Langsung ke konten utama

Bongkahan Bola Api Komet Shoemaker-Levy 9 di Jupiter

bongkahan-bola-api-komet-shoemaker-levy-9-di-jupiter-informasi-astronomi
Kredit: NASA, R. Evans, J. Trauger, H. Hammel dan HST Comet Science Team

Pada bulan Juli 1994, 21 bongkahan komet Shoemaker-Levy 9 yang pecah satu tahun sebelumnya, menghantam planet Jupiter. Dan Teleskop Antariksa Hubble NASA telah mendokumentasikan fenomena spektakuler ini.

Mosaik gambar yang dihasilkan instrumen Wide Field Planetary 2 Hubble menampilkan situs dampak tumbukan di Jupiter. Mulai dari kanan bawah, mosaik gambar menunjukkan satu fenomena tumbukan bongkahan komet. Hubble mulai mengabadikan foto-foto di wilayah terdampak selang lima menit setelah tumbukan.

Belum ada yang bisa diamati. Namun, hanya kurang dari dua jam, gumpalan puing-puing gelap mirip mata banteng mulai terlihat (gambar kedua dari bawah). Dua fitur dampak benturan yang diambil beberapa hari kemudian, bisa terlihat di gambar berikutnya. Mosaik terakhir menunjukkan tiga lokasi dampak tumbukan, yang terbaru terjadi di dekat wilayah pola mata banteng.

Bola Api Komet di Jupiter

bongkahan-bola-api-komet-shoemaker-levy-9-di-jupiter-informasi-astronomi
Kredit: HST Jupiter Imaging Science Team

Rangkaian gambar ini memperlihatkan bukti kepulan di atas Jupiter saat komet Shoemaker-Levy 9 menghantam Jupiter. Sebuah fitur cerah muncul 1.000-1.500 km di atas Jupiter yang bisa diamati karena pantulan cahaya Matahari dan bayangan kepulan Jupiter.

Selama rangkaian temporal dari atas ke bawah, penyebaran fitur bisa diselesaikan dengan jelas. Fitur cerah bisa diamati dalam rentang panjang gelombang mulai dari ultraviolet hingga inframerah dekat.

Komet Shoemaker-Levy 9
 
Shoemaker-Levy 9 adalah komet periodik pendek kesembilan yang ditemukan oleh Carolyn Shoemaker, Eugene Shoemaker dan David Levy, dalam sebuah foto yang diambil pada tanggal 18 Maret 1993 menggunakan Teleskop Schmidt berukuran 0,4 meter di Gunung Palomar.

komet-shoemaker-levy-9-informasi-astronomi
Citra komposit ini dirakit dari gambar-gambar terpisah planet Jupiter dan komet Shoemaker-Levy 9, yang ditangkap oleh Teleskop Antariksa Hubble NASA/ESA pada tahun 1994.
Kredit: NASA
 
Ketika ditemukan pada tahun 1993, komet Shoemaker-Levy 9 telah terkoyak menjadi lebih dari 20 fragmen dalam lintasan orbit mengitari planet Jupiter selama dua tahun. Observasi tindak lanjut mengungkap Shoemaker-Levy 9 yang sebelumnya diyakini sebagai satu komet utuh, terkoyak oleh gaya pasang surut gravitasi kuat Jupiter, saat mendekati planet terbesar tata surya itu pada bulan Juli tahun 1992. Para astronom menduga Shoemaker-Levy 9 telah mengorbit Jupiter selama sekitar satu dekade, sebelum akhirnya jatuh ke planet raksasa gas itu.
 
Gaya pasang surut yang memecah sebuah komet menjadi beberapa fragmen adalah fenomena langka, bahkan menemukan komet yang ditangkap ke orbit Jupiter justru lebih janggal, tetapi para astronom menduga seluruh fragmen komet itu akan menabrak Jupiter.
 
Untungnya, pesawat antariksa besutan NASA menyediakan kursi terdepan bagi kita untuk menyaksikan tabrakan antara dua anggota tata surya untuk pertama kalinya dalam sejarah.
 
Pengorbit Galileo NASA yang saat itu sedang menempuh perjalanan ke Jupiter, menangkap secara langsung pemandangan rangkaian fragmen komet Shoemaker-Levy 9, yang diberi label A hingga W, saat menabrak puncak awan Jupiter. Tabrakan dimulai pada tanggal 16 Juli 1994 dan berakhir pada 22 Juli 1994.
 
komet-shoemaker-levy-9-informasi-astronomi
Gambar-gambar Jupiter yang diambil oleh pesawat antariksa Galileo NASA pada tanggal 22 Juli 1994 ini, menunjukkan fragmen W dari komet Shoemaker-Levy 9 yang mendekati sisi malam Jupiter.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/Galileo Imaging Team
 
Berbagai observatorium berbasis darat, Teleskop Antariksa Hubble dan pesawat antariksa pengorbit Ulysses dan Voyager 2, turut mempelajari dampak benturan antara Shoemaker-Levy 9 dan Jupiter.
 
Fragmen-fragmen Shoemaker-Levy 9 menabrak Jupiter dengan kekuatan setara 300 juta bom atom dan menciptakan kepulan raksasa setinggi 2.000 hingga 3.000 kilometer, sekaligus memanaskan suhu atmosfer Jupiter antara 30.000 hingga 40.000 derajat Celcius. Shoemaker-Levy 9 meninggalkan bekas fitur-fitur cincin gelap yang akhirnya terhapus oleh hembusan angin Jupiter.
 
Selain berlangsung secara dramatis dan memberikan pertunjukan langit menarik, dampak benturan juga menyediakan kesempatan kepada para astronom untuk memperoleh wawasan baru tentang Jupiter, Shoemaker-Levy 9 dan tabrakan kosmik secara umum.
 
Dari fenomena itu, para astronom mampu menyimpulkan komposisi dan struktur komet. Tabrakan juga meninggalkan debu yang mengambang di atas awan-awan Jupiter. Dengan mengamati debu yang menyebar ke seluruh planet, para astronom dapat melacak angin high-altitude di Jupiter untuk pertama kalinya. Dan melalui perbandingan antara perubahan yang berlangsung di magnetosfer dengan perubahan di atmosfer setelah tabrakan, para ilmuwan dapat mempelajari hubungan di antara keduanya.
 
Para astronom juga telah memperkirakan ukuran komet Shoemaker-Levy 9 yang awalnya memiliki lebar sekitar 1,5 hingga 2 kilometer. Jika benda langit yang berukuran setara menabrak Bumi, maka akan menghancurkan planet kita. Dampak benturan mungkin akan menghamburkan debu dan puing-puing ke langit, menciptakan kabut yang akan mendinginkan atmosfer, menyerap sinar matahari dan menyelimuti seluruh planet dalam kegelapan. Jika kabut bertahan cukup lama, tanaman akan mati, bersama dengan hewan dan umat manusia yang bergantung padanya untuk bertahan hidup.
 
Tabrakan semacam itu diduga lebih sering terjadi pada sejarah awal tata surya kita, bahkan tumbukan komet mungkin merupakan cara utama untuk mentranser unsur-unsur selain hidrogen dan helium ke planet Jupiter. Syukurlah, saat ini tabrakan dalam skala sebesar itu mungkin hanya terjadi setiap beberapa abad di tata surya kita.

Video: Dampak Benturan Komet Shoemaker-Levy 9 yang Jatuh ke Jupiter


Menjelang akhir abad 20, karena melintas terlalu dekat dengan Jupiter, sebuah komet ditangkap untuk kemudian mengorbit mengitari planet raksasa gas tersebut. Gaya gravitasi masif Jupiter kemudian mengoyak komet menjadi 21 bagian, dan beberapa di antaranya berukuran satu kilometer.
 
Pecahan-pecahan komet itu diprediksi akan jatuh ke atmosfer Jupiter dalam serangkaian dampak benturan. Apakah dampak benturan akan berlangsung spektakuler? Atau apakah pecahan-pecahan komet hanya akan menghilang tanpa jejak?
 
Pada bulan Juli tahun 1994, para astronom di seluruh dunia menahan nafas saat menyaksikan pecahan-pecahan dari komet Shoemaker-Levy 9 menabrak planet Jupiter.
 
Berikut adalah penjelasan dari Dr. Kelly Fast, salah satu ilmuwan yang turut mengamati dampak benturan, dan sekarang telah menjadi manajer program Near-Earth Object Observations NASA.
  • Peristiwa luar biasa yang harus disaksikan. Fenomena dampak benturan seperti itu belum pernah diamati sebelumnya, apalagi dipelajari. Teleskop berbasis darat di seluruh dunia, teleskop berbasis antariksa Hubble milik NASA, dan bahkan pesawat antariksa Galileo yang sedang menempuh misi perjalanan ke Jupiter, digunakan untuk mengamati dampak benturan. Penemuan komet oleh Carolyn/Gene Shoemaker dan David Levy, memberi kami waktu sekitar satu tahun untuk merencanakan observasi.”
Dampak benturan terbukti berlangsung mengesankan. 21 atau seluruh pecahan komet jatuh ke atmosfer Jupiter selama enam hari. Saat menumbuk, mereka melaju dengan kecepatan sekitar 60 km/detik, dan memanaskan atmosfer Jupiter hingga setidaknya 30.000 derajat Celcius.
 
Seperti percikan yang dihasilkan saat batu dilempar ke sebuah kolam air, dampak benturan menghasilkan kepulan-kepulan material raksasa dari lapisan bawah atmosfer Jupiter, yang naik setinggi 3.000 kilometer di atas puncak awan ke stratosfer.
 
Kepulan-kepulan dampak benturan memarut atmosfer Jupiter dengan awan-awan gelap dari puing-puing pecahan komet, yang dapat terlihat selama berbulan-bulan, karena mereka secara bertahap tersebar oleh angin Jupiter.
 
Jadi apa yang bisa dipelajari oleh para ilmuwan tentang Jupiter dari dampak benturan itu?
 
Untuk satu hal, awan-awan gelap dari puing-puing dampak benturan telah bertindak sebagai pelacak angin di stratosfer Jupiter, dan dengan mengikuti pergerakannya dari waktu ke waktu, para ilmuwan dapat mengukur angin di ketinggian itu.
 
Perubahan yang hanya berlangsung sementara pada aurora Jupiter, juga menunjukkan kepada para ilmuwan bahwa magnetosfer Jupiter dipengaruhi oleh partikel-partikel dari tumbukan.
  • Dr. Kelly Fast: “Kami masih dapat melihat perubahan di atmosfer Jupiter yang diakibatkan oleh tumbukan tersebut. Ketika pecahan-pecahan komet Shoemaker-Levy 9 menabrak Jupiter, mereka menyimpan senyawa kimianya sendiri, dan proses tumbukan menghasilkan beberapa senyawa kimiawisementara yang lain digali dari lapisan atmosfer yang lebih rendah. Beberapa molekul, seperti amonia, dihancurkan oleh sinar Matahari dalam waktu beberapa minggu dan bulan setelah tumbukan, tetapi molekul lain, seperti hidrogen sianida dan air, masih terlihat sampai sekarang. Semua itu menyediakan informasi kepada para ilmuwan tentang cara kerja kimiawi di atmosfer Jupiter.
Komet Shoemaker-Levy 9 telah menunjukkan kepada kita fenomena benturan benda-benda langit besar masih terjadi di tata surya, dan menjadi salah satu pertimbangan dalam program yang dikembangkan NASA untuk mengatasi risiko dampak benturan terhadap planet Bumi kita.
 
Dari sains komet, sains Jupiter, sains dampak benturan, warisan dari penemuan yang tak disengaja oleh Carolyn/Gene Shoemaker dan David Levy terus berlanjut hingga hari ini dan di masa depan.

Sumber:
Ditulis oleh: Staf hubblesite.org dan Staf solarsystem.nasa.gov

#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang