Langsung ke konten utama

TRAPPIST-1 Lebih Tua dari Tata Surya Kita

usia-trappist-1-lebih-tua-daripada-tata-surya-kita-informasi-astronomi
Ilustrasi sistem TRAPPIST-1 dari sudut pandang di dekat planet TRAPPIST-1f (paling kanan).
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Jika ingin mengetahui potensi kehidupan di sebuah planet di luar tata surya kita, usia bintang induk planet seharusnya diketahui terlebih dahulu. Karena bintang-bintang berusia muda kerap melepaskan radiasi berenergi tinggi, aktivitas yang disebut suar bintang, dan dapat melenyapkan segala bentuk kehidupan di sistem planet yang mengorbit.

Apabila baru terbentuk, lintasan orbit planet juga belum terlalu stabil. Di sisi lain, planet yang mengorbit bintang yang berusia lebih tua telah melewati fase kobaran ‘amarah’ bintang belia dan paparan radiasi bintang untuk periode waktu yang lama.

Para ilmuwan kini telah memperoleh perkiraan terbaik untuk usia salah satu sistem planet paling menarik yang pernah ditemukan, TRAPPIST-1, tata surya dengan tujuh planet seukuran Bumi yang mengorbit bintang katai merah ultra-dingin yang terletak sekitar 40 tahun cahaya dari Bumi. Dalam penelitian terbaru, usia bintang TRAPPIST-1 diduga lebih tua daripada Matahari, antara 5,4-9,8 miliar tahun. Perkiraan maksimal rentang usia ini dua kali lipat lebih tua daripada tata surya kita yang terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.

Tujuh planet anggota tata surya TRAPPIST-1 pertama kali diungkap kepada publik pada awal tahun 2017 dalam konferensi pers NASA. Mereka ditemukan oleh kombinasi observasi Transiting Planets and Planetesimals Small Telescope (TRAPPIST) di Chili, Teleskop Antariksa Spitzer NASA, dan jajaran teleskop berbasis darat lainnya.

Tiga planet TRAPPIST-1 berada di “zona layak huni”, yaitu jarak orbit yang berpotensi menopang planet berbatu dengan lapisan atmosfer untuk menampung air cair di permukaan. Ketujuh planet kemungkinan mengalami penguncian pasang surut, berarti satu sisi planet selalu menghadap bintang induk secara permanen, menghasilkan siang dan malam hari abadi di setiap belahan planet.

Pada saat pertama kali ditemukan, para ilmuwan memperkirakan usia minimal sistem TRAPPIST-1 adalah 500 juta tahun, karena itulah waktu yang dibutuhkan oleh bintang bermasa rendah (sekitar 8% massa Matahari) untuk menyusut ke ukuran minimum, hanya sedikit lebih besar daripada ukuran planet Jupiter. Namun batas usia minimal itu sekadar perkiraan, dalam teori astronomi, sebuah bintang bisa saja hampir setua alam semesta itu sendiri.

Kemudian, bagaimana dengan kestabilan orbit tata surya yang sangat rapat ini? Mungkinkah kehidupan memiliki cukup waktu untuk berkembang di salah satu planet?

“Hasil penelitian kami memberikan batasan terhadap evolusi sistem TRAPPIST-1, karena sistem seperti itu setidaknya harus bertahan selama miliaran tahun. Berarti evolusi sistem planet juga berlangsung serentak, jika tidak sistem akan hancur sejak dulu,” ungkap penulis utama makalah ilmiah astronom Adam Burgasser dari Universitas California di San Diego. Untuk menentukan usia TRAPPIST-1, Burgasser menjalin kerja sama dengan Eric Mamajek, ilmuwan dari Exoplanet Exploration Program yang berbasis di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Pasadena, California,

Makalah ilmiah telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal.

Belum dapat dijelaskan makna usia TRAPPIST-1 yang lebih tua daripada Matahari terkait habitabilitas planet. Sementara bintang yang lebih tua tidak terlalu ganas dibandingkan bintang yang lebih muda, Burgasser dan Mamajek mengkonfirmasi TRAPPIST-1 relatif tenang dibandingkan bintang katai ultra dingin lainnya.

Namun, karena tata surya TRAPPIST-1 sangat rapat, seluruh planet berada sangat dekat dengan bintang induk dan telah terpapar radiasi berenergi tinggi selama miliaran tahun yang berpotensi mendidihkan atmosfer dan menguapkan sejumlah besar deposit air. Penguapan deposit air bahkan setara dengan lautan di Bumi bagi setiap planet TRAPPIST-1, kecuali dua planet yang terletak paling jauh dari bintang induk, planet g dan h.

Di tata surya kita sendiri, Mars adalah sampel planet yang mungkin pernah menampung air cair, tetapi kehilangan sebagian besar air dan lapisan atmosfer karena terpapar radiasi Matahari selama miliaran tahun.

Usia yang sudah tua ini tidak selalu berarti lapisan atmosfer planet terkikis. Mengingat masa jenis sistem planet TRAPPIST-1 lebih rendah dibandingkan Bumi, kemungkinan molekul volatil dalam jumlah besar, seperti air, justru menghasilkan lapisan tebal atmosfer yang akan melindungi permukaan planet dari radiasi berbahaya. Lapisan tebal atmosfer juga membantu meredistribusi panas ke sisi gelap planet yang mengalami penguncian pasang surut dan meningkatkan potensi wilayah layak huni.

Tapi proses seperti ini juga bisa menjadi bumerang karena efek rumah kaca, yang menghasilkan lapisan atmosfer tebal sehingga suhu di permukaan planet menjadi terlalu panas, seperti di Venus.

“Jika memang ada kehidupan di sana, saya pikir kehidupan di sana akan berat, karena harus mampu bertahan hidup menghadapi beberapa skenario mengerikan selama miliaran tahun,” jelas Burgasser.

Untungnya, suhu dan kecerahan bintang bermassa rendah seperti TRAPPIST-1 relatif konstan selama triliunan tahun, yang sesekali diselingi aktivitas suar surya. Masa hidup bintang katai merah seperti TRAPPIST-1 diperkirakan jauh lebih lama daripada usia 13,7 miliar tahun alam semesta saat ini (sebagai perbandingan, usia hidup Matahari diperkirakan hanya sekitar 10 miliar tahun).

“Bintang-bintang yang lebih masif daripada Matahari, mengkonsumsi bahan bakarnya dengan sangat cepat, hanya bersinar selama jutaan tahun untuk kemudian memicu ledakan supernova,” tambah Mamajek. “Tapi TRAPPIST-1 seperti lilin yang menyala lambat dan akan tetap bersinar sekitar 900 kali lebih lama daripada usia alam semesta saat ini.”

Beberapa petunjuk yang digunakan oleh Burgasser dan Mamajek untuk mengukur usia TRAPPIST-1 termasuk kecepatan pergerakan TRAPPIST-1 ketika mengorbit di pusat Bima Sakti (bintang yang bergerak lebih cepat cenderung lebih tua), komposisi kimia atmosfernya dan tingkat suar bintang selama periode pengamatan. Semua variabel ini mengarah ke usia bintang yang lebih tua daripada Matahari kita.

Observasi selanjutnya menggunakan Teleskop Antariksa James Webb NASA yang akan segera diluncurkan, dapat mengungkap lapisan atmosfer planet dan apakah mirip dengan lapisan atmosfer Bumi.

“Hasil penelitian memberikan konteks positif untuk observasi sistem TRAPPIST-1 di masa depan, untuk mengungkap bagaimana atmosfer planet terbentuk dan berevolusi dan apakah lapisan atmosfer mampu bertahan menghadapi aktivitas bintang induk,” pungkas ilmuwan eksoplanet Tiffany Kataria dari JPL yang tidak terlibat penelitian.

usia-trappist-1-lebih-tua-daripada-tata-surya-kita-01-informasi-astronomi
TRAPPIST-1 adalah bintang katai merah ultra dingin di rasi Aquarius, dan ketujuh planet anggotanya mengorbit dari jarak yang sangat dekat.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Martin Perez



#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inti Galaksi Aktif

Ilustrasi wilayah pusat galaksi aktif. (Kredit: NASA/Pusat Penerbangan Antariksa Goddard) Galaksi aktif memiliki sebuah inti emisi berukuran kecil yang tertanam di pusat galaksi. Inti galaksi semacam ini biasanya lebih terang daripada kecerahan galaksi. Untuk galaksi normal, seperti galaksi Bima Sakti, kita menganggap total energi yang mereka pancarkan sebagai jumlah emisi dari setiap bintang yang ada di dalamnya, tetapi tidak dengan galaksi aktif. Galaksi aktif menghasilkan lebih banyak emisi energi daripada yang seharusnya. Emisi galaksi aktif dideteksi dalam spektrum inframerah, radio, ultraviolet, dan sinar-X. Emisi energi yang dipancarkan oleh inti galaksi aktif atau active galaxy nuclei (AGN) sama sekali tidak normal. Lantas bagaimana AGN menghasilkan output yang sangat energik? Sebagian besar galaksi normal memiliki sebuah lubang hitam supermasif di wilayah pusat. Lubang hitam di pusat galaksi aktif cenderung mengakresi material dari wilayah pusat galaksi yang b...

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia ...

Messier 78, Nebula Refleksi yang Mengelabui Para Pemburu Komet

Kredit: NASA, ESA, J. Muzerolle (Space Telescope Science Institute) dan S. Megeath (Universitas Toledo) Gambar penuh warna ini menampilkan sebagian kecil dari struktur objek Messier 78, sebuah nebula refleksi yang terletak di rasi Orion. Nebula refleksi diciptakan oleh awan debu kosmik yang menghamburkan atau memantulkan cahaya bintang yang berada di dekatnya. Messier 78 terletak sekitar 1.600 tahun cahaya dari Bumi dengan magnitudo semu 8. Ditemukan pada tahun 1780 oleh Pierre Méchain, salah satu kolega Charles Messier, Messier 78 dan paling ideal diamati pada bulan Januari menggunakan teropong dan teleskop kecil. Dibutuhkan setidaknya teleskop berdiameter 8 inci untuk mengungkap nebula refleksi secara mendetail. Messier 78 memiliki fitur khas mirip komet, yaitu salah satu sisi nebula yang memanjang layaknya ekor komet. Fitur ini telah mengelabui banyak pemburu komet saat itu, yang mendorong mereka untuk meyakini telah membuat penemuan baru. Observasi dalam spektrum inf...