Kredit: SRON |
Alam semesta lahir melalui Big Bang dari sebuah titik yang sangat panas dan padat. Saat berusia hanya 10-34 detik atau kurang, alam semesta mengalami ekspansi luar biasa yang disebut inflasi kosmik dan ruang meluas melampaui kecepatan cahaya. Selama periode singkat ini, alam semesta menggandakan ukuran setidaknya 90 kali lipat dari seukuran
subatom ke sebuah bola golf secara instan.
Upaya
untuk memahami ekspansi kosmos berasal dari kombinasi antara fisika teoritis dan observasi langsung yang
dilakukan oleh para astronom. Namun para astronom belum menemukan bukti langsung, seperti gelombang gravitasi yang
terkait dengan latar belakang gelombang mikro kosmik, radiasi termal sisa-sisa Big Bang. Publikasi awal penemuan gelombang gravitasi pada
tahun 2014 segera ditarik, setelah para astronom mendeteksi sinyal
yang dapat dijelaskan oleh debu di galaksi Bima Sakti.
Setelah
inflasi kosmik, pertumbuhan alam semesta terus berlanjut, meskipun pada tingkat
yang lebih lambat. Seiring ekspansi ruang, kosmos mendingin dan
materi mulai terbentuk. Satu detik setelah Big Bang, alam semesta dipenuhi neutron, proton, elektron, anti-elektron, foton dan neutrino.
Selama
tiga menit pertama usia kosmos, unsur-unsur cahaya lahir selama proses
yang disebut nukleosintesis Big Bang. Setelah temperatur mendingin dari 100 nonillion (1032) Kelvin ke 1 miliar (109) Kelvin, proton dan neutron melebur untuk membentuk deuterium, sebuah isotop hidrogen. Sebagian besar
deuterium mengalami rekombinasi dan menghasilkan helium, beserta sejumlah litium.
Pada
380.000 tahun pertama atau lebih, kosmos masih terlalu panas. Suhu panas menghancurkan
atom menjadi plasma
padat, yaitu sup proton, neutron dan elektron yang kental dan menghamburkan
cahaya seperti kabut.
Kira-kira
380.000 tahun setelah Big Bang, materi mulai mendingin dan membentuk
atom selama era rekombinasi dan menghasilkan gas elektrik netral transparan. Kondisi ini melepaskan kilatan awal cahaya yang diciptakan selama
Big Bang dan terdeteksi sebagai radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmik. Namun setelah titik ini, kosmos justru jatuh ke zaman
kegelapan, karena belum ada bintang yang
terbentuk.
Sekitar
400 juta tahun setelah Big Bang, alam semesta mulai bangkit dari zaman
kegelapan kosmik selama periode reionisasi yang berlangsung
lebih dari setengah miliar tahun. Gumpalan gas mulai runtuh untuk membentuk
bintang-bintang dan galaksi-galaksi pertama. Cahaya ultraviolet bintang yang terionisasi menghancurkan sebagian besar hidrogen netral.
Meskipun ekspansi secara bertahap melambat, karena materi di alam semesta saling tarik menarik karena gaya gravitasi, sekitar 5 atau 6 miliar tahun setelah Big Bang, gaya misterius yang disebut energi gelap kembali mengakselerasi ekspansi kosmos, sebuah fenomena yang terus berlangsung hingga hari ini.
Dan 9 miliar tahun setelah Big Bang, tata surya kita lahir.
Big Bang
Big
Bang bukanlah sebuah ledakan sebagaimana yang kerap kita pikirkan. Alam semesta tidak meluas menjadi ruang,
karena ruang itu sendiri tidak ada sebelum alam semesta. Sebaliknya, Big Bang adalah tampilan ruang di seluruh alam semesta, karena alam semesta belum mulai berkembang dari satu titik pun sejak Big Bang,
namun ruang itu sendiri yang meluas dan membawa materi bersamanya.
Definisi alam semesta mencakup seluruh jalinan ruang dan waktu, berarti definisi ini berada di luar model Big Bang untuk mengatakan apa yang sebenarnya
diperluas oleh alam semesta atau apa yang memicu Big Bang. Meskipun ada banyak model yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, belum ada satu pun yang menghasilkan prediksi yang dapat diuji secara realistis.
Pada
tahun 2014, para ilmuwan dari Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian mengumumkan penemuan sinyal lemah di latar belakang gelombang mikro
kosmik, yang dapat menjadi bukti pertama gelombang
gravitasi, sekaligus menjadikan Big Bang “tak terbantahkan” lagi. Penemuan yang segera menjadi topik perdebatan kosmologi, sayangnya para astronom menarik kembali penemuan ini, setelah menyadari gelombang gravitasi bukti Big Bang dapat dijelaskan oleh debu kosmik di galaksi Bima Sakti.
Usia
Alam
semesta diperkirakan berusia sekitar 13,8 miliar tahun, plus minus 130
juta tahun. Sebagai perbandingan, tata surya kita berusia sekitar 4,6
miliar tahun.
Perkiraan
ini berasal dari pengukuran komposisi kepadatan materi dan energi di alam semesta, yang mengarahkan para ilmuwan untuk menghitung laju ekspansi alam semesta di masa lalu. Dengan pengetahuan itu, mereka seolah memutar balik waktu
dan memperkirakan kapan Big Bang berlangsung. Rentang waktu di antara dulu dan sekarang adalah usia kosmos.
Struktur
Pada sejarah awal alam semesta, tidak ada struktur
yang bisa dibicarakan karena materi dan energi didistribusikan secara hampir
merata. Menurut NASA, gaya gravitasi dari fluktuasi kecil di dalam kepadatan materi
saat itu, memunculkan struktur jaringan luas yang terdiri dari bintang dan kekosongan yang
terlihat hari ini. Wilayah padat semakin menarik banyak materi melalui gaya gravitasi, dan semakin besar struktur terbentuk, semakin banyak materi yang ditarik oleh gaya gravitasi untuk membentuk bintang, galaksi gugus, supergugus, filamen dan dinding kosmik, jaringan “tembok besar” ribuan galaksi yang membentang hingga satu miliar
tahun cahaya. Sedangkan wilayah yang kurang padat tidak bertumbuh, justru berkembang ke
area ruang hampa.
Konten
Sekitar 30 tahun yang lalu, para astronom menduga hampir
seluruh kosmos tersusun dari atom normal atau “materi barion”. Namun sekarang ada lebih banyak bukti yang menunjukkan sebagian besar komposisi alam semesta justru adalah materi tak kasat mata.
Ternyata
atom normal hanya membentuk 4,6% alam semesta. Sementara 23% terdiri dari materi gelap dan 72% energi gelap yang bertanggung jawab atas ekspansi alam semesta.
Atom normal yang kasat mata tersusun dari sekitar 75% hidrogen, 25% helium dan elemen-elemen logam yang membentuk sebagian kecil atom alam semesta.
Bentuk
Bentuk kosmos, baik terbatas atau tanpa batas, tergantung pada selisih antara laju ekspansi yang mendorong kosmos dan gaya gravitasi yang menarik kosmos. Sebagian besar gaya gravitasi tergantung kepadatan materi di alam semesta.
Jika
kepadatan alam semesta melebihi ambang batas kepadatan, bentuk kosmos “tertutup” dan “melengkung positif” seperti permukaan bola. Berarti berkas cahaya yang semula paralel akan menyatu secara perlahan, merambat dan akhirnya kembali ke titik semula. Alam semesta tertutup berarti memiliki batas tetapi tanpa ujung, sama seperti
area di permukaan bola yang terbatas tetapi tak berujung. Ekspansi alam semesta akhirnya berhenti dan mulai runtuh ke dalam dirinya sendiri, sebuah teori yang disebut “Big Crunch.”
Jika
kepadatan alam semesta lebih kecil dari ambang batas kepadatan, geometri
ruang “tertutup” dan “melengkung negatif” seperti permukaan
pelana. Alam semesta tertutup berarti tanpa batas dan akan terus meluas selamanya.
Jika
kepadatan alam semesta sama persis dengan ambang batas kepadatan, geometri alam semesta “datar” dengan nilai kelengkungan nol seperti selembar kertas. Alam semesta datar tidak memiliki batas dan akan meluas selamanya, tetapi
tingkat ekspansinya secara bertahap akan mendekati nol setelah waktu yang tak
terbatas. Pengukuran terbaru menunjukkan geometri kosmos adalah datar, dengan margin error hanya 2%.
Tidak menutup kemungkinan alam semesta secara keseluruhan memiliki bentuk yang lebih
rumit, dengan kelengkungan yang bervariasi. Misalnya, geometri kosmos bisa saja menyerupai cincin, torus atau donat.
Eskpansi
Pada
tahun 1920-an, astronom Edwin Hubble menemukan alam semesta tidak statis,
melainkan terus berkembang. Sebuah penemuan yang mengungkap kosmos berawal dari Big Bang.
Setelah
itu, para ilmuwan telah lama menduga gaya gravitasi dari materi di alam semesta akan memperlambat ekspansi kosmos. Pada tahun
1998, observasi supernova jauh menggunakan Teleskop Antariksa Hubble NASA, mengungkap ekspansi kosmos yang lebih lambat di masa lalu. Dengan kata lain, ekspansi alam semesta tidak
melambat karena gaya gravitasi, justru terakselerasi. Gaya misterius yang bertanggung jawab atas laju akselerasi ekspansi kosmos disebut energi gelap, salah satu misteri terbesar dalam sains.
Kredit:
NASA, ESA, A. Feild (STScI), dan A. Riess (STScI/JHU)
Ditulis
oleh: Charles Q. Choi, dibantu oleh Nola Taylor Redd dan Elizabeth Howell,
ketiganya adalah kontributor www.space.com, dan Staf hubblesite.org
Sumber:
Our Expanding Universe: Age, History & Other Facts dan Three Step to Measuring The Hubble Constant
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar