Langsung ke konten utama

Sinyal Baru Diduga Tabrakan Antar Bintang Neutron Ditemukan

sinyal-diduga-tabrakan-dua-bintang-neutron-informasi-astronomi
Kredit gambar: Sinar-X: NASA/CXC/Universitas Sains dan Teknologi China/Y. Xue dkk; Optik: NASA/STScI

Letusan terang sinar-X ditemukan oleh Observatorium Antariksa Sinar-X Chandra NASA di galaksi yang terletak 6,6 miliar tahun cahaya dari Bumi. Letusan ini bisa mengisyaratkan fenomena penggabungan antara dua bintang neutron yang dapat memberikan wawasan baru kepada para astronom tentang bagaimana bintang neutron tercipta.

Ketika dua bintang neutron bergabung, mereka menghasilkan berkas sempit (jet) berenergi tinggi yang disemburkan ke arah yang berlawanan. Jika jet mengarah sepanjang garis pandang ke Bumi, maka kilatan atau letusan sinar gamma dapat dideteksi. Jika jet tidak mengarah ke kita, maka dibutuhkan sinyal yang berbeda untuk mengidentifikasi fenomena penggabungan.

Deteksi gelombang gravitasi --riak-riak pada jalinan ruang dan waktu-- adalah salah satu sinyal tersebut. Sekarang, melalui observasi letusan terang sinar-X, para astronom justru menemukan sinyal yang sama sekali berbeda dan menduga dua bintang neutron tersebut mungkin bergabung untuk membentuk bintang neutron tunggal baru yang lebih masif dan berotasi sangat cepat dengan medan magnet yang luar biasa kuat atau pulsar.

"Kami telah menemukan cara yang benar-benar baru untuk mengamati fenomena penggabungan bintang neutron,” ungkap penulis utama makalah ilmiah Yongquan Xue dari Universitas Sains dan Teknologi Cina. “Perilaku sumber sinar-X ini sesuai dengan prediksi kami untuk fenomena semacam ini.”

Chandra mengamati sumber letusan terang sinar-X yang diberi kode XT2, tiba-tiba muncul dan memudar sekitar tujuh jam kemudian. Sumber XT2 ditemukan di Deep Field-South Chandra, gambar sinar-X paling tajam dari hampir selama 12 minggu total waktu observasi Chandra dan diambil pada berbagai interval selama beberapa tahun. Sumber terdeteksi pada tanggal 22 Maret 2015 dan ditemukan melalui analisis arsip data.

“Penemuan XT2 yang tidak disengaja ini memperkuat kasus lain, produktivitas alam ternyata berulang kali melampaui imajinasi manusia," jelas rekan penulis makalah ilmiah Niel Brandt dan peneliti utama Chandra Deep Field-South dari Universitas Negeri Pennsylvania.

Para peneliti mengidentifikasi lokasi XT2 dengan mempelajari variasi sinar-X berdasarkan waktu dan membandingkannya dengan prediksi yang dibuat pada tahun 2013 oleh Bing Zhang dari Universitas Nevada di Las Vegas. Sinar-X menunjukkan karakteristik yang konsisten dengan prediksi magnetar (bintang paling magnetik di alam semesta) yang baru terbentuk, yaitu bintang neutron yang berotasi ratusan kali per detik dengan medan magnet hingga satu kuadrilion kali medan magnet Bumi.

Tim memperkirakan magnetar kehilangan energi dalam bentuk angin emisi sinar-X yang memperlambat laju rotasi ketika sumber memudar. Jumlah emisi sinar-X tetap konstan dalam skala kecerahan selama sekitar 30 menit, kemudian skala kecerahannya menurun sebanyak 300 faktor selama 6,5 ​​jam, sebelum akhirnya tidak terdeteksi. Indikasi ini menunjukkan fenomena penggabungan dua bintang neutron telah menciptakan bintang neutron tunggal baru yang lebih masif.

Hasil studi ini dianggap penting karena memberikan para astronom kesempatan untuk mempelajari struktur interior bintang neutron, objek kosmik sangat padat kedua di alam semesta setelah lubang hitam.

“Kita tidak bisa mengujinya di laboratorium, jadi kita hanya bisa menunggu alam melakukannya,” Zhang menambahkan. “Jika dua bintang neutron bergabung untuk menciptakan bintang neutron tunggal masif dan mampu bertahan untuk tidak runtuh menjadi lubang hitam, mereka seolah memberi tahu kita struktur bintang neuton sangat padat namun elastis.”

Penggabungan bintang neutron menonjol dalam pemberitaan sejak advanced Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) mendeteksi gelombang gravitasi pada tahun 2017. Sumber gelombang gravitasi yang diberi kode GW170817, menghasilkan letusan sinar gamma dan radiasi cahaya yang dideteksi oleh banyak teleskop, termasuk Chandra. Tim ilmuwan yang dipimpin Xue menduga XT2 adalah sumber gelombang gravitasi yang terjadi sebelum Advanced LIGO melakukan observasi pertamanya dan terlalu jauh untuk dideteksi.

Tim juga mempertimbangkan apakah XT2 disebabkan oleh sebuah bintang masif yang runtuh, bukannya penggabungan bintang neutron. Lokasi XT2 ada di pinggir galaksi induk, yang konsisten dengan gagasan ledakan dahsyat supernova yang menghasilkan bintang-bintang neutron menjauhkan mereka dari pusat galaksi beberapa miliar tahun yang lalu.

Galaksi induk XT2 sendiri juga memiliki karakteristik tertentu --termasuk rendahnya laju pembentukan bintang dibandingkan galaksi lain dengan massa yang setara-- yang jauh lebih konsisten dengan tipe galaksi di mana penggabungan dua bintang neutron diperkirakan akan berlangsung. Usia bintang relatif masih sangat muda dan terkait dengan tingginya laju pembentukan bintang.

“Sifat galaksi induk XT2 meningkatkan kepercayaan diri kami untuk menjelaskan asal usulnya,” kata rekan penulis makalah ilmiah Ye Li dari Universitas Peking.

Tim ilmuwan memperkirakan tingkat fenomena seperti XT2 konsisten dengan dengan tingkat yang disimpulkan dari deteksi GW170817. Namun, kedua perkiraan tersebut sangat labil karena hanya bergantung pada pendeteksian satu objek dan memerlukan lebih banyak sampel.

“Kami sudah memulai menganalisis data Chandra lainnya untuk melihat apakah ada sumber yang serupa,” pungkas rekan penulis makalah ilmiah Xuechen Zheng dari Universitas Sains dan Teknologi Cina. “Sama seperti sumber ini, data yang tersimpan di arsip Chandra tentunya mengandung harta karun yang berharga.”

Makalah ilmiah yang merinci penemuan telah dipublikasikan di jurnal Nature edisi 11 April.

Pusat Penerbangan Antariksa Marshall NASA di Huntsville, Alabama, mengelola program Chandra untuk Direktorat Misi Sains NASA di Washington. Observatorium Astrofisika Smithsonian di Cambridge, Massachusetts, mengendalikan sains dan operasi penerbangan Chandra.

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Lee Mohon


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang