Langsung ke konten utama

Ledakan Supernova Bintang Menghasilkan Unsur Kunci Silika

supernova-bintang-menghasilkan-unsur-kunci-silika-informasi-astronomi
Gambar sisa ledakan supernova G54.1+0,3 dalam panjang gelombang radio, inframerah dan sinar-X.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/CXC/ESA/NRAO/J. Rho (SETI Institute)

Secara harfiah, kita semua tercipta dari debu bintang. Sebagian besar unsur kimia yang membentuk planet dan tubuh kita, diproduksi oleh bintang-bintang masif. Hasil studi terbaru menggunakan data observasi Teleskop Antariksa Spitzer NASA, melaporkan bahwa silika, salah satu mineral yang paling umum ditemukan di Bumi, terbentuk ketika bintang-bintang masif meledak.

Lihatlah ke sekelilingmu, mungkin Anda akan menemukan silika (silikon dioksida, SiO2) dalam berbagai bentuk. Komponen utama penyusun banyak jenis bebatuan di Bumi ini kerap digunakan sebagai campuran pasir dan kerikil material beton untuk pembangunan trotoar, jalan dan gedung. Sementara kuarsa, salah satu bentuk dari silika adalah komponen utama pasir yang dapat ditemukan di sepanjang pantai Amerika Serikat. Silika adalah bahan utama kaca, termasuk kaca jendela dan fiberglass. Sebagian besar silikon yang digunakan dalam perangkat elektronik juga berasal dari silika.

Silika bahkan menyusun sekitar 60% kerak Bumi. Eksistensinya yang tersebar luas di Bumi dianggap tidak mengherankan, karena debu silika telah ditemukan di seluruh alam semesta, bahkan di meteorit sebelum tata surya kita terbentuk. Salah satu sumber debu kosmik berasal dari bintang tipe AGB, atau bintang dengan massa setara Matahari yang telah kehabisan bahan bakar fusi nuklir dan membengkak hingga beberapa kali ukuran aslinya menjadi raksasa merah. (AGB adalah salah satu tipe bintang raksasa merah.) Tetapi, silika bukanlah komponen utama debu bintang AGB dan observasi belum dapat menjelaskan apakah mereka adalah produsen utama yang menghasilkan debu silika di seluruh kosmos.

Studi terbaru melaporkan deteksi unsur silika di dua sisa ledakan supernova yang disebut Cassiopeia A dan G54.1+0,3. Ledakan supernova terjadi ketika bintang yang jauh lebih masif daripada Matahari kehabisan bahan bakar hidrogen yang menjadi sumber tenaga inti. Bintang runtuh dan memicu ledakan hebat yang melebur atom untuk menciptakan unsur-unsur “berat” (lebih berat daripada hidrogen dan helium), seperti belerang, kalsium dan silikon.

‘Sidik Jari’ Kimia

Untuk mengidentifikasi unsur silika di Cassiopeia A dan G54.1+0,3, tim ilmuwan menganalisis arsip data instrumen IRS Spitzer dan menerapkan teknik spektroskopi untuk mengungkap panjang gelombang cahaya yang menyusunnya. (Anda dapat mengamati efek serupa saat cahaya Matahari melewati prisma kaca dan menghasilkan pelangi. Warna yang berbeda adalah panjang gelombang cahaya yang biasanya menyatu dan tidak terlihat oleh mata telanjang.)

Setiap unsur kimia dan molekul memancarkan panjang gelombang cahaya spesifik, berarti mereka memiliki semacam ‘sidik jari’ spektral yang dapat diidentifikasi oleh spektrograf berpresisi tinggi. Untuk menemukan sidik jari spektral molekul tertentu, para peneliti sering bergantung pada model (biasanya dilakukan melalui simulasi komputer) yang mengkreasi ulang sifat fisik molekul. Menjalankan simulasi melalui model dapat mengungkap sidik jari spektral molekul.

Tetapi faktor fisik dapat memengaruhi panjang gelombang yang dipancarkan molekul. Seperti halnya Cassiopeia A. Meskipun data spektroskopi Cassiopeia A menunjukkan panjang gelombang hampir identik dengan silika, tim tidak dapat mencocokkan data dengan elemen atau molekul tertentu.

Penulis utama makalah ilmiah astronom Jeonghee Rho dari SETI Institute di Mountain View, California, memprediksi bentuk butiran silika bisa menjadi sumber ketidaksesuaian, karena model komputasi silika mengasumsikan butiran itu bulat sempurna.

Rho kemudian membuat model mencakup beberapa butiran silika yang tidak berbentuk bulat. Ketika dia berhasil menyelesaikan sebuah model yang mengasumsikan butiran silika tidak berbentuk bulat, namun justru agak menyerupai bola football, “benar-benar menghasilkan fitur spektral serupa dengan yang kita lihat dalam data Spitzer,” ungkap Rho.

Rho bersama para kolega juga menemukan fitur serupa di sisa supernova kedua, G54.1 + 0,3. Butiran silika yang agak lonjong bisa memberikan para ilmuwan petunjuk tentang proses yang membentuk silika.

Tim juga menggabungkan kombinasi observasi dua sisa ledakan supernova menggunakan Spitzer dan Observatorium Antariksa Herschel ESA (Badan Antariksa Eropa) untuk mengukur jumlah silika yang dihasilkan oleh setiap ledakan. Herschel mendeteksi panjang gelombang cahaya inframerah yang berbeda dari Spitzer. Para peneliti melihat seluruh rentang panjang gelombang yang disediakan oleh kedua observatorium dan mengidentifikasi panjang gelombang puncak kecerahan debu. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur suhu debu, yang mengarah ke kecerahan dan suhu untuk mengukur massa. Studi terbaru menyimpulkan unsur silika yang dihasilkan supernova dari waktu ke waktu, memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap debu kosmik di seluruh alam semesta, termasuk debu yang akhirnya terakumulasi untuk membentuk planet rumah kita.

Makalah ilmiah yang dipublikasikan di Monthly Notice of Royal Astronomical Society edisi 24/10/18, menegaskan setiap kali kita melihat melalui jendela, berjalan di trotoar atau menginjakkan kaki di pantai berkerikil, kita berinteraksi dengan material yang diproduksi oleh bintang-bintang masif yang meledak dan terbakar miliaran tahun lalu.

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tony Greicius



#terimasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang