Langsung ke konten utama

Dari Awan Debu dan Gas ke Cakram Protoplanet

Bintang yang baru dilahirkan layaknya “bayi” yang menangis keras, menyemburkan partikel jet ganas berupa material yang dipercepat secara magnetis saat memperoleh suplai makanan dari gas dan debu yang mengitarinya. Seperti adonan pizza yang diratakan saat diputar oleh koki, material gas dan debu kemudian mengembun menjadi cakram datar.

Putaran “adonan pizza” sangat tergantung pada bagaimana awan kosmik runtuh. Arah putaran akan tetap sama seumur hidup sistem, kecuali terganggu oleh interaksi dengan sistem bintang lain yang berada cukup dekat. Sekitar 100.000 tahun, ketebalan awan kosmik mulai menipis, sehingga dua struktur berbeda mulai terlihat, bintang yang baru dilahirkan beserta cakram luas debu dan gas.

“Cemilan” Planet

Komposisi seluruh sistem masih didominasi hidrogen dan helium, dengan rasio 100:1 dibandingkan gas dan debu pada cakram.  Debu yang mengandung unsur-unsur seperti karbon dan besi, sangat dibutuhkan untuk membentuk planet.

“Pada dasarnya, planet adalah remah-remah yang tidak dimakan bintang,” kata ilmuwan Joel Green dari Space Telescope Science Institute.

Para ilmuwan yang mempelajari sistem bintang yang sangat muda, mencari fitur khas dalam cakram yang mengindikasikan lokasi pembentukan planet. Pada awalnya, gaya gravitasi kandidat planet akan melengkungkan material di sekitarnya hingga berbentuk spiral. Seiring pertumbuhannya, planet akan mengukir celah yang lebih besar pada cakram.

dari-awan-debu-dan-gas-ke-cakram-protoplanet-informasi-astronomi
Yasuhiro Hasegawa mempelajari cakram protoplanet di Laboratorium Propulsi Jet NASA.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/J. Thompson

Yasuhiro Hasegawa, seorang peneliti di Laboratorium Propulsi Jet NASA, telah mempelajari satu sampel cakram protoplanet yang cukup terkenal, HL Tau. Hasegawa menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), jajaran teleskop radio di Chili. Celah pada cakram terlihat mirip cincin, yang diduga sebagai “jejak kaki” kandidat planet. “Penemuan ini adalah lompatan besar dalam bidang yang kami tekuni,” katanya.

dari-awan-debu-dan-gas-ke-cakram-protoplanet-informasi-astronomi
Gambar cakram protoplanet di sekitar bintang muda TW Hydrae oleh ALMA.
Kredit: S. Andrews (Harvard-Smithsonian CFA); B. Saxton (NRAO/AUI/NSF); ALMA (ESO/NAOJ/NRAO)

Sistem yang lebih misterius disebut TW Hydrae, bintang relatif dekat yang terletak 175 tahun cahaya dan diketahui masih memiliki cakram protoplanet kaya gas. ALMA juga mengungkap hal paling menonjol dari cakram ini, berupa celah yang menunjukkan proses pembentukan planet. Namun, celah muncul di tempat yang sangat berbeda tergantung pada panjang gelombang cahaya yang digunakan untuk mendeksi. ALMA yang mendeteksi pada panjang gelombang radio, menceritakan kisah yang berbeda dari deteksi panjang gelombang cahaya kasat mata oleh Very Large Telescope milik European Southern Observatory.

“Mengapa bisa berbeda? Dan, apa penyebabnya?” jelas ilmuwan Hannah Jang-Condell dari Universitas Wyoming. “Masih menjadi teka-teki.”

dari-awan-debu-dan-gas-ke-cakram-protoplanet-informasi-astronomi
Hannah Jang-Condell mempelajari cakram protoplanet di Universitas Wyoming.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/J. Thompson

Teleskop Antariksa James Webb NASA, yang direncanakan untuk diluncurkan pada tahun 2021, dapat memberikan banyak informasi tentang cakram protoplanet seperti ini dengan mengukur radiasi panas yang mereka pancarkan dalam panjang gelombang cahaya inframerah.


Bintang Muda Rakus

Perubahan pada bintang dan cakram protoplanet yang mengelilinginya, sering terjadi dalam waktu yang jauh lebih lama daripada usia hidup manusia. Tetapi, bintang muda FU Orionis telah menunjukkan perubahan nyata hanya dalam beberapa dekade, dan menawarkan pemandangan langka proses pembentukan planet.

dari-awan-debu-dan-gas-ke-cakram-protoplanet-informasi-astronomi
Ilustrasi bintang FU Orionis.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Pada tahun 1936, para astronom mengamati FU Orionis yang skala kecerahannya meningkat 100 kali lipat daripada biasanya, saat “menelan” gas dan debu dari cakram di sekitarnya. Baru-baru ini, para astronom menggunakan Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy (SOFIA) dan Teleskop Antariksa Spitzer NASA, untuk mengamati bintang muda itu. Para astronom menemukan FU Orionis yang telah “memakan” bagian terdalam cakram, dan skala kecerahan bintang telah perlahan memudar secara keseluruhan sejak tahun 1936.

Gejolak yang terlihat lebih dari 80 tahun lalu, akan mengubah komposisi unsur kimia yang berputar paling dekat dengan bintang. Jika suatu hari material tersebut bisa membentuk planet, takdir yang menantinya akan berubah oleh aktivitas “ngemil” FU Orionis.


Visualisasi cakram protoplanet.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/D.Berry dan NASA Goddard Scientific Visualization Studio.

Lantas, bagaimana remah-remah ini mampu bertahan dari bintang induk yang selalu lapar? Pelajari lebih lanjut di artikel: Proses Awal Pembentukan Sistem Planet

Ditulis oleh: Elizabeth Landau, exoplanets.nasa.gov


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang