Langsung ke konten utama

Hubble dan Gaia Bersatu untuk Memecahkan Teka-teki Kosmik

Memanfaatkan keampuhan dan sinergitas dua teleskop antariksa, para astronom telah mencapai pengukuran paling akurat terkait laju ekspansi alam semesta.

Hasil pengukuran akan menuangkan ‘minyak’ selisih antara pengukuran laju ekspansi lingkungan lokal alam semesta dan lingkungan jauh (purba) alam semesta sebelum ada bintang dan galaksi.

Selisih nilai Konstanta Hubble mungkin mengindikasikan fisika fundamental baru yang menjadi pondasi alam semesta. Termasuk gaya yang dihasilkan oleh interaksi materi gelap dan energi gelap, atau partikel lain yang belum terungkap di ruang angkasa luas.

hubble-dan-gaia-konstanta-hubble-informasi-astronomi
Menggunakan dua teleskop antariksa terkuat di dunia, Hubble NASA dan Gaia ESA, para astronom telah mencapai pengukuran paling akurat terkait laju ekspansi kosmos. Para astronom mengukur jarak galaksi-galaksi terdekat menggunakan bintang tipe khusus yang disebut variabel Cepheid sebagai tolak ukur kosmik. Melalui perbandingan kecerahan intrinsik mereka yang diukur oleh Hubble dan kecerahan semu sebagaimana terlihat dari Bumi, para ilmuwan dapat menentukan jarak mereka. Kemudian Gaia menyempurnakan perhitungan dengan mengukur jarak geometrik ke variabel Cepheid di galaksi Bima Sakti kita. Metode ini memungkinkan para astronom untuk mengkalibrasi jarak ke variabel Cepheid yang terlihat di luar galaksi secara akurat.
Kredit: NASA, ESA, dan A. Feild (STScI)

Menggabungkan observasi Teleskop Antariksa Hubble NASA dan Observatorium Antariksa Gaia ESA (Badan Antariksa Eropa), para astronom semakin menyempurnakan nilai Konstanta Hubble, yaitu laju ekspansi alam semesta sejak fenomena Big Bang 13,8 miliar tahun yang lalu.

Karena lebih akurat, hasil pengukuran justru berbeda dari pengukuran yang dilakukan oleh Observatorium Antariksa Planck ESA.

Planck memetakan alam semesta purba 360.000 tahun setelah big bang. Seluruh langit tercetak dengan fitur khas Big Bang yang dikodekan dalam gelombang mikro. Planck mengukur riak-riak dalam latar belakang gelombang mikro kosmik yang dihasilkan oleh Big Bang. Detail halus riak-riak menyandikan seberapa banyak komposisi materi gelap dan materi normal, lintasan alam semesta saat itu dan parameter kosmologis lainnya.

Pengukuran Hubble dan Gaia menghasilkan prediksi evolusi awal alam semesta ke laju ekspansi yang dapat diukur hari ini. Namun, prediksi tampaknya tidak sesuai dengan pengukuran terbaru dari lingkungan jauh alam semesta.

“Hasil pengukuran Hubble dan Gaia memicu ‘ketegangan’ dengan data dari latar belakang gelombang mikro kosmik,” ungkap anggota tim misi Planck, ilmuwan George Efstathiou dari Institut Kosmologi Kavli di Cambridge, Inggris, yang tidak terlibat studi.

“Ketegangan tampaknya telah berkembang menjadi perbedaan mencolok antara visi alam semesta awal dan saat ini,” jelas ilmuwan penerima penghargaan Nobel dan penanggung jawab tim studi Adam Riess dari Space Telescope Science Institute (STScI) dan Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland. “Pada titik ini, bukan sekadar kesalahan dalam pengukuran. Seperti memperkirakan pertumbuhan tinggi seorang anak dari grafik pertumbuhan, namun saat dewasa tinggi badannya sangat melampaui prediksi. Kami sungguh bingung.”

Pada tahun 2005, Riess dan anggota tim SHOES (Supernova H0 for the Equation of State) telah mengukur laju ekspansi alam semesta dengan tingkat akurasi yang tinggi. Beberapa tahun berikutnya, setelah menyempurnakan teknik mereka, tim SHOES telah mengurangi selisih laju ekspansi. Sekarang, dengan kombinasi keampuhan Hubble dan Gaia, mereka kembali mengurangi margin error hanya hanya 2,2%.

Konstanta Hubble dibutuhkan untuk memperkirakan usia alam semesta, salah satu angka terpenting dalam kosmologi. Konstanta Hubble menyandang nama astronom legendaris Edwin Hubble yang hampir seabad lalu menemukan alam semesta meluas ke segala arah, sebuah penemuan yang melahirkan kosmologi modern.

Galaksi-galaksi jauh tampak semakin menjauhi Bumi. Semakin jauh jarak mereka, semakin cepat mereka bergerak menjauh. Inilah konsekuensi dari ekspansi ruang. Dengan mengukur nilai Konstanta Hubble dari waktu ke waktu, para astronom dapat membangun gambaran evolusi kosmik, menyimpulkan susunan alam semesta dan mengungkap petunjuk mengenai takdir pamungkasnya.

Dua metode utama untuk mengukur ekspansi kosmos memberikan hasil yang berbeda. Metode pertama membangun “skala jarak antar galaksi” dengan cara mengukur jarak bintang di alam semesta lokal kita. Sementara metode kedua menggunakan latar belakang gelombang mikro kosmik untuk mengukur lintasan alam semesta segera setelah Big Bang, lalu menggunakan fisika untuk menggambarkan alam semesta dan mengekstrapolasinya ke tingkat ekspansi saat ini. Kedua metode memberikan hasil perhitungan demi pemahaman fundamental yang disebut “Model Standar” alam semesta. Namun, hasil perhitungan menunjukkan angka berbeda.

Menggunakan Hubble dan data Gaia, tim mengukur laju ekspansi dengan hasil 73,5 kilometer per detik per megaparsec. Berarti untuk setiap galaksi yang terletak 3,3 juta tahun dari Bumi, menjauh 73,5 kilometer per detik lebih cepat. Namun, hasil perhitungan Planck jatuh ke angka 67,0 kilometer per detik per megaparsec. Karena pengukuran terbaru oleh tim semakin akurat, selisih di antara mereka semakin melebar.

Selama bertahun-tahun, tim telah menyempurnakan nilai Konstanta Hubble dengan menyederhanakan dan memperkuat “skala jarak antar galaksi”, yang digunakan untuk mengukur jarak ke galaksi dekat dan jauh. Mereka membandingkan jarak dengan ekspansi ruang, yang diukur melalui peregangan cahaya dari galaksi di dekatnya. Dengan menggunakan kecepatan semu pada setiap jarak, mereka menentukan nilai Konstanta Hubble.

Untuk mengukur jarak galaksi-galaksi terdekat, tim menggunakan bintang tipe khusus sebagai tolak ukur kosmik atau batu penjuru. Bintang-bintang yang berdenyut ini disebut variabel Cephied, yang skala kecerahannya meningkat dan menurun secara periodik sesuai kecerahan intrinsik mereka. Dengan membandingkan kecerahan intrinsik mereka dengan kecerahan semu yang terlihat dari Bumi, para ilmuwan dapat menentukan jarak.

Gaia lalu menyempurnakan jarak mereka dengan mengukur jarak ke 50 variabel Cepheid di Bima Sakti secara geometri. Kombinasi hasil perhitungan Hubble dan Gaia memungkinkan tim untuk mengkalibrasi variabel Cepheid secara lebih akurat dan menggunakan variabel Cepheid di luar Bima sebagai batu penjuru.

“Dibutuhkan jarak dan skala kecerahan jika kita ingin menggunakan variabel Cepheid,” jelas Riess. Hubble menyediakan informasi tentang skala kecerahan, sementara Gaia menyediakan informasi paralaks untuk menentukan jarak secara akurat. Paralaks adalah perubahan nyata posisi objek karena pergeseran sudut pandang pengamat. Ilmuwan Yunani kuno pertama kali menerapkan teknik ini untuk mengukur jarak Bumi ke Bulan.

“Hubble adalah observatorium multi fungsi, tetapi Gaia adalah standar terbaik untuk kalibrasi jarak, yang memang sengaja dibangun untuk mengukur paralaks,” pungkas Stefano Casertano, anggota tim SHOES dari STScI. “Gaia membawa kemampuan baru untuk mengkalibrasi ulang semua pengukuran yang telah dilakukan dan telah mengkonfirmasi perhitungan kami sebelumnya. Kita akan memperoleh hasil yang sama untuk Konstanta Hubble jika kita mengganti semua kalibrasi skala jarak antar galaksi sebelumnya dengan paralel Gaia. Inilah pemeriksaan silang oleh dua observatorium yang sangat kuat dan akurat.”

Tim Riess menjalin kerja sama dengan Gaia demi melampaui ambang pemurnian Konstanta Hubble hingga 1% pada awal tahun 2020-an. Sementara itu, para astrofisikawan mungkin akan terus bergulat dengan meninjau kembali gagasan mereka tentang fisika alam semesta awal.

Makalah ilmiah yang melaporkan hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal Astrophysical edisi 12/07.

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Karl Hille  



#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang