Kelanjutan
dari artikel: Apa yang Akan Dialami Jasad Manusia di Luar Angkasa?
Ritual Pemakaman Martian
Tapi
risiko kematian di sepanjang perjalanan tidaklah sebanding dengan risiko
kematian saat para astronot berhasil mendarat di Mars. Saat mempromosikan
rencana koloni Mars, pendiri SpaceX Elon Musk telah secara terbuka
memperingatkan, “Jika ingin ke Mars, persiapkan dirimu untuk menghadapi kematian.”
Yang menjadi pertanyaan adalah jika memang seseorang meninggal di Planet Merah,
di mana kita harus menempatkannya?
Jika
seseorang meninggal di dalam pesawat antariksa selama perjalanan ke Mars, maka teknik promesi atau tempat penyimpanan beku dapat menjadi
sebuah solusi terbaik. Tapi tidak tersedia kamar mayat di permukaan Mars dan
pesawat antariksa hanya memiliki ruangan ekstra yang terbatas.
Jadi
apa yang akan dilakukan oleh para Martian (koloni Mars) terhadap jenazah? “Saya rasa jika ada salah satu kru yang
meninggal di Mars, kami akan menguburnya di sana daripada
membawa jenazahnya pulang kembali ke rumah,” kata Hadfield.
Hal
itu terdengar masuk akal, mengingat perjalanan panjang yang harus ditempuh untuk
kembali ke Bumi justru menimbulkan beberapa masalah potensial kontaminasi. Bahkan
rover yang menjelajahi permukaan Mars diatur oleh undang-undang
untuk tidak membawa mikroba dari Bumi ke planet baru yang berdebu. Pesawat
antariksa berulang kali dibersihkan dan disanitasi sebelum diluncurkan untuk
membantu melindungi kemurnian potensi habitabilitas setempat dari mikroba Bumi.
Tapi mikroba di rover tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan
bakteri di tubuh manusia yang telah meninggal.
Hal
ini membuat isu perlindungan keplanetan semakin bernuansa, karena pemakaman di Mars melanggar protokol. “Pembuangan
material organik (termasuk jenazah) di Mars,” Conley di NASA mengatakan, “kita
tidak memberlakukan batasan selama semua mikroba dari Bumi telah dinetralisir, jadi
proses kremasi tetap harus dilakukan. Meskipun perlindungan keplanetan
memerlukan dokumentasi pembuangan untuk memastikan agar misi selanjutnya tidak terkejut.”
Tapi tidak semua orang yang meninggal di luar angkasa akan diperlakukan tidak nyaman
sebagaimana barang-barang logistik. Beberapa jenazah justru berpotensi menyelamatkan nyawa kru lainnya.
Skenario Terburuk
Ruang
angkasa mungkin adalah batas terakhir, tapi tidak selalu seperti itu. Manusia
telah menghabiskan ribuan tahun melintasi medan yang sulit dan menempatkan diri
mereka ke dalam situasi yang aneh dan berbahaya atas nama penemuan. Ribuan jiwa
telah berkorban dalam upaya ini dan terkadang mereka berkorban untuk
menyelamatkan nyawa rekan-rekannya. Bukan melalui tindakan kepahlawanan
yang mengharukan, tapi melalui aksi kanibalisme.
Jika terjebak di Mars, rekan-rekan yang telah meninggal mungkin mulai menggugah seleramu. 20th Century Fox |
Jangan
berpikir hal ini tidak bisa terjadi di luar angkasa. Andy Weir, penulis
buku The Martian, menulis dalam sebuah adegan saat para kru misi Ares memutuskan
kembali ke Mars untuk menyelamatkan Mark Watney yang terdampar. Johansen,
operator sistem Ares dan anggota kru terkecil dalam misi memberitahu ayahnya, kru tidak memiliki
rencana yang matang untuk membawanya ke Mars, jika NASA tidak mensuplai mereka
dengan logistik selama perjalanan. “Semua orang akan mati kecuali saya,
mereka semua akan minum pil dan mati, sehingga mereka tidak perlu mengkonsumsi makanan apapun,” dia menjelaskan. “Lantas, bagaimana kamu bisa bertahan?” tanya ayahnya. “Logistik bukanlah satu-satunya sumber makanan,” jawabnya.
Sementara
terdengar ekstrem, rencana kru untuk melakukan bunuh diri agar salah satu
anggota bisa menyelamatkan Watney sama sekali tidak pernah terdengar. “Itu
adalah sebuah tradisi yang dihormati,” kata ahli bioetika Paul Wolpe.
“Orang-orang telah melakukan bunuh diri untuk menyelamatkan orang lain, dan
sebenarnya secara religius benar-benar dapat diterima. Kita tidak bisa menarik
undian untuk menentukan siapa yang akan kita bunuh untuk dimakan, tapi ada kalanya
kita menganggap seseorang sebagai pahlawan ketika melompati granat untuk
menyelamatkan rekan-rekannya.”
Wolpe
mengatakan bahwa konsep pemikiran tentang kanibalisme untuk bertahan hidup cenderung bercabang. “Ada dua jenis pendekatan untuk itu. Yang satu mengatakan
meskipun kita melakukan kanibalisme, bertahan hidup adalah hal yang paling
utama, dan jika satu-satunya cara adalah dengan memakan jenazah, hal itu bisa
diterima walaupun tidak diinginkan.”
Mars
menawarkan medan tandus dan gersang yang akan mendorong para Martian untuk
melakukan kanibalisme, jika ada yang mengganggu pasokan makanan selama misi,
maka mereka akan cepat kehabisan alternatif.
Tapi
belum ada badan antariksa manapun yang memiliki kebijakan resmi tentang
kanibalisme Martian.
Perjalanan Menuju Kehampaan
Durasi umat manusia untuk melakukan perjalanan ke luar angkasa tergolong singkat,
relatif apabila dibandingkan dengan eksistensi kita, tapi kita telah mendorong
batas-batas eksplorasi selama ribuan tahun, dan pastinya kita akan terus
melakukannya meskipun risikonya adalah kematian. Setiap astronot yang ingin memulai perjalanan ke Mars, pada akhirnya akan dipaksa bergulat
dengan fakta kematian, baik secara perlahan maupun tiba-tiba.
NASA
mungkin tidak pernah secara resmi menerbitkan rencana darurat untuk moonwalker
Apollo, namun mereka telah siap untuk kehilangan kru. Dalam biografinya,
William Safire, penulis pidato Nixon, mengenang ketika lepas landas Apollo 11
yang terlalu lemah dan tidak sesuai harapan. “Kami tahu bencana tidak terjadi dalam bentuk ledakan mendadak,” tulisnya. “Itu berarti para kru misi
akan terdampar di Bulan dengan tetap terhubung dengan ruang kendali saat mereka
perlahan mati karena kelaparan, atau sengaja ‘menutup komunikasi’, eufemisme
untuk bunuh diri.”
Sebenarnya NASA telah merencanakan untuk menutup komunikasi dengan para astronot yang
terdampar dan mengkategorikan mereka secara formal sebagai “penguburan laut”. Meskipun telah mengetahui peristiwa hipotetis yang mengerikan itu,
semua orang tahu para kru akan terus melanjutkan misi ke Bulan. “Yang lain
akan menyusul, dan pasti menemukan jalan pulang,” demikian tertulis dalam pidato
cadangan Nixon. “Upaya penjelajahan umat manusia tidak dapat ditolak. Tapi
orang-orang ini adalah yang pertama dan mereka akan tetap menjadi yang
terdepan di hati kita.”
NASA |
Seiring era eksplorasi antariksa yang dipenuhi peluncuran roket dan misi berawak, konsep tentang kematian yang mungkin dialami oleh kru dan para pengambil keputusan, sangat dibutuhkan.
Menurut Virt, setiap astronot NASA tahu apa yang dipertaruhkan saat diluncurkan ke luar angkasa. “Setiap usaha besar akan melibatkan risiko,”
katanya. “Kami dengan sadar menerima bahaya yang harus kami hadapi.”
Seperti para petualang lainnya, astronot pesawat ulang-alik Mike Massimino
dengan cepat mengatakan setiap risiko yang dihadapi sebanding dengan
hasil yang akan diperoleh. “Semua ini demi kemajuan ilmu pengetahuan kita,” katanya kepada situs PopSci. “Saya pikir sepadan dengan risiko yang kita ambil.
Eksplorasi selalu mengorbankan jiwa dan saya yakin hal itu akan selalu terjadi.”
Pilihan
yang realistis untuk kru pesawat antariksa yang meninggal dunia (kanibalisme,
ditempatkan di ruang beku, teknik promesi), tidak dapat dibandingkan dengan usaha luar biasa penerbangan antariksa. Tapi Wolpe tidak pernah memikirkan manusia akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan pahit tentang perawatan yang
harus dilakukan terhadap jenazah di luar angkasa. Kita sudah dapat menerimanya. Para petualang di Bumi mungkin mengalami hal yang kurang layak apabila
meninggal dunia. Wolpe melihat Gunung Everest sebagai analogi yang sempurna
untuk misi Mars masa depan: ketika para penjelajah meninggal, jasad mereka
akan tinggal di sana. Selamanya.
Untuk selamanya kita akan selalu mengejar lompatan besar berikutnya. NASA |
Setiap
tahun, sekitar 800 orang pendaki berusaha mencapai puncak Everest. Setiap
tahun, beberapa dari mereka telah meninggal. Kemudian 800 pendaki
lain akan mencoba lagi tahun depan. Orang-orang ini ingin menjadi yang pertama,
menjadi yang terbaik, untuk mengeksplorasi sesuatu yang luar biasa dan langka. Dengan tekad ini, muncul risiko untuk dibayar dengan harga tertinggi.
“Saat mendaki Everest, mereka yang meninggal akan
ditinggalkan di sana,” kata Wolpe. Tidak ada metode kremasi layak di Everest,
tidak ada tempat yang layak untuk menempatkan jasad, tidak ada kemungkinan
untuk membawa kembali jenazah untuk dimakamkan di rumah. Lebih dari 200 mayat
telah tersebar di gunung Everest, bahkan beberapa di antaranya masih dapat
terlihat ketika cahaya menerangi salju. Setiap orang yang mendaki ke puncak telah
diingatkan bahwa mereka mempertaruhkan nyawa, termasuk kesempatan untuk dimakamkan secara layak. “Mereka tidak berkecil hati dan dapat
menerimanya,” pungkas Wolpe. “Karena memang itulah bagian dari pendakian Everest.”
Ditulis
oleh: Shannon Stirone, www.popsci.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar