Zaman
kegelapan alam semesta, era kegelapan sebelum bintang dan galaksi generasi pertama, adalah salah satu misteri kosmos yang ingin diungkap oleh para astronom karena menyimpan rahasia bagaimana alam semesta terbentuk.
“Zaman
kegelapan seolah mewakili asal usul kita, saat bintang-bintang generasi pertama terbentuk dan menempa unsur-unsur yang kita produksi hari ini,” ungkap astrofisikawan teoritis Abraham Loeb dan Kepala Departemen Astronomi Universitas Harvard.
Sekarang, para ilmuwan sedang mengembangkan peralatan untuk melihat ke dalam periode waktu
yang dipenuhi teka-teki. Sebagai perspektif, para astronom memperkirakan alam semesta berusia sekitar 13,7 miliar tahun.
“Eksistensi kita berasal dari bintang-bintang generasi pertama, jadi saat menyelidiki zaman kegelapan, kita sedang menjelajahi asal usul kita,” kata
Loeb, penulis buku ilmiah berjudul “How Did The First Stars and Galaxies Form?” (Princeton University
Press, 2010), kepada space.com.
Pertama adalah cahaya,
kemudian kegelapan, kemudian cahaya lagi
Sebelum
zaman kegelapan, kosmos begitu panas sehingga seluruh atom terpecah menjadi nukleus bermuatan positif dan elektron
bermuatan negatif. Ion-ion bermuatan listrik memblokir semua cahaya untuk
melaju secara bebas.
Sekitar
400.000 tahun setelah Big Bang, alam semesta mulai mendingin sehingga memungkinkan ion untuk menjalin ikatan dan kembali membentuk atom. Kemudian cahaya pertama kosmos mulai melalu bebas. Namun, zaman kegelapan justru menyelimuti seluruh alam semesta, tidak ada sumber cahaya lain karena bintang-bintang belum dilahirkan.
Model alam semesta menunjukkan galaksi generasi pertama mulai terbentuk
sekitar 100 juta tahun setelah Big Bang, sekaligus menandai akhir zaman kegelapan.
Proses pembentukan bintang dan galaksi yang terus berlanjut mengionisasi hampir seluruh hidrogen dan helium, kali ini oleh cahaya bintang, sekitar 500 juta tahun
setelah Big Bang.
Misteri yang menunggu untuk
dipecahkan
Ada
banyak pertanyaan yang dapat terjawab jika kita bisa memecahkan misteri zaman kegelapan alam semesta. Misalnya, dari mana lubang hitam supermasif yang ditemukan bersemayam di jantung hampir seluruh galaksi raksasa berasal?
“Bima
Sakti menampung sebuah lubang hitam supermasif dengan massa sekitar 4 juta kali lipat massa Matahari, bahkan beberapa galaksi memiliki lubang hitam hingga satu miliar kali lipat massa Matahari,” tambah Loeb. Fenomena serupa tampaknya juga dialami oleh sebuah galaksi purba yang disebut ULAS J1120+0641,
yang memiliki lubang hitam supermasif pusat dengan massa dua miliar kali lipat
massa Matahari, hanya 770 juta tahun setelah Big Bang.
“Waktu yang relatif singkat bagi kosmos untuk membangun lubang hitam semacam itu,” ujar Loeb. “Bagaimana terbentuk dan apa benih yang menumbuhkan lubang hitam supermasif?”
Selain
itu, satu teka-teki besar zaman kegelapan adalah bagaimana materi gelap,
materi tak kasat mata misterius yang menyusun sekitar 85% dari seluruh materi
di alam semesta, mungkin memengaruhi pembentukan galaksi-galaksi pertama. Teka-teki ini diperparah oleh fakta “bahwa kita tidak tahu sifat materi gelap itu,” Loeb menambahkan.
Saat
ini, penjelasan utama untuk materi gelap adalah partikel-partikel yang hanya
berinteraksi lemah, baik dengan materi reguler maupun antara satu sama lain.
Namun, Loeb ingin mengetahui apakah partikel-partikel materi gelap lebih cenderung berinteraksi satu sama lain daripada yang diduga oleh para ilmuwan,
mengingat perilaku galaksi-galaksi katai yang berada di dekatnya.
“Jika
kita menganggap materi gelap tidak berinteraksi, ketika seseorang melakukan
simulasi evolusi galaksi seperti Bima Sakti, maka harus ada banyak galaksi satelit
di sekitarnya,” ujar Loeb. “Namun populasi galaksi
satelit Bima Sakti lebih sedikit daripada yang dibutuhkan dalam simulasi, dan distribusi materi gelap yang disimpulkan di dalam galaksi-galaksi
katai sangat berbeda dari simulasi. Barangkali materi gelap berperilaku berbeda dari yang diharapkan.”
Teka-teki
lain adalah seperti apa wujud tulen bintang-bintang generasi pertama. Dalam panas dan tekanan luar
biasa di inti bintang, unsur-unsur yang relatif
sederhana seperti hidrogen dan helium ditempa menjadi unsur-unsur yang lebih
berat seperti karbon, building blocks kehidupan, dan oksigen yang kita hirup.
“Saat
ini, kita menduga bintang-bintang generasi pertama lebih masif daripada Matahari, 10
kali, bahkan mungkin 100 kali lipat lebih masif, dan sangat berumur pendek,
mungkin hanya eksis selama beberapa juta tahun,” kata Loeb.
Namun,
ada perhitungan yang menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu, bintang-bintang
yang berukuran lebih kecil dapat terbentuk saat itu. “Bintang berukuran
kecil sangat buruk dalam menempa unsur-unsur berat, dan kita mungkin dapat melihatnya hari ini jika mereka eksis, bersembunyi di lingkaran halo Bima
Sakti,” jelas Loeb. “Apakah bintang-bintang generasi pertama berbeda dari bintang-bintang generasi saat ini? Jika bisa, kita ingin melihat mereka dan mengungkapnya.”
Rahasia zaman kegelapan
Untuk
menyelidiki zaman kegelapan, jalan yang harus ditempuh oleh para ilmuwan
adalah melalui bintang dan galaksi yang terbentuk paling awal. Karena cahaya membutuhkan waktu untuk mencapai kita, cahaya yang datang dari jauh tentunya berasal dari masa lalu. Dengan demikian, para astronom dapat menatap ke ruang angkasa jauh untuk mengintip ke masa lalu.
“Mirip arkeologi, semakin dalam kita menggali, semakin banyak lapisan-lapisan
kuno yang kita temukan,” Loeb menjelaskan. “Demikian pula dengan para astronom, pada
dasarnya mereka menggali di ruang angkasa.”
Salah
satu instrumen kunci untuk melihat jauh ke masa lalu adalah Teleskop
Antariksa James Webb NASA yang akan segera diluncurkan. Webb dapat mengungkap sejarah awal kosmos dengan
menangkap cahaya yang sangat redup dari galaksi-galaksi generasi pertama.
"Webb adalah harapan terbaik kita miliki untuk mempelajari galaksi generasi pertama,” kata Loeb.
Strategi
lain untuk mempelajari zaman kegelapan adalah dengan mengamati “goresan-goresan” hidrogen di sekitar bintang dan galaksi awal. Bahkan hidrogen dingin menghasilkan cahaya
dalam bentuk gelombang radio dengan panjang gelombang spesifik 21 cm. Dengan panjang gelombang ini, para ilmuwan dapat mengamati bagaimana hidrogen dingin berubah seiring waktu sebagai respons terhadap radiasi bintang.
Jajaran
teleskop radio yang sedang dikembangkan akan mendeteksi gelombang radio 21 cm, termasuk Murchison Widefield Array di Australia Barat, Low-Frequency Array (tersebar di Eropa), Primeval Structure Telescope di China, Precision Array for Probing the Epoch of Reionization di Afrika
Selatan, Giant Metrewave Radio Telescope
di India, dan Square Kilometer Array,
yang akan dibangun di Australia atau Afrika Selatan.
Para
ilmuwan juga dapat mengintip ke galaksi generasi pertama dengan mencari sinar-X
dari lubang hitam di pusat galaksi menggunakan teleskop seperti Observatorium
Sinar-X Chandra NASA. Observasi masa depan juga dapat mendeteksi riak-riak
di jalinan ruang dan waktu yang disebut gelombang gravitasi, yang dihasilkan oleh fenomena penggabungan antar lubang hitam dari galaksi-galaksi awal.
Proyek Advanced LIGO memiliki kepekaan yang cukup untuk mendeteksi gelombang gravitasi dari
penggabungan lubang hitam bermassa bintang di galaksi-galaksi terdekat dalam
beberapa tahun dari sekarang. Sebuah proyek lebih ambisius yang diberi nama LISA, diharapkan mampu mendeteksi penggabungan antar lubang hitam supermasif di
galaksi-galaksi jauh, meskipun permasalahan anggaran membuat proyek dibatalkan
untuk saat ini.
“Tentunya ada harga yang harus dibayar untuk melihat sebanyak mungkin fenomena langit,” pungkas Loeb. “Tapi kita tidak akan pernah tahu apa yang mungkin kita temukan.”
Ditulis
oleh: Charles Q. Choi, kontributor www.space.com
Komentar
Posting Komentar