Memanfaatkan keampuhan dan sinergitas dua teleskop antariksa, para astronom
telah mencapai pengukuran paling akurat terkait laju ekspansi alam semesta.
Hasil
pengukuran akan menuangkan ‘minyak’ selisih antara pengukuran laju ekspansi lingkungan lokal alam semesta dan lingkungan jauh (purba) alam semesta sebelum ada bintang
dan galaksi.
Selisih nilai Konstanta Hubble mungkin mengindikasikan fisika fundamental baru yang menjadi pondasi alam semesta. Termasuk gaya yang dihasilkan oleh interaksi
materi gelap dan energi gelap, atau partikel lain yang belum terungkap di ruang angkasa luas.
Menggabungkan observasi Teleskop Antariksa Hubble NASA dan Observatorium Antariksa
Gaia ESA (Badan Antariksa Eropa), para astronom semakin menyempurnakan
nilai Konstanta Hubble, yaitu laju ekspansi alam semesta sejak fenomena Big Bang 13,8 miliar tahun yang lalu.
Karena lebih akurat, hasil pengukuran justru berbeda dari pengukuran yang dilakukan oleh Observatorium Antariksa Planck ESA.
Planck
memetakan alam semesta purba 360.000 tahun setelah big bang. Seluruh langit
tercetak dengan fitur khas Big Bang yang dikodekan dalam gelombang mikro.
Planck mengukur riak-riak dalam latar belakang gelombang mikro kosmik yang
dihasilkan oleh Big Bang. Detail halus
riak-riak menyandikan seberapa banyak komposisi materi gelap dan materi normal, lintasan alam semesta saat itu dan parameter kosmologis
lainnya.
Pengukuran Hubble dan Gaia menghasilkan prediksi evolusi awal alam semesta ke laju ekspansi yang dapat diukur hari ini. Namun, prediksi tampaknya tidak sesuai dengan pengukuran terbaru dari lingkungan jauh alam semesta.
“Hasil pengukuran Hubble dan Gaia memicu ‘ketegangan’ dengan data dari latar belakang gelombang mikro kosmik,” ungkap anggota tim misi Planck, ilmuwan George Efstathiou dari Institut Kosmologi Kavli di Cambridge, Inggris, yang tidak terlibat studi.
“Ketegangan
tampaknya telah berkembang menjadi perbedaan mencolok antara visi alam semesta awal dan saat ini,” jelas ilmuwan penerima penghargaan Nobel dan penanggung jawab tim studi Adam Riess dari Space Telescope Science Institute (STScI) dan Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland. “Pada titik ini, bukan sekadar kesalahan dalam pengukuran. Seperti memperkirakan pertumbuhan
tinggi seorang anak dari grafik pertumbuhan, namun saat dewasa tinggi badannya sangat melampaui prediksi. Kami sungguh bingung.”
Pada
tahun 2005, Riess dan anggota tim SHOES (Supernova
H0 for the Equation of State) telah mengukur laju ekspansi alam semesta
dengan tingkat akurasi yang tinggi. Beberapa tahun berikutnya, setelah menyempurnakan teknik mereka, tim SHOES telah mengurangi selisih laju ekspansi. Sekarang, dengan kombinasi keampuhan Hubble dan Gaia, mereka kembali mengurangi margin error hanya hanya 2,2%.
Konstanta Hubble dibutuhkan untuk memperkirakan usia alam semesta, salah satu angka terpenting dalam kosmologi. Konstanta Hubble menyandang nama astronom legendaris Edwin Hubble yang hampir seabad lalu menemukan alam semesta meluas ke segala arah, sebuah penemuan yang
melahirkan kosmologi modern.
Galaksi-galaksi jauh tampak semakin menjauhi Bumi. Semakin jauh jarak mereka, semakin cepat mereka bergerak menjauh. Inilah konsekuensi dari ekspansi ruang. Dengan mengukur nilai Konstanta Hubble dari waktu ke waktu, para astronom dapat membangun gambaran
evolusi kosmik, menyimpulkan susunan alam semesta dan mengungkap petunjuk
mengenai takdir pamungkasnya.
Dua
metode utama untuk mengukur ekspansi kosmos memberikan hasil yang berbeda. Metode pertama membangun “skala
jarak antar galaksi” dengan cara mengukur jarak bintang di alam semesta lokal kita. Sementara metode kedua menggunakan latar belakang gelombang mikro kosmik untuk mengukur lintasan alam semesta segera setelah Big Bang, lalu menggunakan fisika untuk
menggambarkan alam semesta dan mengekstrapolasinya ke tingkat ekspansi saat ini. Kedua metode memberikan hasil perhitungan demi pemahaman fundamental yang disebut “Model Standar” alam semesta. Namun, hasil perhitungan menunjukkan angka berbeda.
Menggunakan
Hubble dan data Gaia, tim mengukur laju ekspansi dengan hasil 73,5 kilometer per detik per megaparsec. Berarti untuk setiap galaksi yang terletak 3,3 juta tahun dari Bumi, menjauh 73,5 kilometer per detik lebih cepat. Namun, hasil perhitungan Planck jatuh ke angka 67,0 kilometer per detik per megaparsec. Karena
pengukuran terbaru oleh tim semakin akurat, selisih di antara mereka semakin melebar.
Selama
bertahun-tahun, tim telah menyempurnakan nilai Konstanta Hubble dengan menyederhanakan
dan memperkuat “skala jarak antar galaksi”, yang digunakan untuk mengukur jarak ke galaksi dekat dan jauh. Mereka membandingkan jarak dengan ekspansi ruang, yang diukur melalui peregangan cahaya dari galaksi di
dekatnya. Dengan menggunakan kecepatan semu pada setiap jarak, mereka menentukan nilai Konstanta Hubble.
Untuk
mengukur jarak galaksi-galaksi terdekat, tim menggunakan bintang tipe
khusus sebagai tolak ukur kosmik atau batu penjuru. Bintang-bintang yang berdenyut
ini disebut variabel Cephied, yang skala kecerahannya meningkat dan menurun secara periodik sesuai kecerahan intrinsik mereka. Dengan membandingkan kecerahan
intrinsik mereka dengan kecerahan semu yang terlihat dari Bumi, para ilmuwan dapat menentukan jarak.
Gaia lalu menyempurnakan jarak mereka dengan mengukur jarak ke 50 variabel Cepheid di Bima Sakti secara geometri. Kombinasi hasil perhitungan Hubble dan Gaia memungkinkan tim untuk mengkalibrasi variabel Cepheid secara lebih akurat dan menggunakan variabel Cepheid di luar Bima sebagai batu penjuru.
“Dibutuhkan jarak dan skala kecerahan jika kita ingin menggunakan variabel Cepheid,” jelas Riess.
Hubble menyediakan informasi tentang skala kecerahan, sementara Gaia menyediakan informasi
paralaks untuk menentukan jarak secara akurat. Paralaks adalah
perubahan nyata posisi objek karena pergeseran sudut pandang pengamat. Ilmuwan Yunani kuno pertama kali menerapkan teknik ini untuk mengukur jarak Bumi
ke Bulan.
“Hubble adalah observatorium multi fungsi, tetapi Gaia
adalah standar terbaik untuk kalibrasi jarak, yang memang sengaja dibangun untuk
mengukur paralaks,” pungkas Stefano Casertano, anggota tim
SHOES dari STScI. “Gaia membawa kemampuan
baru untuk mengkalibrasi ulang semua pengukuran yang telah dilakukan dan telah mengkonfirmasi perhitungan kami sebelumnya. Kita akan memperoleh hasil yang sama untuk Konstanta Hubble jika kita mengganti semua kalibrasi skala jarak antar galaksi sebelumnya dengan paralel Gaia. Inilah pemeriksaan silang oleh dua observatorium yang sangat kuat dan akurat.”
Tim Riess menjalin kerja sama dengan Gaia demi melampaui ambang pemurnian Konstanta Hubble hingga 1% pada awal tahun 2020-an. Sementara
itu, para astrofisikawan mungkin akan terus bergulat dengan meninjau
kembali gagasan mereka tentang fisika alam semesta awal.
Makalah ilmiah yang melaporkan hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal Astrophysical edisi 12/07.
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Karl Hille
Artikel
terkait: Pertentangan Dalam Konstanta Hubble
Komentar
Posting Komentar