescope
(KELT), sebuah survei astronomi yang dikelola bersama oleh Universitas Negeri Ohio,
Universitas Vanderbilt, Universitas Lehigh, dan South African Astronomical Society (SAAO). Survei ini terdiri dari
dua teleskop, Observatorium Winer di Arizona tenggara dan Stasiun Observasi
Astrheris Astrherland di Afrika Selatan.
Untuk observatorium berbasis antariksa, contoh yang paling menonjol adalah Teleskop Antariksa Kepler NASA. Selama misi original yang berlangsung dari
tahun 2009 hingga 2013, Kepler berhasil mendeteksi 4.496 kandidat eksoplanet
dan mengkonfirmasi 2.337 di antaranya. Pada bulan November 2013,
setelah mengalami kendala pada dua roda reaksinya, Kepler memulai misi
K2 dan telah mendeteksi 515 planet
tambahan dan 178 di antaranya telah dikonfirmasi.
Teleskop Antariksa Hubble NASA juga melakukan survei transit selama bertahun-tahun di atas orbit Bumi. Misalnya, Sagitarius
Window Eclipsing Extrasolar Planet Search (SWEEPS), yang berlangsung pada
tahun 2006 untuk mengamati 180.000 bintang di tonjolan pusat galaksi
Bima Sakti. Survei ini mengungkap 16 eksoplanet tambahan.
Contoh
lainnya termasuk COnvection ROtation et
Transits planétaires (COROT) besutan ESA, yang beroperasi dari tahun 2006 hingga 2012. Kemudian ada misi
Gaia ESA, yang diluncurkan pada tahun 2013 untuk menciptakan katalog 3D terbesar yang terdiri dari lebih dari 1 miliar objek astronomi.
Teleskop Antariksa Kepler NASA adalah misi pertama yang mampu mendeteksi planet seukuran Bumi. Kredit: NASA/Wendy Stenzel |
Pada
bulan Maret 2018, Transiting Exoplanet
Survey Satellite (TESS) NASA telah diluncurkan ke orbit. Dengan menerapkan metode transit, TESS akan mendeteksi eksoplanet, sembari memilih target untuk penelitian tindak lanjut oleh Teleskop Antariksa James Webb NASA yang akan segera diluncurkan. Di antara
dua misi tersebut, konfirmasi dan karakterisasi ribuan eksoplanet dapat
diungkap.
Berkat
perbaikan dalam hal teknologi dan metodologi, penemuan eksoplanet telah
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan ribuan eksoplanet yang telah
dikonfirmasi, fokus misi secara bertahap beralih ke karakterisasi
planet untuk mempelajari atmosfer dan kondisi permukaan secara lebih mendetail.
Ditulis
oleh: Matt Williams, www.universetoday.com
Sumber:
WHAT IS THE TRANSIT METHOD?
#terimakasihgoogle
Terima kasih, penjelasannya mudah dipahami
BalasHapusSama-sama gan, terima kasih juga atas komentarnya
BalasHapus