Gambar nebula atau awan gas dan
debu kosmik yang diukir oleh sebuah bintang masif hingga menyerupai hiasan
Hallowen jack-o'-lantern ini, diabadikan oleh Teleskop Antariksa Spitzer
NASA.
Bintang masif tipe O dengan massa sekitar 15-20 kali Matahari, diperkirakan bertanggung jawab atas ukiran nebula yang
menyerupai labu Hallowen. Studi terbaru terhadap wilayah tersebut mengungkap aliran
kuat dari radiasi dan partikel bintang yang telah menyapu keluar debu
dan gas di sekitarnya sehingga menciptakan struktur ukiran unik nebula.
Spitzer, yang mendeteksi dalam spektrum cahaya inframerah, mengamati bintang pusat yang bersinar layaknya lilin
di tengah labu Hallowen. Nama Nebula Jack-o'-lantern yang diusulkan para
penulis studi dirasa pantas disematkan untuknya.
Sejumlah besar objek astronomi di alam
semesta yang suhunya sangat panas, cenderung lebih banyak memancarkan cahaya
inframerah yang tak kasat mata. Dan tiga panjang gelombang inframerah sekaligus, digunakan untuk menghasilkan gambar nebula dalam berbagai
warna.
Hijau dan merah adalah cahaya yang
sebagian besar dipancarkan oleh debu pada suhu yang berbeda. Kombinasi warna
hijau dan merah pada gambar menghasilkan rona kuning. Biru adalah panjang
gelombang yang sebagian besar dipancarkan oleh bintang dan beberapa wilayah
nebula yang sangat panas. Sedangkan wilayah berwarna putih adalah lokasi
objek yang lebih terang dibandingkan tiga warna lainnya. Adapun bintang di
pusat nebula terlihat sebagai bintik putih.
Versi high-contrast
dari gambar yang sama lebih memperjelas panjang gelombang warna merah. Secara bersamaan, panjang gelombang merah dan hijau menciptakan rona
oranye. Gambar ini menyorot kontur debu dan wilayah terpadat nebula, yang
tampak paling terang.
Makalah ilmiah yang melaporkan pemandangan menakutkan
ini telah dipublikasikan di Astrophysical
Journal, berasal dari studi di wilayah terluar galaksi Bima Sakti. (Tata
surya kita berada di tengah tepi cakram Bimas Sakti). Para peneliti
menggunakan cahaya inframerah untuk menghitung jumlah bintang belia dari berbagai tahap perkembangan awal di wilayah tersebut. Mereka juga
menghitung jumlah protostar atau bakal bintang yang masih terbungkus awan tebal
tempat mereka dilahirkan. Ketika dikombinasikan dengan penghitungan jumlah
bintang dewasa di wilayah ini, para ilmuwan dapat menentukan perbedaan laju
pembentukan bintang dan planet di wilayah terluar galaksi dengan wilayah tengah dan terdalam galaksi.
Kondisi di wilayah terluar galaksi sedikit
berbeda, misalnya, awan gas dan debu antarbintang lebih dingin dan kurang
tersebar daripada di dekat pusat galaksi (yang dapat mengurangi laju
pembentukan bintang). Jumlah unsur kimiawi awan pembentuk bintang di
wilayah terluar juga lebih rendah, termasuk karbon, oksigen dan senyawa building blocks kehidupan. Akhirnya,
dengan semakin banyak studi serupa yang digelar, para ilmuwan dapat
menentukan apakah planet yang memiliki komposisi mirip Bumi di wilayah terluar, lebih jarang atau justru lebih banyak daripada di lingkungan galaksi lokal kita.
Data yang digunakan untuk menghasilkan gambar
ini berasal dari observasi tahun 2004 hingga 2009.
Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tony
Greicius
Komentar
Posting Komentar