Langsung ke konten utama

Bintang Variabel Cepheid

bintang-variabel-cepheid-informasi-astronomi
Bintang variabel RS Puppis, salah satu bintang variabel Cepheid paling terang di galaksi Bima Sakti.
Kredit: NASA/ESA/ Hubble Heritage Team

Alam semesta adalah tempat yang sangat besar. Faktanya, berdasarkan observasi selama beberapa dekade, para astronom meyakini alam semesta teramati membentang sekitar 46 miliar tahun cahaya. Kata kuncinya adalah teramati, karena jika kita memperhitungkan apa yang tak teramati, para astronom memprediksi luas alam semesta mencapai sekitar 92 miliar tahun cahaya.

Bagian tersulit dalam penentuan luas alam semesta terletak pada pengukuran akurat jarak objek astronomi. Sejak kebangkitan astronomi modern, metode pengukuran telah berkembang pesat. Selain redshift (pergeseran merah) dan observasi cahaya yang berasal dari bintang dan galaksi jauh, para astronom juga mengandalkan kelas bintang yang disebut variabel Cepheid untuk menentukan jarak objek di dalam dan di luar galaksi Bima Sakti.

Definisi

Bintang variabel pada dasarnya adalah bintang yang skala kecerahannya (luminositas absolut) berubah secara periodik. Cepheid adalah tipe khusus dari bintang variabel karena mereka sangat masif dan panas --5-20 kali massa Matahari-- cenderung berdenyut secara radial dan bervariasi baik dalam diameter maupun suhu.

Terlebih lagi, denyut ini berhubungan langsung dengan luminositas absolut, yang terjadi dalam periode waktu tertentu dan dapat diprediksi (antara 1-100 hari). Ketika diplot sebagai hubungan magnitude vs periode, bentuk kurva luminositas Cephiad menyerupai “sirip hiu” karena grafik mencapai puncak secara mendadak, kemudian perlahan-lahan menurun.

Nama Cepheid diambil dari Delta Cephei, bintang variabel Cepheid di rasi Cepheus yang pertama kali diidentifikasi. Analisis spektrum terhadap bintang Delta Cephei juga menunjukkan perubahan suhu (5.500-6600 K) dan diameter (15%) selama periode denyut.

Manfaat dalam Astronomi

Hubungan antara periode variabilitas dan luminositas variabel Cepheid kerap dimanfaatkan untuk menentukan jarak objek di alam semesta. Setelah periode diukur dan luminositas ditentukan, variabel Cepheid dapat menghasilkan estimasi akurat jarak bintang menggunakan persamaan modulus jarak.

Rumus persamaan modulus jarak ini adalah m-M=5 log d-5.

m adalah magnitudo semu objek, M adalah magnitudo absolut objek, dan d adalah jarak ke objek dalam parsec. Variabel Cepheid dapat diamati dan diukur pada jarak sekitar 20 juta tahun cahaya, dibandingkan jarak maksimum sekitar 65 tahun cahaya untuk pengukuran paralaks berbasis Bumi dan hanya lebih dari 326 tahun cahaya untuk misi Hipparcos ESA.

periode-dan-luminositas-bintang-variabel-cepheid-informasi-astronomi
Hubungan periode dan luminositas Cepheid.
Kredit: NASA

Karena sangat terang dan dapat dengan jelas dilihat dari jarak jutaan tahun cahaya, variabel Cepheid mudah dibedakan dari bintang-bintang terang lain di sekitarnya. Kombinasi hubungan variabilitas dan luminositas menjadikan variabel Cepheid sebagai ‘alat bantu’ yang sangat berguna untuk menyimpulkan ukuran dan skala alam semesta kita.

Subkelas

Variabel Cepheid dibagi ke dalam dua subkelas --Cepheid klasik dan Cepheid tipe II-- berdasarkan perbedaan massa, usia, dan sejarah evolusi. Cepheid klasik adalah bintang variabel populasi I (kaya logam) antara 4-20 kali lebih masif daripada Matahari dan sekitar 100.000 kali lebih terang. Periode denyut Cepheid klasik berlangsung secara teratur sesuai urutan hari hingga bulan.

Cepheid klasik biasanya adalah bintang raksasa berwarna kuning cerah dan supergiant (kelas spektral F6-K2) yang mengalami perubahan radius hingga jutaan kilometer selama siklus denyut. Sering dimanfaatkan untuk menentukan jarak ke galaksi di dalam Grup Lokal dan seterusnya, Cepheid klasik juga digunakan dalam perhitungan konstanta Hubble (lihat di bawah).

Cepheid tipe II adalah bintang-bintang Populasi II (miskin logam) yang biasanya berdenyut dengan periode antara 1-50 hari, dan merupakan bintang-bintang yang lebih tua (sekitar 10 miliar tahun) dengan massa hanya 50% Matahari kita.

Cepheid tipe II juga dibagi berdasarkan periodenya ke dalam subkelas BL Her, W Virginis, dan RV Tauri, yang masing-masing memiliki periode 1-4 hari, 10-20 hari, dan lebih dari 20 hari. Cepheid tipe II kerap dimanfaatkan untuk menentukan jarak ke pusat galaksi, gugus bintang globular dan galaksi-galaksi tetangga.

Ada juga bintang variable Cepheid yang tidak masuk ke dalam kategori manapun, yaitu Cepheid anomali. Periode denyutnya kurang dari 2 hari (mirip RR Lyrae) tetapi luminositasnya lebih tinggi. Massa Cepheid anomali juga lebih masif daripada Cepheid tipe II dan usianya tidak diketahui.

Sebagian kecil variabel Cepheid lainnya juga telah diamati berdenyut dalam dua mode secara bersamaan, karena itu dinamai Cepheid double-mode. Demikian pula ada sedikit bintang variabel Cepheid berdenyut dalam tiga mode, atau kombinasi mode yang tidak biasa.

Sejarah Observasi

Eta Aquilae adalah bintang variabel Cepheid pertama yang ditemukan pada tanggal 10 September 1784 oleh astronom Inggris Edward Pigott. Delta Cephei, nama yang disematkan pada kelas variabel bintang ini ditemukan beberapa bulan kemudian oleh astronom amatir Inggris John Goodricke.

Pada tahun 1908, selama observasi bintang variabel di galaksi Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, astronom Amerika Henrietta Swan Leavitt menemukan hubungan antara periode dan luminositas Cepheid klasik. Setelah mendokumentasikan periode 25 bintang variabel, Leavitt mempublikasikan temuannya pada tahun 1912.

Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa astronom turut mempelajari variabel Cepheid. Pada tahun 1925, Edwin Hubble menentukan jarak antara galaksi Bima Sakti dan Andromeda berdasarkan variabel Cepheid di masing-masing galaksi. Temuan Hubble ini dianggap sangat penting, karena mengakhiri perdebatan sengit di komunitas astronomi untuk menentukan apakah galaksi Bima Sakti adalah satu-satunya galaksi di alam semesta atau hanya salah satu galaksi di alam semesta.

Dengan mengukur jarak antara Bima Sakti dan beberapa galaksi lainnya, serta menggabungkannya dengan pengukuran pergeseran merah, Hubble dan Milton L. Humason mampu merumuskan Hukum Hubble. Pada intinya, mereka mampu membuktikan ekspansi kosmos, gagasan yang telah diajukan beberapa tahun sebelumnya.

Pada pertengahan abad ke-20, perkembangan selanjutnya termasuk membagi Cepheid ke dalam kelas yang berbeda demi mempermudah penentuan jarak astronomi. Upaya ini sebagian besar dilakukan oleh Walter Baade, yang pada tahun 1940-an menemukan perbedaan antara Cepheid klasik dan tipe II berdasarkan ukuran, usia, dan luminositasnya.

Kelemahan

Terlepas dari penggunaan mereka untuk menentukan jarak astronomi, ada beberapa kelemahan saat metode ini diterapkan dalam perhitungan. Kelemahan paling menonjol terletak pada hubungan antara periode dan luminositas Cepheid tipe II yang dipengaruhi rendahnya logam, kontaminasi fotometrik dan efek perubahan skala kecerahan karena gas dan debu.

Kelemahan ini menghasilkan nilai yang berbeda pada Konstanta Hubble, yang berkisar antara 60 km/detik per 1 megaparsec (Mpc) hingga 80 km/detik per 1 Mpc. Menyelesaikan selisih perhitungan Konsanta Hubble adalah salah satu agenda terbesar kosmologi modern, karena terkait dengan ukuran dan laju ekspansi kosmos.

Namun, peningkatan dalam instrumentasi dan metodologi turut meningkatkan akurasi perhitungan melalui observasi variabel Cepheid. Observasi masa depan terhadap bintang yang unik ini dihararapkan meningkatkan wawasan kita tentang alam semesta.

V1, Bintang Legendaris Variabel Cepheid yang Mengubah Jagad Raya


v1-bintang-variabel-cepheid-informasi-astronomi
Teleskop Antariksa Hubble besutan NASA telah diarahkan untuk mengamati sebuah bintang variabel yang pada tahun 1923 mengubah arah astronomi modern. V1 adalah kelas khusus bintang denyut yang disebut variabel Cepheid dan kerap diandalkan untuk mengukur jarak kosmik.
Kredit: NASA, ESA, dan the Hubble Heritage Team (STScI/AURA)

Meskipun alam semesta penuh sesak dengan triliunan bintang, penemuan sebuah bintang variabel pada tahun 1923 telah mengubah arah astronomi modern. Setidaknya seorang astronom kondang saat itu merasa menyesal karena penemuan ini telah merubah cara pandangnya terhadap jagad raya.

Bintang ‘pembawa sial’ variabel pertama Hubble, atau V1, terletak di wilayah terluar galaksi Andromeda (Messier 31). Dianggap sebagai ‘pembawa sial’ karena pada awal tahun 1900-an, sebagian besar astronom menganggap galaksi Bima Sakti adalah alam semesta itu sendiri dengan tidak ada objek kosmik lain yang bisa diamati di luar batas Bima Sakti. Bahkan, galaksi tetangga Andromeda saat itu dikategorikan sebagai salah satu bercak redup langit yang disebut “nebula spiral”.

Apakah nebula spiral ini merupakan bagian atau berada di luar Bima Sakti? Para astronom tidak bisa memastikannya, sampai Edwin Hubble menemukan sebuah bintang di Andromeda yang mengalami perubahan skala kecerahan atau luminositas absolut secara periodik dalam pola yang dapat diprediksi seperti berkas cahaya lampu mercusuar. Hubble kemudian mengidentifikasinya sebagai V1, sebuah bintang variabel Cepheid. Jenis bintang istimewa ini terbukti andal sebagai penanda jarak di dalam galaksi kita.

V1 membantu Hubble untuk mengungkap bahwa Andromeda berada di luar galaksi kita dan menyelesaikan perdebatan tentang status nebula spiral. Alam semesta kemudian menjadi sebuah tempat yang jauh lebih besar setelah penemuan Hubble dan mencemaskan astronom Harlow Shapley yang meyakini nebula redup ini adalah bagian dari Bima Sakti.

Hampir 100 tahun kemudian, V1 kembali menjadi sorotan. Para astronom mengarahkan teleskop berbasis antariksa milik NASA yang menyandang nama Edwin Hubble ke bintang itu sekali lagi, sebagai wujud penghormatan simbolis untuk mengenang observasi legendaris astronom Edwin Hubble.

Para astronom Hubble Heritage Project Space Telescope Science Institute menjalin kerja sama dengan American Association of Variable Star Observers (AAVSO) untuk mempelajari V1. Para pengamat dari AAVSO mengikuti V1 selama enam bulan dan memperoleh ritme naik turunnya kurva cahaya bintang. Berdasarkan kurva cahaya ini, tim Hubble Heritage menjadwalkan waktu yang tepat bagi Teleskop Antariksa Hubble untuk mengabadikan citra V1.

Menggunakan Wide Field Camera 3, tim melakukan empat observasi pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011.

perbandingan-v1-bintang-variabel-cepheid-teleskop-hubble-astronom-hubble-informasi-astronomi
Perbandingan hasil gambar V1 Teleskop Antariksa Hubble (inset atas) dengan observasi astronom Edwin Hubble menggunakan teleskop 100 inci.
Kredit: R. Gendler

Bintang Penjuru yang Memperluas Alam Semesta Teramati

Sebelum penemuan V1, banyak astronom yang mengira nebula spiral, seperti Andromeda, adalah bagian dari galaksi Bima Sakti kita. Sementara yang lain tidak begitu yakin. Bahkan dua orang astronom kondang Shapley dan Heber Curtis, sampai mengadakan debat publik pada tahun 1920 tentang sifat nebula ini. Selama perdebatan, Shapley memperjuangkan argumen 300.000 tahun cahaya untuk diameter Bima Sakti.

Meskipun Shapley melebih-lebihkan ukurannya, dia benar saat menyatakan Bima Sakti jauh lebih besar daripada ukuran yang diterima secara umum. Shapley berargumen nebula spiral jauh lebih kecil daripada Bima Sakti, oleh karena itu harus menjadi bagian dari galaksi kita.

Tapi Curtis tidak setuju. Dia beragumen ukuran Bima Sakti lebih kecil dari yang diklaim Shapley, sehingga meninggalkan ruang bagi pulau alam semesta lain di luar galaksi kita.

Untuk menyelesaikan perdebatan, para astronom harus menetapkan jarak nebula spiral secara akurat. Mereka kemudian mencari bintang di nebula spiral yang kecerahan intrinsiknya dapat dipahami. Mengetahui skala kecerahan sebuah bintang memungkinkan para astronom untuk menghitung seberapa jauh jaraknya dari Bumi. Tetapi beberapa bintang yang mereka pilih bukanlah penjuru yang bisa diandalkan.

Sebagai contoh, Andromeda, yang terbesar dari nebula spiral, justru memberikan petunjuk yang ambigu terkait jaraknya. Para astronom telah mengamati berbagai jenis bintang yang meledak di nebula. Tetapi karena tidak sepenuhnya memahami proses kosmik yang mendasarinya, mereka kesulitan menggunakan bintang-bintang itu untuk menghitung seberapa jauh jarak mereka dari Bumi.

Karena itu estimasi jarak Andromeda selalu bervariasi. Lantas, argumen siapa yang paling benar?

astronom-legendaris-edwin-hubble-informasi-astronomi
Astronom legendaris Edwin Hubble.
Kredit: NASA

Edwin Hubble Bertekad untuk Menyelesaikannya

Pada tahun 1923, astronom Edwin Hubble menghabiskan waktu beberapa bulan untuk memindai Andromeda dengan Teleskop Hooker berdiameter 100 inci, teleskop paling kuat saat itu, di Mount Wilson Observatory, California. Bahkan dengan teleskop bermata tajam sekalipun, Andromeda adalah target yang cukup sulit, karena panjangnya hanya sekitar 5 kaki di bidang fokus teleskop. Karena itu Hubble mengambil banyak eksposur yang mencakup puluhan lempeng kaca fotografi untuk menangkap seluruh nebula.

Hubble berkonsentrasi pada tiga wilayah. Salah satunya terletak jauh di dalam lengan spiral. Pada tanggal 5 Oktober 1923 malam, Hubble mulai melakukan observasi yang berlangsung hingga 6 Oktober dini hari. Meskipun kondisi langit tidak mendukung observasi, Hubble mengambil eksposur selama 45 menit yang menghasilkan tiga kandidat nova, salah satu kelas bintang yang meledak. Dia menulis huruf “N” untuk nova, di sebelah masing-masing objek.

Kemudian, Hubble menghasilkan penemuan mengejutkan saat membandingkan pelat kaca tanggal 5-6 Oktober dengan eksposur nova sebelumnya. Salah satu bintang nova (V1) ternyata cahayanya menjadi cerah dan redup selama periode waktu yang jauh lebih singkat daripada yang terlihat di fenomena nova.

Setelah memperoleh cukup pengamatan untuk menentukan kurva cahaya V1 dalam periode 31,4 hari, Hubble menentukan V1 adalah bintang variabel Cepheid. Periode menghasilkan kecerahan intrinsik bintang, yang kemudian digunakan oleh Hubble untuk menghitung jaraknya. V1 ternyata terletak 1 juta tahun cahaya dari Bumi, melampaui tiga kali estimasi diameter Bima Sakti saat itu.

Menggunakan pena penandanya, Hubble menulis “N di sebelah variabel Cepheid yang baru ditemukan dan menulis “VAR” untuk variabel, diikuti oleh tanda seru.

Selama beberapa bulan, sang astronom legendaris terus menatap Andromeda dan menemukan variabel Cepheid lainnya beserta beberapa nova. Kemudian Hubble mengirim surat yang merinci kurva cahaya V1 kepada Shapley untuk menceritakan penemuannya. Setelah membaca surat dari Hubble, Shapley yakin bukti itu otentik. Shapley dilaporkan memberi tahu seorang kolega, “Inilah surat yang menghancurkan alam semesta saya.”

Pada akhir tahun 1924, Hubble telah menemukan 36 bintang variabel di Andromeda, 12 di antaranya adalah Cepheid. Menggunakan semua Cepheid, ia memperoleh jarak 900.000 tahun cahaya. Pengukuran secara lebih mendetail menempatkan Andromeda pada jarak 2 juta tahun cahaya.

Astronom Shapley dan Henry Norris Russell mendesak Hubble menulis makalah ilmiah untuk dipaparkan saat pertemuan American Astronomical Society and American Association for the Advancement of Science yang digelar akhir bulan Desember 1924. Makalah Hubble berjudul “Extragalactic Nature of Spiral Nebulae” disampaikan in absentia dan menyabet penghargaan makalah ilmiah terbaik.

Sebuah artikel pendek yang melaporkan penghargaan itu diterbitkan di The New York Times edisi 10 Februari 1925. Gingerich mengatakan penemuan Hubble bukanlah berita besar saat pertemuan, karena Hubble telah memberi tahu para astronom terkemuka tentang hasil penemuannya beberapa bulan sebelumnya.

Observasi bintang variabel Cepheid V1 oleh Edwin Hubble adalah langkah bersejarah untuk mengungkap ukuran sejati kosmos yang ternyata jauh lebih besar. Hubble bahkan menemukan banyak galaksi di luar Bima Sakti. Galaksi-galaksi itulah yang pada akhirnya mengarahkan Hubble untuk menentukan alam semesta mengembang.

Apakah Hubble pernah membayangkan 100 tahun kemudian, kemajuan teknologi memungkinkan para astronom amatir untuk melakukan observasi terhadap V1 dengan teleskop sederhana dari halaman belakang rumah?

Atau apakah Hubble pernah bermimpi teleskop antariksa yang menyandang namanya saat ini akan melanjutkan usahanya untuk mengukur laju ekspansi alam semesta secara akurat?

 
Bintang Variabel Cepheid sebagai Penentu Jarak Kosmik
 
bintang-variabel-cepheid-informasi-astronomi
Kredit: NASA, ESA, A. Feild (STScI), dan A. Riess (STScI/JHU)
 
Ada dua kondisi osilasi yang dialami oleh bintang variabel Cepheid. Massa yang begitu masif dan suhu yang sangat panas, menghasilkan tekanan dahsyat yang menyebabkan ukuran variabel Cepheid membengkak. Saat ukurannya membengkak, tekanan yang dialami variabel Cepheid justu melemah. Tanpa tekanan yang mampu mengimbangi gaya gravitasi, variabel Cepheid kemudian mengalami kontraksi dan kembali ke ukurannya semula.
 
Bintang variabel Cepheid memiliki massa antara 5-25 kali massa Matahari kita. Semakin masif, variabel Cepheid semakin terang dan memiliki lapisan terluar gas (selubung) yang semakin memanjang. Karena selubung semakin memanjang namun massa jenisnya lebih rendah, maka periode variabilitas Cepheid yang setara dengan akar kuadarat terbalik massa jenis lapisan, akan semakin lama.
 
Kendala Menggunakan Variabel Cepheid untuk Menentukan Ukuran Alam Semesta
 
Ada sejumlah kendala terkait penggunaan variabel Cepheid sebagai indikator jarak. Sampai saat ini, para astronom menggunakan pelat fotografi untuk mengukur fluks dari bintang. Karena sangat non-linier, pelat fotografi kerap menghasilkan pengukuran fluks bintang yang tidak akurat. Apalagi bintang-bintang masif yang relatif berumur pendek, mereka selalu berada di dekat tempat kelahirannya yang dipenuhi debu. Debu menyerap cahaya, terutama pada panjang gelombang biru yang sebagian besar diambil sebagai citra fotografis. Jika tidak dikoreksi dengan benar, penyerapan cahaya oleh debu berpotensi menghasilkan perhitungan luminositas yang tidak akurat.
 
Demikian pula kendala untuk mendeteksi variabel Cepheid di galaksi-galaksi jauh yang harus dihadapi oleh teleskop berbasis darat. Fluktuasi di atmosfer Bumi tidak memungkinkan pemisahan cahaya bintang dari cahaya redup galaksi induk.
 
Kendala lain dalam menggunakan variabel Cepheid sebagai indikator jarak adalah penentuan jarak ke sampel variabel Cepheid terdekat, meskipun dalam beberapa tahun terakhir tingkat kesalahan perhitungan bisa diminimalisir. Para astronom telah mengembangkan beberapa metode andal dan independen untuk menentukan jarak ke Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, dua galaksi satelit yang mengorbit galaksi Bima Sakti kita. Karena menampung variabel Cepheid dalam jumlah besar, kedua galaksi Awan Magellan dapat digunakan untuk mengkalibrasi skala jarak.
 
Kemajuan Terbaru
 
Kemajuan teknologi memungkinkan para astronom untuk mengatasi sejumlah kendala yang dihadapi sebelumnya. Detektor CCD (charge coupled devices) memungkinkan pengukuran fluks dari bintang secara lebih akurat. Selain itu, CCD juga sensitif terhadap panjang gelombang inframerah yang mampu menembus debu. Melalui pengukuran fluks pada beberapa panjang gelombang, para astronom dapat mengoreksi efek debu dan menghasilkan perhitungan jarak kosmik yang jauh lebih akurat.
 
Kemajuan teknologi juga memungkinkan studi akurat terhadap galaksi-galaksi terdekat yang menyusun “Grup Lokal” (kelompok galaksi termasuk Bima Sakti dan Andromeda). Para astronom telah mengamati variabel Cepheid di wilayah terdalam yang kaya logam dan wilayah terluar yang miskin logam di Andromeda. Observasi ini mengungkap sifat variabel Cepheid yang tidak bergantung pada kelimpahan kimiawi. Terlepas dari kemajuan teknologi, para astronom yang terkendala oleh fluktuasi atmosfer Bumi, hanya dapat mengukur jarak ke galaksi-galaksi terdekat. Selain pergerakan akibat ekspansi kosmos, galaksi-galaksi juga memiliki “gerak relatif” akibat tarikan gaya gravitasi dari galaksi-galaksi tetangga. Oleh karena itu, para astronom harus mengukur jarak ke galaksi-galaksi jauh terlebih dahulu untuk menentukan konstanta Hubble.
 
Selama beberapa dekade terakhir, menggunakan serangkaian data dan metode yang berbeda, para astronom telah melaporkan nilai konstanta Hubble yang berkisar antara 50 km/d/ Mpc dan 100 km/d/Mpc. Menyelesaikan perbedaan hasil perhitungan kontanta Hubble adalah salah satu permasalahan terpenting dalam kosmologi observasi.



#terimakasihgoogle

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang