Sue Smrekar sangat berhasrat untuk kembali ke
Venus. Ditemui di Laboratorium Propolusi Jet (JPL) NASA, Pasadena California, seorang
ahli di bidang sains planet ini menunjukkan gambar permukaan Venus yang
diambil pesawat antariksa Magellan 30 tahun yang lalu. Gambar tersebut seolah
menjadi pengingat berapa lama waktu yang telah berlalu sejak sebuah misi yang
digelar Badan Antariksa Amerika Serikat mengorbit planet kedua tata surya.
Misi Magellan mengungkap pemandangan neraka
dari planet Venus. Permukaan planet yang didominasi lebih banyak gunung berapi
daripada anggota tata surya lainnya, retakan raksasa, sabuk gunung yang
menjulang tinggi, dan suhu yang begitu panas sehingga mampu melelehkan timbal.
Meskipun saat ini dipanaskan oleh efek gas
rumah kaca, iklim Venus dulu mirip Bumi sebab pernah memiliki lautan air
dangkal. Venus bahkan memiliki zona subduksi seperti di Bumi, daerah di mana lempeng
planet yang lebih berat menunjam ke bawah lempeng lainnya di dekat inti planet.
“Venus adalah kontrol untuk planet Bumi,” ungkap Smrekar. “Kami yakin mereka berdua terbentuk dengan komposisi, air dan
karbon dioksida serupa. Namun mereka telah menempuh jalan yang sangat berbeda.”
Lantas, apa penyebab utama yang bertanggung
jawab atas perbedaan di antara keduanya?
Smrekar bekerja sama dengan Venus Exploration Analysis Group
(VEXAG), koalisi yang terdiri dari para ilmuwan dan insinyur yang menganalisis
planet Venus yang telah dipetakan oleh Magellan beberapa dekade lalu. Meskipun
pendekatan yang mereka terapkan berbeda, masing-masing kelompok ilmuwan
menyepakati bahwa Venus dapat memberikan informasi sangat penting tentang
planet kita, yakni apa yang terjadi pada iklim super panas di kembaran planet
kita dan apa artinya bagi kehidupan di Bumi?
Pengorbit
Venus bukanlah planet terdekat dari Matahari,
tetapi malah menjadi planet terpanas di tata surya kita. Di antara suhu panas
yang menyengat (480 derajat Celcius), awan belerang korosif dan lapisan atmosfer
ganas 90 kali lebih padat daripada di Bumi, menyulitkan upaya pendaratan
pesawat antariksa. Dari sembilan misi probe Soviet yang berhasil mendarat di permukaan Venus, tak ada
yang mampu bertahan lebih dari 127 menit.
Dengan mempelajari planet yang misterius ini,
para ilmuwan dapat belajar lebih banyak tentang eksoplanet, termasuk masa lalu,
masa kini dan masa depan planet rumah kita.
Video ini mengungkap tentang Venus
dan mengajak para ilmuwan generasi saat ini dan masa depan untuk menjelajahi karakteristik
Venus.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA/David Ladd
Di atas orbit Venus yang relatif aman,
pengorbit bisa menggunakan radar dan spektroskopi inframerah-dekat untuk
mengintip di balik lapisan awan, mengukur perubahan permukaan dari waktu ke
waktu dan menentukan apakah tanah Venus bergerak atau tidak. Pengorbit juga
bisa mencari indikator air masa lalu, aktivitas vulkanik dan gaya lain yang telah
membentuk Venus.
Smrekar, yang sedang mengerjakan proposal misi
sebuah pengorbit yang diberi nama VERITAS, tidak pernah membayangkan Venus memiliki
lempeng tektonik seperti Bumi. Tetapi, Smrekar melihat petunjuk yang mengarah
ke zona subduksi, dan lebih banyak data yang dikumpulkan, tentunya akan sangat
membantu.
“Kita hanya memiliki sedikit informasi
tentang komposisi permukaan Venus,” katanya. “Kami menduga ada benua seperti
di Bumi, yang bisa terbentuk melalui zona subduksi masa lalu. Tapi, kami tidak berani
memastikannya.”
Misi ke Venus tak sekadar memperdalam
pemahaman kita tentang mengapa Venus dan Bumi saat ini begitu jauh berbeda,
namun juga mempersempit kondisi yang dibutuhkan para ilmuwan untuk menemukan
planet mirip Bumi di tempat lain.
Balon Udara Panas
Pengorbit bukanlah satu-satunya cara untuk mempelajari
Venus dari atas. Attila Komjathy dan Siddharth Krishnamoorthy, dua orang insinyur
JPL, membayangkan armada balon udara panas yang terbang dihembus angin kencang di
lapisan teratas atmosfer Venus yang suhunya tak terlalu panas.
“Memang belum pernah ada misi semacam ini di
Venus, tetapi balon udara panas adalah cara ideal untuk menjelajahi Venus
karena ketebalan atmosfer dan permukaan yang tidak bersahabat,” kata
Krishnamoorthy. “Penempatan balon udara secara tepat di lapisan teratas
atmosfer Venus, tak hanya akan mengungkap banyak hal, lingkungan yang jauh
lebih aman menjaga sensor bertahan cukup lama untuk memberikan banyak informasi
penting tentang Venus.”
Tim akan mempersenjatai balon dengan
instrumen seismometer yang cukup sensitif untuk mendeteksi gempa yang terjadi
di bawah permukaan Venus. Di Bumi, ketika tanah bergetar, aktivitas itu
menciptakan riak-riak ke atmosfer dalam bentuk gelombang infrasonik. Krishnamoorthy
dan Komjathy telah membuktikan teknik deteksi getaran gempa dari udara
menggunakan tremor balon udara panas yang terbuat dari perak. Dan mengingat
atmosfer Venus lebih padat, eksperimen mereka berdua akan memberikan hasil
deteksi yang lebih kuat.
“Meskipun pelan, gerakan tanah di Venus akan
lebih menggetarkan udara daripada di Bumi,” jelas Krishnamoorthy.
Namun untuk memperoleh data seismik itu,
misi balon udara harus mampu mengatasi kekuatan angin topan Venus. Sebagaimana
ditentukan oleh Venus Exploration
Analysis Group, misi balon udara hanya dapat bergerak setidaknya dalam satu
arah. Krishnamoorthy dan Komjathy belum sampai ke analisis sejauh itu, tetapi
mereka telah mengusulkan jalan tengah, yakni balon udara yang pada dasarnya mampu
mengendarai angin di sekitar Venus dengan kecepatan tetap, untuk selanjutnya mengirim
hasilnya ke pengorbit. Konsep balon udara baru permulaan.
Pendarat
Di antara banyak tantangan yang harus dihadapi
oleh pendarat Venus adalah awan yang menghalangi Matahari. Tanpa cahaya Matahari,
akses tenaga surya akan sangat terbatas. Selain itu, Venus juga terlalu panas
untuk sumber daya lainnya. “Dari segi suhu, pendarat seperti berada di dalam oven,”
kata Jeff Hall, seorang insinyur JPL yang merancang balon udara dan prototipe
pendarat untuk Venus.
Secara default,
durasi misi pendaratan akan dipersingkat oleh kerusakan sistem elektronik
setelah beberapa jam. Hall mengatakan jumlah daya yang dibutuhkan untuk
menjalankan perangkat pendingin yang mampu melindungi sistem elektronik pesawat
antariksa akan membutuhkan lebih banyak baterai yang tak bisa ditempatkan di pendarat.
“Menjaga sistem elektronik dari suhu ekstrem
Venus mustahil dilakukan,” tambahnya. “Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlambat
laju penghancuran tersebut.”
NASA ingin berinvestasi dalam pengembangan
“teknologi panas” yang dapat bertahan selama beberapa hari, atau bahkan
beberapa minggu di lingkungan ekstrem. Meskipun konsep pendaratan Venus yang
digagas Hall tidak sampai ke tahap persetujuan, konsep tersebut tetap terkait
dengan misi Venus yang terus digeber, yaitu sistem tahan panas untuk mengebor
dan mengambil sampel tanah Venus guna dianalisis.
Hall menjalin kerja sama dengan Honeybee Robotics untuk mengembangkan
motor listrik generasi baru yang mampu melakukan pengeboran di tengah kondisi
ekstrem, sementara insinyur JPL lainnya, Joe Melko, merancang sistem pengumpulan
sampel pneumatik.
Mereka bekerja dengan prototipe
di Large Venus Test Chamber dinding
baja milik JPL, yang meniru kondisi 100% karbon dioksida atmosfer Venus.
Dengan keberhasilan setiap uji coba, tim membawa umat manusia selangkah lebih
dekat untuk mendorong batas eksplorasi di planet yang paling tidak bersahabat
ini.
Ditulis oleh: Arielle Samuelson, Laboratorium
Propulsi Jet NASA, www.nasa.gov, editor: Tony Greicius
Komentar
Posting Komentar