Darimana Bintang Katai Putih Berasal?
Akhir
kehidupan sebuah bintang tergantung pada massa ketika ia dilahirkan.
Bintang yang sangat masif mengakhiri kehidupannya untuk berevolusi menjadi
lubang hitam atau bintang neutron. Bintang massa menengah atau rendah (kurang dari delapan kali massa Matahari) akan berevolusi menjadi katai putih. Sebagian besar katai putih yang ditemukan di alam semesta memiliki massa yang setara dengan Matahari, namun ukurannya hanya
sedikit lebih besar daripada Bumi. Oleh karena itu, katai putih adalah objek kosmik terpadat ketiga di alam semesta, setelah lubang hitam dan bintang neutron.
Bintang
massa menengah seperti Matahari kita, menjalani hidup dengan aktivitas fusi nuklir untuk melebur hidrogen menjadi helium di inti bintang. Demikian pula dengan Matahari kita, panas yang dihasilkan dari fusi nuklir menciptakan tekanan keluar yang mengimbangi gaya
gravitasinya sendiri. Dalam waktu lima miliar tahun lagi, Matahari akan mengkonsumi semua molekul hidrogen di bagian inti.
Situasi di dalam bintang mirip pressure
cooker, peralatan masak tertutup yang memanfaatkan tekanan untuk memasak
makanan. Pemanasan di dalam wadah tertutup menyebabkan tekanan
meningkat. Hal serupa juga terjadi di Matahari. Meskipun Matahari mungkin
tidak sepenuhnya mirip dengan peralatan masak tertutup, namun gaya gravitasinya bertindak layaknya pressure
cooker, yang terus menarik Matahari ke dalam, sementara tekanan yang diciptakan
oleh gas panas di bagian inti terus mendorong keluar. Keseimbangan antara
tekanan dan gaya gravitasi menstabilkan Matahari.
Ketika bintang kehabisan hidrogen untuk aktivitas fusi nuklir, keseimbangan terganggu, gaya gravitasi unggul dan mulai meruntuhkan bintang. Proses ini memadatkan bintang, menyebabkan bintang kembali memanas untuk sekali lagi melakukan fusi nuklir dengan hanya sedikit sisa kandungan hidrogen di lapisan selubung inti bintang.
Betelgeuse. Pada tanggal 15 Januari 1996, Teleskop Antariksa Hubble NASA menangkap gambar pertama sebuah bintang secara langsung. Kredit: A. Dupree (CfA), R. Gilliland (STScI), NASA, ESA |
Selubung
hidrogen yang memanas akan memperluas lapisan terluar bintang. Ketika tahap ini dialami oleh Matahari kita, ia akan akan berevolusi menjadi raksasa merah,
ukurannya membesar, bahkan akan sepenuhnya menelan Merkurius.
Ketika
ukuran bintang menjadi lebih besar, panasnya juga menyebar, suhu
bintang secara keseluruhan menurun. Tapi suhu di inti bintang saat berevolusi menjadi raksasa merah justru meningkat, begitu panas, hingga sekali lagi memicu fusi nuklir untuk melebur helium menjadi karbon dan elemen lainnya yang lebih berat. Matahari hanya akan menjadi bintang raksasa merah selama satu
miliar tahun, tidak terlalu lama jika dibandingkan 10
miliar tahun usia hidupnya yang dihabiskan untuk aktivitas fusi hidrogen.
Setelah kehabisan bahan bakar helium, Matahari tidak cukup panas untuk melakukan fusi karbon, lalu apa yang akan terjadi?
Ya, sekali lagi
gaya gravitasi akan mengambil alih. Ketika mulai berkontraksi, inti Matahari akan melepaskan energi yang menyebabkan lapisan terluar membesar. Matahari
akan menjadi raksasa merah yang ukurannya lebih besar, bahkan lebih besar
daripada lintasan orbit Bumi.
Matahari
sangat tidak stabil pada titik ini dan akan kehilangan massa. Tahap ini terus berlangsung hingga akhirnya Matahari terpaksa melepaskan lapisan-lapisan terluarnya. Namun inti Matahari tetap utuh dan menjadi katai putih yang dikelilingi oleh selubung gas yang meluas sebagai sebuah objek yang disebut
nebula planeter. Disebut begitu karena para pengamat yang dulu menemukannya
menganggapnya mirip planet Uranus dan Neptunus. Ada
beberapa nebula planeter yang dapat diamati hanya menggunakan teleskop sederhana,
namun sekitar separuh katai putih di pusat nebula hanya dapat diamati menggunakan teleskop berukuran sedang.
Kredit: ESA/Hubble dan NASA |
Nebula
planeter tampaknya menandai tahap peralihan wujud bintang massa menengah, dari
raksasa merah menjadi katai putih. Bintang yang massanya sebanding dengan
Matahari akan menjadi katai putih dalam waktu 75.000 tahun setelah menghembuskan selubung yang mengelilinginya. Seperti Matahari kita,
bintang massa menengah lainnya, memancarkan panas ke ruang angkasa dan memudar
menjadi gumpalan karbon hitam. Mungkin dibutuhkan waktu selama 10 miliar tahun lagi, tetapi Matahari kita suatu hari nanti akan mencapai ujung
garis kehidupannya dan secara diam-diam berevolusi menjadi katai
hitam.
Katai
putih juga dapat memberikan kita informasi tentang usia alam semesta. Jika kita
dapat memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh katai putih untuk mendingin dan
berubah menjadi katai hitam, kita akan memperoleh batasan terendah usia kosmos dan galaksi Bima Sakti kita. Tapi karena butuh miliaran tahun bagi katai putih untuk mendingin, maka alam semesta tidak mungkin memiliki katai hitam pada usianya saat ini. Dan jika
kemudian hari katai hitam ditemukan, penemuan ini akan mengubah pemahaman kita
tentang proses pendinginan katai putih.
Observasi Katai Putih
Bintang katai putih Sirius B berada di samping bintang Sirius A yang lebih besar. Kredit: NASA, ESA, H. Bond, (STScI), and M. Barstow (University of Leicester) |
Ada
beberapa metode yang dapat diterapkan untuk mengamati katai putih.
Katai putih pertama yang ditemukan, dapat diamati karena berada dalam sistem biner sebagai pendamping Sirius, sebuah bintang yang bersinar
terang di rasi Canis Major. Pada tahun 1844, astronom Friedrich Bessel memperhatikan goyangan pada pergerakan Sirius, seolah-olah mengorbit
objek yang tak terlihat. Pada tahun 1863, Alvan Clark, seorang ahli di bidang
optik dan teleskop, berhasil mengamatinya. Bintang pengiring ini kemudian dikonfirmasi sebagai katai putih. Pasangan bintang ini sekarang
disebut Sirius A dan B, dengan B adalah katai putih. Periode orbital
sistem ini sekitar 50 tahun.
Karena
ukurannya sangat kecil, katai putih sangat sulit dideteksi, sistem
biner adalah salah satu cara untuk menemukannya. Seperti halnya sistem
Sirius, jika sebuah bintang tampaknya memiliki semacam pergerakan yang tidak
dapat dijelaskan, kita mungkin akan mengkonfirmasinya sebagai sistem biner bersama bintang katai putih sebagai pengiring.
Pada bulan Agustus 1995, Wide Field and Planetary
Camera, instrumen canggih yang terpasang di Teleskop Antariksa
Hubble NASA, menemukan 75 katai putih di gugus bintang globular Messier 4 di rasi Scorpius. Mereka begitu redup, bahkan yang paling terang tidak melampaui kilau cahaya bola lampu 100 watt yang
dilihat dari Bumi di permukaan Bulan. Meskipun terletak 7.000 tahun cahaya, Messier 4 adalah gugus bintang globular terdekat dari Bumi yang diperkirakan telah berusia sekitar 14 miliar tahun. Itulah sebabnya mengapa
ditemukan begitu banyak bintang yang telah mendekati akhir kehidupannya.
Citra optik (kiri) dan sebagian bidang observasi Hubble (kanan) dari gugus bintang globular Messier 4. Katai putih dilingkari dalam bidang observasi Hubble. |
Teleskop
optik bukanlah satu-satunya metode yang digunakan untuk mengamati katai putih. Katai putih HZ 43 diamati menggunakan satelit sinar-X ROSAT. Sumber sinar-X berasal dari
dalam permukaan HZ 43. Katai putih belia ini sangat padat, dengan suhu mencapai
100.000 derajat. Lapisan terluar HZ 43 hanya mengandung helium dan hidrogen, transparan terhadap
pengamatan panjang gelombang sinar-X yang dipancarkan oleh lapisan terdalam
yang jauh lebih panas.
Gambar HZ 43 yang diambil oleh ROSAT. Kredit gambar: Max-Planck-Institut für extraterrestrische Physik (MPE)s |
Ditulis
oleh: Staf imagine.gsfc.nasa.gov
Sumber:
White Dwarfs
Komentar
Posting Komentar