Sejak
awal peradaban, umat manusia selalu bertanya apakah kita sendirian di alam semesta.
Seiring misi penjelajahan di dalam dan di luar tata surya, NASA
telah mengembangkan peralatan yang semakin canggih untuk menjawab pertanyaan klasik umat manusia. Di tata surya kita, misi eksplorasi NASA mencakup pencarian jejak biologis masa lalu dan saat ini, khususnya di Mars, dan tak lama lagi di
Europa, salah satu bulan Jupiter. Di luar tata surya, misi antariksa
seperti Kepler dan TESS, telah mengungkap ribuan planet yang mengorbit bintang selain
Matahari.
Lonjakan
pengetahuan tentang planet yang mengorbit bintang selain
Matahari (eksoplanet) dan hasil penelitian selama puluhan tahun yang difokuskan ke jejak biologis (biosignatures),
telah mendorong NASA untuk turut mengambil peran demi menjawab pertanyaan apakah manusia sendirian di alam semesta.
Selain mencari bukti kehidupan mikroba, NASA juga mengeksplorasi cara-cara baru
untuk mencari peradaban ekstraterestrial maju.
Technosignatures
adalah sinyal yang mengarahkan kita untuk
menyimpulkan eksistensi peradaban maju di luar Bumi. Selama ini, sebagian besar upaya deteksi Technosignature adalah melalui sinyal radio, tetapi masih ada berbagai panjang gelombang lain yang
belum sepenuhnya dieksplorasi.
Pada
bulan April 2018, timbul minat baru dari Kongres Amerika Serikat yang
mendorong agar NASA mulai mendukung upaya pencarian technosignatures untuk menemukan kehidupan di luar Bumi. Untuk memenuhi keinginan Kongres, NASA kemudian menggelar acara NASA Technosignatures Workshop di Houston pada tanggal 26-28 September
2018. NASA ingin menilai keadaan faktual di lapangan saat ini, cara yang
paling menjanjikan dalam penelitian di bidang technosignatures, sekaligus berinvestasi untuk memajukan
sains. Tujuan utama workshop adalah untuk menemukan cara yang paling efektif agar NASA dapat mendukung upaya pencarian technosignatures melalui kemitraan dengan organisasi swasta dan filantropis.
Apa Itu Technosignatures?
Istilah
technosignatures memiliki makna yang
lebih luas, tak sekadar upaya “search for extraterrestrial intelligence” (SETI) yang secara umum terbatas pada deteksi sinyal komunikasi
peradaban asing. Technosignatures
seperti emisi radio atau laser, struktur kontruksi berskala besar
atau polusi udara yang memenuhi atmosfer dapat menyiratkan bentuk kehidupan
asing berakal.
Dalam
beberapa dekade terakhir, sektor swasta dan filantropis telah melakukan
penelitian semacam ini. Mereka telah menerapkan metode seperti mencari pola dalam gelombang
radio frekuensi rendah menggunakan teleskop radio. Karena siaran radio
dan televisi kita juga telah melayang ke luar angkasa selama puluhan tahun, deteksi sinyal radio dapat mengungkap eksistensi peradaban ekstraterestrial.
Program SETI yang digelar NASA berakhir pada tahun 1993, karena Kongres mengalami
defisit anggaran dan berkurangnya dukungan politik. Kongres membatalkan
pendanaan untuk survei gelombang mikro resolusi tinggi di luar angkasa.
Sejak itu, program SETI NASA lebih diarahkan untuk memajukan pemahaman fundamental kita tentang kehidupan itu sendiri, asal usul kehidupan dan habitabilitas planet/bulan di tata surya dan galaksi Bima Sakti.
Sejarah Pencarian Peradaban Ekstraterestrial
Upaya
untuk mendeteksi peradaban asing maju yang menguasai teknologi telah dilakukan sejak awal abad
ke-20, bahkan sebelum era antariksa, yang pertama kali dilakukan dengan cara
memprediksi jalinan komunikasi antarplanet. Karya teoritis yang mempostulasikan komunikasi menggunakan sinyal gelombang radio dan gelombang mikro
di galaksi kita, mengantarkan ke percobaan “mendengarkan” kosmos pertama pada tahun
1960-an.
Berkat
penemuan ribuan planet di luar tata surya oleh misi Teleskop Antariksa Kepler NASA, termasuk
beberapa di antaranya yang mirip Bumi, kini kehidupan di planet lain tak sekadar bayangan fiksi ilmiah. Mungkin suatu hari nanti kita dapat membuktikan kehidupan di luar tata surya secara
ilmiah.
Seperti
pernyataan yang tertuang dalam Strategi Astrobiologi 2015 NASA, “Kehidupan kompleks
dapat berkembang menjadi sistem kognitif yang menguasai teknologi dan mungkin dapat diamati. Tidak ada yang tahu probabilitasnya, tetapi kita tahu angkanya
tidak nol.” Ketika kita mempertimbangkan lingkungan di planet-planet lain, “technosignatures” dapat dimasukkan ke dalam
interpretasi data yang kita peroleh dari dunia-dunia lain.
Perdebatan
tentang probabilitas menemukan sinyal peradaban ekstraterestrial sangat
bervariasi. Pada tahun 1961, astronom Frank Drake menggagas rumus
yang memprediksi jumlah peradaban maju di sebuah galaksi. Persamaan Drake menghasilkan angka 10.000, meskipun sebagian besar variabel yang digunakan adalah perkiraan kasar yang penuh dengan ketidakpastian.
Spekulasi terkenal lainnya tentang peradaban asing maju disebut paradoks
Fermi, yang dikemukakan oleh fisikawan Italia Enrico Fermi. Paradoks Fermi menegaskan jika peradaban asing maju memang eksis di luar sana,
kita seharusnya sudah menemukannya saat ini.
Upaya
SETI NASA dimulai dengan sebuah proposal yang diajukan pada tahun 1971
oleh ilmuwan biomedis John Billingham dari Pusat Penelitian Ames NASA. Billingham mengajukan proposal 1.000-dish array bagi teleskop berukuran 100 meter yang dapat mendeteksi sinyal televisi dan radio
dari bintang lain. “Proyek Cyclops”
tidak memperoleh dukungan anggaran, tetapi Ames membentuk unit SETI tersendiri pada tahun 1976 untuk melanjutkan penelitian di bidang ini. Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA
juga awalnya terlibat dalam upaya SETI.
Pada
tahun 1988, Markas Besar NASA di Washington secara resmi mendukung program SETI
yang mengarah ke pengembangan High
Resolution Microwave Survey. Diumumkan saat Hari Columbus pada tahun 1992, 500
tahun setelah Columbus mendarat di Amerika Utara, proyek senilai 100 juta U.S.
dolar selama 10 tahun ini, termasuk upaya penelitian bintang-bintang yang menjadi
target Ames menggunakan teleskop radio berukuran 300 meter di Arecibo, Puerto
Rico, dan semua survei langit yang dipimpin oleh JPL menggunakan piringan antena
Deep Space Network. Sayangnya program ini hanya
berlangsung selama satu tahun, setelah oposisi politik mengeliminasi proyek dan mengakhiri upaya penelitian SETI NASA.
Mengapa NASA Sekarang Mulai Mencari Technosignatures?
Dipicu
oleh penemuan galaksi kita yang begitu melimpah dengan planet, minat untuk mendeteksi peradaban ekstraterestrial maju kembali meluap. Penemuan yang
dihasilkan Kepler pada tahun 2015 tentang fluktuasi tak beraturan skala kecerahan cahaya bintang yang kemudian disebut bintang Tabby, menyebabkan spekulasi sebuah
megastruktur yang dibangun oleh peradaban asing, meskipun para ilmuwan telah
menyimpulkan awan debu di sekitar bintang Tabby adalah penyebabnya. Namun bintang Tabby telah memperlihatkan potensi pencarian anomali melalui
serangkaian data yang dikumpulkan dari misi antariksa, karena technosignatures juga awalnya dapat terdeteksi sebagai anomali.
Para
ilmuwan mengingatkan kita akan membutuhkan lebih dari sekadar sinyal yang
tidak dapat dijadikan bukti definitif bagi eksistensi peradaban asing maju, mengingat banyak interferensi frekuensi radio dari sumber berbasis
Bumi.
NASA terus mengevaluasi upaya penelitian saat ini yang palng menjanjikan dalam technosignatures dan mempelajari di mana
investasi harus diletakkan demi kemajuan sains. Meskipun kita belum menemukan jejak biologis di luar Bumi, NASA terus memperkuat penjelajahan di dalam dan di luar tata surya untuk menjawab pertanyaan klasik, apakah kita
sendirian di alam semesta?
Dari
mempelajari deposit air di Mars, menyelidiki “dunia-dunia lautan” yang
menjanjikan seperti Europa (bulan Jupiter) atau Enceladus (bulan Saturnus), kita
dapat mencari biosignatures di
atmosfer eksoplanet, misi sains NASA mengiringi tujuan utama untuk menemukan jejak biologis di luar Bumi secara ilmiah. Barangkali biosignatures yang ditemukan lebih maju secara teknologi daripada kita.
Sangat
menarik!
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tricia Talbert
Komentar
Posting Komentar