Langsung ke konten utama

Visi Baru NASA untuk Mencari Kehidupan di Luar Bumi

Sejak awal peradaban, umat manusia selalu bertanya apakah kita sendirian di alam semesta. Seiring misi penjelajahan di dalam dan di luar tata surya, NASA telah mengembangkan peralatan yang semakin canggih untuk menjawab pertanyaan klasik umat manusia. Di tata surya kita, misi eksplorasi NASA mencakup pencarian jejak biologis masa lalu dan saat ini, khususnya di Mars, dan tak lama lagi di Europa, salah satu bulan Jupiter. Di luar tata surya, misi antariksa seperti Kepler dan TESS, telah mengungkap ribuan planet yang mengorbit bintang selain Matahari.

nebula-gelembung-ngc-7635-informasi-astronomi
Citra gelembung kosmik menyerupai balon raksasa yang ditiup oleh sebuah bintang masif super panas. Para astronom mengarahkan Teleskop Antariksa Hubble NASA ke fitur kosmik penuh warna yang disebut Nebula Gelembung atau NGC 7635.
Kredit: NASA, ESA, dan Hubble Heritage Team (STScI / AURA), F. Summers, G. Bacon, Z. Levay, dan L. Frattare (Tim  Viz 3D, STScI)

Lonjakan pengetahuan tentang planet yang mengorbit bintang selain Matahari (eksoplanet) dan hasil penelitian selama puluhan tahun yang difokuskan ke jejak biologis (biosignatures), telah mendorong NASA untuk turut mengambil peran demi menjawab pertanyaan apakah manusia sendirian di alam semesta. Selain mencari bukti kehidupan mikroba, NASA juga mengeksplorasi cara-cara baru untuk mencari peradaban ekstraterestrial maju.

Technosignatures adalah sinyal yang mengarahkan kita untuk menyimpulkan eksistensi peradaban maju di luar Bumi. Selama ini, sebagian besar upaya deteksi Technosignature adalah melalui sinyal radio, tetapi masih ada berbagai panjang gelombang lain yang belum sepenuhnya dieksplorasi.

Pada bulan April 2018, timbul minat baru dari Kongres Amerika Serikat yang mendorong agar NASA mulai mendukung upaya pencarian technosignatures untuk menemukan kehidupan di luar Bumi. Untuk memenuhi keinginan Kongres, NASA kemudian menggelar acara NASA Technosignatures Workshop di Houston pada tanggal 26-28 September 2018. NASA ingin menilai keadaan faktual di lapangan saat ini, cara yang paling menjanjikan dalam penelitian di bidang technosignatures, sekaligus berinvestasi untuk memajukan sains. Tujuan utama workshop adalah untuk menemukan cara yang paling efektif agar NASA dapat mendukung upaya pencarian technosignatures melalui kemitraan dengan organisasi swasta dan filantropis.

 Apa Itu Technosignatures?

Istilah technosignatures memiliki makna yang lebih luas, tak sekadar upaya “search for extraterrestrial intelligence” (SETI) yang secara umum terbatas pada deteksi sinyal komunikasi peradaban asing. Technosignatures seperti emisi radio atau laser, struktur kontruksi berskala besar atau polusi udara yang memenuhi atmosfer dapat menyiratkan bentuk kehidupan asing berakal.

Dalam beberapa dekade terakhir, sektor swasta dan filantropis telah melakukan penelitian semacam ini. Mereka telah menerapkan metode seperti mencari pola dalam gelombang radio frekuensi rendah menggunakan teleskop radio. Karena siaran radio dan televisi kita juga telah melayang ke luar angkasa selama puluhan tahun, deteksi sinyal radio dapat mengungkap eksistensi peradaban ekstraterestrial. Program SETI yang digelar NASA berakhir pada tahun 1993, karena Kongres mengalami defisit anggaran dan berkurangnya dukungan politik. Kongres membatalkan pendanaan untuk survei gelombang mikro resolusi tinggi di luar angkasa. Sejak itu, program SETI NASA lebih diarahkan untuk memajukan pemahaman fundamental kita tentang kehidupan itu sendiri, asal usul kehidupan dan habitabilitas planet/bulan di tata surya dan galaksi Bima Sakti.

Sejarah Pencarian Peradaban Ekstraterestrial

Upaya untuk mendeteksi peradaban asing maju yang menguasai teknologi telah dilakukan sejak awal abad ke-20, bahkan sebelum era antariksa, yang pertama kali dilakukan dengan cara memprediksi jalinan komunikasi antarplanet. Karya teoritis yang mempostulasikan komunikasi menggunakan sinyal gelombang radio dan gelombang mikro di galaksi kita, mengantarkan ke percobaan “mendengarkan” kosmos pertama pada tahun 1960-an.

Berkat penemuan ribuan planet di luar tata surya oleh misi Teleskop Antariksa Kepler NASA, termasuk beberapa di antaranya yang mirip Bumi, kini kehidupan di planet lain tak sekadar bayangan fiksi ilmiah. Mungkin suatu hari nanti kita dapat membuktikan kehidupan di luar tata surya secara ilmiah.

Seperti pernyataan yang tertuang dalam Strategi Astrobiologi 2015 NASA, “Kehidupan kompleks dapat berkembang menjadi sistem kognitif yang menguasai teknologi dan mungkin dapat diamati. Tidak ada yang tahu probabilitasnya, tetapi kita tahu angkanya tidak nol.” Ketika kita mempertimbangkan lingkungan di planet-planet lain, “technosignatures” dapat dimasukkan ke dalam interpretasi data yang kita peroleh dari dunia-dunia lain.

Perdebatan tentang probabilitas menemukan sinyal peradaban ekstraterestrial sangat bervariasi. Pada tahun 1961, astronom Frank Drake menggagas rumus yang memprediksi jumlah peradaban maju di sebuah galaksi. Persamaan Drake menghasilkan angka 10.000, meskipun sebagian besar variabel yang digunakan adalah perkiraan kasar yang penuh dengan ketidakpastian. Spekulasi terkenal lainnya tentang peradaban asing maju disebut paradoks Fermi, yang dikemukakan oleh fisikawan Italia Enrico Fermi. Paradoks Fermi menegaskan jika peradaban asing maju memang eksis di luar sana, kita seharusnya sudah menemukannya saat ini.

Upaya SETI NASA dimulai dengan sebuah proposal yang diajukan pada tahun 1971 oleh ilmuwan biomedis John Billingham dari Pusat Penelitian Ames NASA. Billingham mengajukan proposal 1.000-dish array bagi teleskop berukuran 100 meter yang dapat mendeteksi sinyal televisi dan radio dari bintang lain. “Proyek Cyclops” tidak memperoleh dukungan anggaran, tetapi Ames membentuk unit SETI tersendiri pada tahun 1976 untuk melanjutkan penelitian di bidang ini. Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA juga awalnya terlibat dalam upaya SETI.

Pada tahun 1988, Markas Besar NASA di Washington secara resmi mendukung program SETI yang mengarah ke pengembangan High Resolution Microwave Survey. Diumumkan saat Hari Columbus pada tahun 1992, 500 tahun setelah Columbus mendarat di Amerika Utara, proyek senilai 100 juta U.S. dolar selama 10 tahun ini, termasuk upaya penelitian bintang-bintang yang menjadi target Ames menggunakan teleskop radio berukuran 300 meter di Arecibo, Puerto Rico, dan semua survei langit yang dipimpin oleh JPL menggunakan piringan antena Deep Space Network. Sayangnya program ini hanya berlangsung selama satu tahun, setelah oposisi politik mengeliminasi proyek dan mengakhiri upaya penelitian SETI NASA.

Mengapa NASA Sekarang Mulai Mencari Technosignatures?

Dipicu oleh penemuan galaksi kita yang begitu melimpah dengan planet, minat untuk mendeteksi peradaban ekstraterestrial maju kembali meluap. Penemuan yang dihasilkan Kepler pada tahun 2015 tentang fluktuasi tak beraturan skala kecerahan cahaya bintang yang kemudian disebut bintang Tabby, menyebabkan spekulasi sebuah megastruktur yang dibangun oleh peradaban asing, meskipun para ilmuwan telah menyimpulkan awan debu di sekitar bintang Tabby adalah penyebabnya. Namun bintang Tabby telah memperlihatkan potensi pencarian anomali melalui serangkaian data yang dikumpulkan dari misi antariksa, karena technosignatures juga awalnya dapat terdeteksi sebagai anomali.

Para ilmuwan mengingatkan kita akan membutuhkan lebih dari sekadar sinyal yang tidak dapat dijadikan bukti definitif bagi eksistensi peradaban asing maju, mengingat banyak interferensi frekuensi radio dari sumber berbasis Bumi.

NASA terus mengevaluasi upaya penelitian saat ini yang palng menjanjikan dalam technosignatures dan mempelajari di mana investasi harus diletakkan demi kemajuan sains. Meskipun kita belum menemukan jejak biologis di luar Bumi, NASA terus memperkuat penjelajahan di dalam dan di luar tata surya untuk menjawab pertanyaan klasik, apakah kita sendirian di alam semesta?

Dari mempelajari deposit air di Mars, menyelidiki “dunia-dunia lautan” yang menjanjikan seperti Europa (bulan Jupiter) atau Enceladus (bulan Saturnus), kita dapat mencari biosignatures di atmosfer eksoplanet, misi sains NASA mengiringi tujuan utama untuk menemukan jejak biologis di luar Bumi secara ilmiah. Barangkali biosignatures yang ditemukan lebih maju secara teknologi daripada kita.

Sangat menarik!

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tricia Talbert


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang