Bintang variabel RS Puppis, salah satu bintang variabel Cepheid paling terang di galaksi Bima Sakti. Kredit: NASA/ESA/ Hubble Heritage Team |
Alam
semesta adalah tempat yang sangat besar. Faktanya, berdasarkan observasi selama beberapa dekade, para astronom meyakini alam semesta teramati membentang sekitar 46 miliar tahun cahaya. Kata kuncinya adalah teramati, karena jika kita memperhitungkan apa yang tak teramati, para astronom memprediksi luas alam semesta mencapai sekitar 92 miliar tahun cahaya.
Bagian
tersulit dalam penentuan luas alam semesta terletak pada pengukuran akurat jarak objek astronomi. Sejak kebangkitan astronomi modern, metode pengukuran
telah berkembang pesat. Selain redshift
(pergeseran merah) dan observasi cahaya yang berasal dari bintang dan galaksi
jauh, para astronom juga mengandalkan kelas bintang yang disebut variabel
Cepheid untuk menentukan jarak objek di dalam dan di luar galaksi Bima Sakti.
Definisi
Bintang
variabel pada dasarnya adalah bintang yang skala kecerahannya (luminositas absolut) berubah secara periodik. Cepheid adalah tipe khusus
dari bintang variabel karena mereka sangat masif dan panas --5-20 kali massa Matahari-- cenderung berdenyut
secara radial dan bervariasi baik dalam diameter maupun suhu.
Terlebih
lagi, denyut ini berhubungan langsung dengan luminositas absolut, yang
terjadi dalam periode waktu tertentu dan dapat diprediksi (antara 1-100
hari). Ketika diplot sebagai hubungan magnitude vs periode, bentuk kurva
luminositas Cephiad menyerupai “sirip hiu” karena grafik mencapai puncak secara
mendadak, kemudian perlahan-lahan menurun.
Nama
Cepheid diambil dari Delta Cephei, bintang variabel Cepheid di rasi Cepheus yang pertama kali diidentifikasi. Analisis spektrum
terhadap bintang Delta Cephei juga menunjukkan perubahan suhu (5.500-6600 K)
dan diameter (15%) selama periode denyut.
Manfaat dalam Astronomi
Hubungan
antara periode variabilitas dan luminositas variabel Cepheid kerap dimanfaatkan untuk menentukan jarak objek di alam semesta. Setelah periode
diukur dan luminositas ditentukan, variabel Cepheid dapat menghasilkan estimasi akurat
jarak bintang menggunakan persamaan modulus jarak.
Rumus
persamaan modulus jarak ini adalah m-M=5 log d-5.
m
adalah magnitudo semu objek, M adalah magnitudo absolut objek, dan d adalah
jarak ke objek dalam parsec. Variabel Cepheid dapat diamati dan diukur pada jarak
sekitar 20 juta tahun cahaya, dibandingkan jarak maksimum sekitar 65 tahun
cahaya untuk pengukuran paralaks berbasis Bumi dan hanya lebih dari 326 tahun
cahaya untuk misi Hipparcos ESA.
Hubungan periode dan luminositas Cepheid. Kredit: NASA |
Karena
sangat terang dan dapat dengan jelas dilihat dari jarak jutaan tahun cahaya, variabel Cepheid mudah dibedakan dari bintang-bintang
terang lain di sekitarnya. Kombinasi hubungan variabilitas dan luminositas menjadikan variabel Cepheid sebagai ‘alat bantu’ yang
sangat berguna untuk menyimpulkan ukuran dan skala alam semesta kita.
Subkelas
Variabel
Cepheid dibagi ke dalam dua subkelas --Cepheid klasik dan Cepheid tipe II--
berdasarkan perbedaan massa, usia, dan sejarah evolusi. Cepheid klasik adalah
bintang variabel populasi I (kaya logam) antara 4-20 kali lebih masif
daripada Matahari dan sekitar 100.000 kali lebih terang. Periode denyut
Cepheid klasik berlangsung secara teratur sesuai urutan hari hingga bulan.
Cepheid klasik biasanya adalah bintang raksasa berwarna kuning cerah dan supergiant (kelas spektral F6-K2) yang mengalami perubahan radius hingga jutaan kilometer selama siklus denyut.
Sering dimanfaatkan untuk menentukan jarak ke galaksi di dalam Grup Lokal dan
seterusnya, Cepheid klasik juga digunakan dalam perhitungan konstanta Hubble
(lihat di bawah).
Cepheid
tipe II adalah bintang-bintang Populasi II (miskin logam) yang biasanya
berdenyut dengan periode antara 1-50 hari, dan merupakan bintang-bintang
yang lebih tua (sekitar 10 miliar tahun) dengan massa hanya 50% Matahari kita.
Cepheid
tipe II juga dibagi berdasarkan periodenya ke dalam subkelas BL Her, W
Virginis, dan RV Tauri, yang masing-masing memiliki periode 1-4 hari, 10-20
hari, dan lebih dari 20 hari. Cepheid tipe II kerap dimanfaatkan untuk
menentukan jarak ke pusat galaksi, gugus bintang globular dan galaksi-galaksi
tetangga.
Ada
juga bintang variable Cepheid yang tidak masuk ke dalam kategori manapun, yaitu Cepheid anomali. Periode denyutnya kurang dari 2 hari (mirip RR
Lyrae) tetapi luminositasnya lebih tinggi. Massa Cepheid anomali juga lebih
masif daripada Cepheid tipe II dan usianya tidak diketahui.
Sebagian
kecil variabel Cepheid lainnya juga telah diamati berdenyut dalam dua mode
secara bersamaan, karena itu dinamai Cepheid double-mode. Demikian pula ada sedikit bintang variabel Cepheid berdenyut dalam tiga mode, atau kombinasi mode yang tidak biasa.
Sejarah Observasi
Eta
Aquilae adalah bintang variabel Cepheid pertama yang ditemukan pada tanggal 10
September 1784 oleh astronom Inggris Edward Pigott. Delta Cephei, nama
yang disematkan pada kelas variabel bintang ini ditemukan beberapa bulan
kemudian oleh astronom amatir Inggris John Goodricke.
Pada
tahun 1908, selama observasi bintang variabel di galaksi Awan Magellan Besar
dan Awan Magellan Kecil, astronom Amerika Henrietta Swan
Leavitt menemukan hubungan antara periode dan luminositas Cepheid klasik.
Setelah mendokumentasikan periode 25 bintang variabel, Leavitt mempublikasikan temuannya pada tahun 1912.
Pada
tahun-tahun berikutnya, beberapa astronom turut mempelajari variabel Cepheid. Pada tahun 1925, Edwin Hubble menentukan jarak antara galaksi
Bima Sakti dan Andromeda berdasarkan variabel Cepheid di masing-masing galaksi. Temuan Hubble ini dianggap sangat penting, karena mengakhiri
perdebatan sengit di komunitas astronomi untuk menentukan apakah galaksi Bima
Sakti adalah satu-satunya galaksi di alam semesta atau hanya salah satu galaksi
di alam semesta.
Dengan
mengukur jarak antara Bima Sakti dan beberapa galaksi lainnya, serta
menggabungkannya dengan pengukuran pergeseran merah, Hubble dan Milton L.
Humason mampu merumuskan Hukum Hubble. Pada intinya, mereka mampu membuktikan ekspansi kosmos, gagasan yang telah diajukan beberapa tahun sebelumnya.
Pada pertengahan abad ke-20, perkembangan selanjutnya termasuk membagi Cepheid ke
dalam kelas yang berbeda demi mempermudah penentuan jarak
astronomi. Upaya ini sebagian besar dilakukan oleh Walter Baade, yang pada
tahun 1940-an menemukan perbedaan antara Cepheid klasik dan tipe II berdasarkan
ukuran, usia, dan luminositasnya.
Kelemahan
Terlepas
dari penggunaan mereka untuk menentukan jarak astronomi, ada beberapa kelemahan saat metode ini diterapkan dalam perhitungan. Kelemahan paling menonjol terletak pada hubungan antara periode dan luminositas Cepheid tipe II yang dipengaruhi rendahnya logam, kontaminasi fotometrik dan efek perubahan skala kecerahan karena gas dan debu.
Kelemahan
ini menghasilkan nilai yang berbeda pada Konstanta Hubble, yang berkisar antara 60
km/detik per 1 megaparsec (Mpc) hingga 80 km/detik per 1 Mpc. Menyelesaikan
selisih perhitungan Konsanta Hubble adalah salah satu agenda terbesar kosmologi modern, karena terkait dengan ukuran dan laju ekspansi kosmos.
Namun,
peningkatan dalam instrumentasi dan metodologi turut meningkatkan akurasi perhitungan
melalui observasi variabel Cepheid. Observasi masa depan terhadap bintang yang unik ini dihararapkan meningkatkan wawasan kita tentang alam semesta.
V1, Bintang Legendaris Variabel Cepheid yang Mengubah
Jagad Raya
Atau apakah Hubble pernah bermimpi teleskop
antariksa yang menyandang namanya saat ini akan melanjutkan usahanya untuk mengukur laju ekspansi alam semesta secara akurat?
Meskipun alam semesta penuh
sesak dengan triliunan bintang, penemuan sebuah bintang variabel pada tahun
1923 telah mengubah arah astronomi modern. Setidaknya seorang astronom kondang saat itu merasa menyesal karena penemuan ini telah merubah cara
pandangnya terhadap jagad raya.
Bintang ‘pembawa sial’ variabel pertama Hubble, atau V1, terletak di wilayah terluar galaksi
Andromeda (Messier 31). Dianggap sebagai ‘pembawa sial’ karena pada awal
tahun 1900-an, sebagian besar astronom menganggap galaksi Bima Sakti adalah
alam semesta itu sendiri dengan tidak ada objek kosmik lain yang bisa diamati
di luar batas Bima Sakti. Bahkan, galaksi tetangga Andromeda saat itu
dikategorikan sebagai salah satu bercak redup langit yang disebut “nebula
spiral”.
Apakah nebula spiral ini
merupakan bagian atau berada di luar Bima Sakti? Para astronom tidak bisa
memastikannya, sampai Edwin Hubble menemukan sebuah bintang di Andromeda yang
mengalami perubahan skala kecerahan atau luminositas absolut secara periodik dalam pola yang dapat diprediksi seperti berkas cahaya lampu mercusuar. Hubble
kemudian mengidentifikasinya sebagai V1, sebuah bintang variabel Cepheid. Jenis
bintang istimewa ini terbukti andal sebagai penanda jarak di dalam
galaksi kita.
V1 membantu
Hubble untuk mengungkap bahwa Andromeda berada di luar galaksi kita dan
menyelesaikan perdebatan tentang status nebula spiral. Alam semesta kemudian
menjadi sebuah tempat yang jauh lebih besar setelah penemuan Hubble dan
mencemaskan astronom Harlow Shapley yang meyakini nebula redup ini adalah bagian dari Bima Sakti.
Hampir 100 tahun
kemudian, V1 kembali menjadi sorotan. Para astronom mengarahkan teleskop
berbasis antariksa milik NASA yang menyandang nama Edwin Hubble ke bintang itu
sekali lagi, sebagai wujud penghormatan simbolis untuk mengenang observasi legendaris astronom Edwin Hubble.
Para astronom Hubble Heritage Project Space Telescope
Science Institute menjalin kerja sama dengan American
Association of Variable Star Observers (AAVSO) untuk mempelajari V1. Para pengamat dari AAVSO mengikuti V1 selama enam bulan dan memperoleh
ritme naik turunnya kurva cahaya bintang. Berdasarkan kurva cahaya ini, tim
Hubble Heritage menjadwalkan waktu yang tepat bagi Teleskop Antariksa Hubble untuk
mengabadikan citra V1.
Menggunakan Wide Field
Camera 3, tim melakukan empat observasi pada bulan Desember 2010 dan Januari
2011.
Perbandingan hasil gambar V1 Teleskop Antariksa Hubble (inset atas) dengan observasi astronom Edwin Hubble menggunakan teleskop 100 inci. Kredit: R. Gendler |
Bintang Penjuru yang Memperluas Alam Semesta Teramati
Sebelum penemuan V1,
banyak astronom yang mengira nebula spiral, seperti Andromeda, adalah bagian
dari galaksi Bima Sakti kita. Sementara yang lain tidak begitu yakin. Bahkan dua orang astronom kondang Shapley dan Heber Curtis, sampai mengadakan debat
publik pada tahun 1920 tentang sifat nebula ini. Selama perdebatan, Shapley
memperjuangkan argumen 300.000 tahun cahaya untuk diameter Bima Sakti.
Meskipun Shapley
melebih-lebihkan ukurannya, dia benar saat menyatakan Bima Sakti jauh
lebih besar daripada ukuran yang diterima secara umum. Shapley berargumen nebula spiral jauh lebih kecil daripada Bima Sakti, oleh karena itu harus
menjadi bagian dari galaksi kita.
Tapi Curtis tidak setuju.
Dia beragumen ukuran Bima Sakti lebih kecil dari yang diklaim Shapley, sehingga
meninggalkan ruang bagi pulau alam semesta lain di luar galaksi kita.
Untuk menyelesaikan
perdebatan, para astronom harus menetapkan jarak nebula spiral secara akurat. Mereka kemudian mencari bintang di nebula spiral yang kecerahan intrinsiknya dapat dipahami. Mengetahui skala kecerahan sebuah bintang memungkinkan para astronom
untuk menghitung seberapa jauh jaraknya dari Bumi. Tetapi beberapa bintang yang
mereka pilih bukanlah penjuru yang bisa diandalkan.
Sebagai contoh,
Andromeda, yang terbesar dari nebula spiral, justru memberikan petunjuk yang ambigu terkait jaraknya. Para astronom telah mengamati berbagai jenis bintang yang meledak di
nebula. Tetapi karena tidak sepenuhnya memahami proses kosmik yang mendasarinya, mereka kesulitan menggunakan bintang-bintang itu untuk
menghitung seberapa jauh jarak mereka dari Bumi.
Karena itu estimasi jarak
Andromeda selalu bervariasi. Lantas, argumen siapa yang paling benar?
Astronom legendaris Edwin Hubble. Kredit: NASA |
Edwin Hubble Bertekad untuk Menyelesaikannya
Pada tahun 1923, astronom Edwin Hubble
menghabiskan waktu beberapa bulan untuk memindai Andromeda
dengan Teleskop Hooker berdiameter 100 inci, teleskop paling kuat saat itu, di Mount
Wilson Observatory, California. Bahkan dengan teleskop bermata tajam sekalipun,
Andromeda adalah target yang cukup sulit, karena panjangnya hanya sekitar 5 kaki di bidang fokus teleskop. Karena itu Hubble mengambil banyak eksposur yang
mencakup puluhan lempeng kaca fotografi untuk menangkap seluruh nebula.
Hubble berkonsentrasi
pada tiga wilayah. Salah satunya terletak jauh di dalam lengan spiral. Pada
tanggal 5 Oktober 1923 malam, Hubble mulai melakukan observasi yang
berlangsung hingga 6 Oktober dini hari. Meskipun kondisi langit tidak mendukung observasi, Hubble
mengambil eksposur selama 45 menit yang menghasilkan tiga kandidat nova, salah
satu kelas bintang yang meledak. Dia menulis huruf “N” untuk nova, di
sebelah masing-masing objek.
Kemudian, Hubble menghasilkan penemuan mengejutkan saat membandingkan pelat kaca tanggal 5-6 Oktober dengan
eksposur nova sebelumnya. Salah satu bintang nova (V1) ternyata cahayanya menjadi cerah dan redup
selama periode waktu yang jauh lebih singkat daripada yang terlihat di fenomena nova.
Setelah memperoleh cukup
pengamatan untuk menentukan kurva cahaya V1 dalam periode 31,4 hari, Hubble menentukan V1 adalah bintang variabel Cepheid. Periode menghasilkan kecerahan
intrinsik bintang, yang kemudian digunakan oleh Hubble untuk menghitung jaraknya. V1 ternyata terletak 1 juta tahun cahaya dari Bumi, melampaui tiga kali estimasi diameter Bima Sakti saat itu.
Menggunakan pena
penandanya, Hubble menulis “N di sebelah variabel Cepheid yang baru ditemukan
dan menulis “VAR” untuk variabel, diikuti oleh tanda seru.
Selama beberapa bulan,
sang astronom legendaris terus menatap Andromeda dan menemukan
variabel Cepheid lainnya beserta beberapa nova. Kemudian Hubble mengirim surat
yang merinci kurva cahaya V1 kepada Shapley untuk menceritakan penemuannya.
Setelah membaca surat dari Hubble, Shapley yakin bukti itu otentik. Shapley
dilaporkan memberi tahu seorang kolega, “Inilah surat yang menghancurkan alam
semesta saya.”
Pada akhir tahun 1924, Hubble telah menemukan 36 bintang variabel di Andromeda, 12 di antaranya adalah
Cepheid. Menggunakan semua Cepheid, ia memperoleh jarak 900.000 tahun cahaya.
Pengukuran secara lebih mendetail menempatkan Andromeda pada jarak 2 juta tahun
cahaya.
Astronom Shapley dan
Henry Norris Russell mendesak Hubble menulis makalah ilmiah untuk dipaparkan saat pertemuan American Astronomical Society and American
Association for the Advancement of Science yang digelar akhir bulan
Desember 1924. Makalah Hubble berjudul “Extragalactic
Nature of Spiral Nebulae” disampaikan in
absentia dan menyabet penghargaan makalah ilmiah terbaik.
Sebuah artikel pendek yang melaporkan penghargaan itu diterbitkan di The New
York Times edisi 10 Februari 1925. Gingerich mengatakan penemuan
Hubble bukanlah berita besar saat pertemuan, karena Hubble telah
memberi tahu para astronom terkemuka tentang hasil penemuannya beberapa bulan
sebelumnya.
Observasi bintang
variabel Cepheid V1 oleh Edwin Hubble adalah langkah bersejarah untuk mengungkap ukuran sejati kosmos yang ternyata jauh lebih besar. Hubble
bahkan menemukan banyak galaksi di luar Bima Sakti. Galaksi-galaksi
itulah yang pada akhirnya mengarahkan Hubble untuk menentukan alam
semesta mengembang.
Apakah Hubble pernah
membayangkan 100 tahun kemudian, kemajuan teknologi memungkinkan para
astronom amatir untuk melakukan observasi terhadap V1 dengan
teleskop sederhana dari halaman belakang rumah?
Kredit: NASA, ESA, A.
Feild (STScI), dan A. Riess (STScI/JHU)
Ada dua kondisi osilasi
yang dialami oleh bintang variabel Cepheid. Massa yang begitu masif dan suhu
yang sangat panas, menghasilkan tekanan dahsyat yang menyebabkan ukuran
variabel Cepheid membengkak. Saat ukurannya membengkak, tekanan yang dialami
variabel Cepheid justu melemah. Tanpa tekanan yang mampu mengimbangi gaya
gravitasi, variabel Cepheid kemudian mengalami kontraksi dan kembali ke
ukurannya semula.
Bintang variabel Cepheid
memiliki massa antara 5-25 kali massa Matahari kita. Semakin masif, variabel
Cepheid semakin terang dan memiliki lapisan terluar gas (selubung) yang semakin
memanjang. Karena selubung semakin memanjang namun massa jenisnya lebih rendah,
maka periode variabilitas Cepheid yang setara dengan akar kuadarat terbalik
massa jenis lapisan, akan semakin lama.
Kendala Menggunakan Variabel Cepheid untuk Menentukan
Ukuran Alam Semesta
Ada sejumlah kendala
terkait penggunaan variabel Cepheid sebagai indikator jarak. Sampai saat ini,
para astronom menggunakan pelat fotografi untuk mengukur fluks dari bintang.
Karena sangat non-linier, pelat fotografi kerap menghasilkan pengukuran fluks
bintang yang tidak akurat. Apalagi bintang-bintang masif yang relatif berumur
pendek, mereka selalu berada di dekat tempat kelahirannya yang dipenuhi debu.
Debu menyerap cahaya, terutama pada panjang gelombang biru yang sebagian besar
diambil sebagai citra fotografis. Jika tidak dikoreksi dengan benar, penyerapan
cahaya oleh debu berpotensi menghasilkan perhitungan luminositas yang tidak
akurat.
Demikian pula kendala
untuk mendeteksi variabel Cepheid di galaksi-galaksi jauh yang harus dihadapi
oleh teleskop berbasis darat. Fluktuasi di atmosfer Bumi tidak memungkinkan
pemisahan cahaya bintang dari cahaya redup galaksi induk.
Kendala lain dalam
menggunakan variabel Cepheid sebagai indikator jarak adalah penentuan jarak ke
sampel variabel Cepheid terdekat, meskipun dalam beberapa tahun terakhir
tingkat kesalahan perhitungan bisa diminimalisir. Para astronom telah
mengembangkan beberapa metode andal dan independen untuk menentukan jarak ke
Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, dua galaksi satelit yang mengorbit
galaksi Bima Sakti kita. Karena menampung variabel Cepheid dalam jumlah besar,
kedua galaksi Awan Magellan dapat digunakan untuk mengkalibrasi skala jarak.
Kemajuan Terbaru
Kemajuan teknologi
memungkinkan para astronom untuk mengatasi sejumlah kendala yang dihadapi
sebelumnya. Detektor CCD (charge coupled devices) memungkinkan pengukuran fluks
dari bintang secara lebih akurat. Selain itu, CCD juga sensitif terhadap
panjang gelombang inframerah yang mampu menembus debu. Melalui pengukuran fluks
pada beberapa panjang gelombang, para astronom dapat mengoreksi efek debu dan
menghasilkan perhitungan jarak kosmik yang jauh lebih akurat.
Kemajuan teknologi juga
memungkinkan studi akurat terhadap galaksi-galaksi terdekat yang menyusun “Grup
Lokal” (kelompok galaksi termasuk Bima Sakti dan Andromeda). Para astronom
telah mengamati variabel Cepheid di wilayah terdalam yang kaya logam dan
wilayah terluar yang miskin logam di Andromeda. Observasi ini mengungkap sifat
variabel Cepheid yang tidak bergantung pada kelimpahan kimiawi. Terlepas dari
kemajuan teknologi, para astronom yang terkendala oleh fluktuasi atmosfer Bumi,
hanya dapat mengukur jarak ke galaksi-galaksi terdekat. Selain pergerakan
akibat ekspansi kosmos, galaksi-galaksi juga memiliki “gerak relatif” akibat
tarikan gaya gravitasi dari galaksi-galaksi tetangga. Oleh karena itu, para
astronom harus mengukur jarak ke galaksi-galaksi jauh terlebih dahulu untuk
menentukan konstanta Hubble.
Selama beberapa dekade
terakhir, menggunakan serangkaian data dan metode yang berbeda, para astronom
telah melaporkan nilai konstanta Hubble yang berkisar antara 50 km/d/ Mpc dan
100 km/d/Mpc. Menyelesaikan perbedaan hasil perhitungan kontanta Hubble adalah
salah satu permasalahan terpenting dalam kosmologi observasi.
Kredit: NASA, ESA, A.
Feild (STScI), dan A. Riess (STScI/JHU)
Ada dua kondisi osilasi yang dialami oleh bintang variabel Cepheid. Massa yang begitu masif dan suhu yang sangat panas, menghasilkan tekanan dahsyat yang menyebabkan ukuran variabel Cepheid membengkak. Saat ukurannya membengkak, tekanan yang dialami variabel Cepheid justu melemah. Tanpa tekanan yang mampu mengimbangi gaya gravitasi, variabel Cepheid kemudian mengalami kontraksi dan kembali ke ukurannya semula.
Bintang variabel Cepheid memiliki massa antara 5-25 kali massa Matahari kita. Semakin masif, variabel Cepheid semakin terang dan memiliki lapisan terluar gas (selubung) yang semakin memanjang. Karena selubung semakin memanjang namun massa jenisnya lebih rendah, maka periode variabilitas Cepheid yang setara dengan akar kuadarat terbalik massa jenis lapisan, akan semakin lama.
Kendala Menggunakan Variabel Cepheid untuk Menentukan Ukuran Alam Semesta
Ada sejumlah kendala terkait penggunaan variabel Cepheid sebagai indikator jarak. Sampai saat ini, para astronom menggunakan pelat fotografi untuk mengukur fluks dari bintang. Karena sangat non-linier, pelat fotografi kerap menghasilkan pengukuran fluks bintang yang tidak akurat. Apalagi bintang-bintang masif yang relatif berumur pendek, mereka selalu berada di dekat tempat kelahirannya yang dipenuhi debu. Debu menyerap cahaya, terutama pada panjang gelombang biru yang sebagian besar diambil sebagai citra fotografis. Jika tidak dikoreksi dengan benar, penyerapan cahaya oleh debu berpotensi menghasilkan perhitungan luminositas yang tidak akurat.
Demikian pula kendala untuk mendeteksi variabel Cepheid di galaksi-galaksi jauh yang harus dihadapi oleh teleskop berbasis darat. Fluktuasi di atmosfer Bumi tidak memungkinkan pemisahan cahaya bintang dari cahaya redup galaksi induk.
Kendala lain dalam menggunakan variabel Cepheid sebagai indikator jarak adalah penentuan jarak ke sampel variabel Cepheid terdekat, meskipun dalam beberapa tahun terakhir tingkat kesalahan perhitungan bisa diminimalisir. Para astronom telah mengembangkan beberapa metode andal dan independen untuk menentukan jarak ke Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, dua galaksi satelit yang mengorbit galaksi Bima Sakti kita. Karena menampung variabel Cepheid dalam jumlah besar, kedua galaksi Awan Magellan dapat digunakan untuk mengkalibrasi skala jarak.
Kemajuan Terbaru
Kemajuan teknologi memungkinkan para astronom untuk mengatasi sejumlah kendala yang dihadapi sebelumnya. Detektor CCD (charge coupled devices) memungkinkan pengukuran fluks dari bintang secara lebih akurat. Selain itu, CCD juga sensitif terhadap panjang gelombang inframerah yang mampu menembus debu. Melalui pengukuran fluks pada beberapa panjang gelombang, para astronom dapat mengoreksi efek debu dan menghasilkan perhitungan jarak kosmik yang jauh lebih akurat.
Kemajuan teknologi juga memungkinkan studi akurat terhadap galaksi-galaksi terdekat yang menyusun “Grup Lokal” (kelompok galaksi termasuk Bima Sakti dan Andromeda). Para astronom telah mengamati variabel Cepheid di wilayah terdalam yang kaya logam dan wilayah terluar yang miskin logam di Andromeda. Observasi ini mengungkap sifat variabel Cepheid yang tidak bergantung pada kelimpahan kimiawi. Terlepas dari kemajuan teknologi, para astronom yang terkendala oleh fluktuasi atmosfer Bumi, hanya dapat mengukur jarak ke galaksi-galaksi terdekat. Selain pergerakan akibat ekspansi kosmos, galaksi-galaksi juga memiliki “gerak relatif” akibat tarikan gaya gravitasi dari galaksi-galaksi tetangga. Oleh karena itu, para astronom harus mengukur jarak ke galaksi-galaksi jauh terlebih dahulu untuk menentukan konstanta Hubble.
Selama beberapa dekade terakhir, menggunakan serangkaian data dan metode yang berbeda, para astronom telah melaporkan nilai konstanta Hubble yang berkisar antara 50 km/d/ Mpc dan 100 km/d/Mpc. Menyelesaikan perbedaan hasil perhitungan kontanta Hubble adalah salah satu permasalahan terpenting dalam kosmologi observasi.
Sumber:
What are Cepheid Variables?, Hubble Views the Star That Changed the Universe dan Cepheid Variables as Cosmic Yardsticks
BAGUS
BalasHapus