Langsung ke konten utama

Apa Itu Astrobiologi?

apa-itu-astrobiologi-informasi-astronomi
Observatorium Terrestrial Planet Finder yang dirancang untuk mendeteksi planet seukuran Bumi di luar tata surya.
Kredit: NASA

Disiplin ilmu baru sering menerima apresiasi yang kurang positif. Mekanika Kuantum dan Studi Wanita diremehkan oleh kalangan akademis saat pertama kali muncul di katalog universitas. Demikian pula manuskrip yang ditulis oleh Grote Reber pada tahun 1930-an yang menggambarkan emisi frekuensi rendah dari Bima Sakti, perintis yang membuka bidang astronomi radio ditolak oleh rekan sejawat di Journal Astrophysical. Untungnya, editor memutuskan untuk menerbitkan makalah Reber.

Setali tiga uang dengan astrobiologi, bidang sains yang tergolong baru ini tetap ada yang mengkritik, khususnya mereka yang mengusung konsep bahwa astrobiologi tidak lebih dari sebuah harapan untuk menemukan kehidupan di luar Bumi suatu hari nanti.

Memang benar belum ada bukti kehidupan ekstraterestrial, meskipun hanya ada dua alternatif masa depan yang harus dipilih, apakah kita akan menemukan organisme biologis di tempat lain atau tidak. Jika seorang ilmuwan tergolong di antara mereka yang berpikir bahwa kehidupan hanya ada di planet Bumi, maka ia bisa menggunakan astrobiologis sebagai kambing hitam kegagalan hipotesis. Tetapi, jika tergolong di antara mereka yang mendasarkan fakta bahwa ada 10 ribu miliar sistem bintang di alam semesta dan berpotensi menjadi tempat di mana interaksi kimiawi yang memunculkan kehidupan berlangsung, maka astrobiologi dapat mempercepat penemuannya.

Hanya ada sekitar 50 ahli astrobiologi di Insitut SETI, sementara Institut Astrobiologi di Pusat Penelitian Ames NASA hanya memiliki sekitar 75 astrobiologis. Jumlah mereka sangat sedikit, layaknya “kondensasi” lokal di antara “awan” penelitian yang jauh lebih besar. Secara nasional, diperkirakan ada sekitar seribu ilmuwan yang menekuni bidang astrobiologi.

Apakah mereka berhasil dalam studi yang mereka lakukan, atau sekadar mengejar harapan agar bidang yang mereka tekuni diterima dengan baik oleh komunitas sains. Hingga saat ini memang jauh dari kata terwujud, karena tentu saja sulit untuk menyelesaikan studi tentang mekanisme habitat dan sejarah kehidupan. Tetapi mereka telah menghasilkan beberapa penemuan sains paling menarik selama satu dekade terakhir.

Kehidupan di Alam Semesta

Pada pertengahan tahun 1990-an, kita masih belum mengetahui apakah planet layak huni tergolong langka atau berlimpah. Sepuluh tahun berselang, para astronom telah menemukan hampir 200 planet yang mengorbit bintang-bintang terdekat. Jumlah pasti planet yang mengorbit bintang selain Matahari (eksoplanet) hanya bisa diprediksi, yang pasti jumlah planet seharusnya lebih banyak daripada bintang.

Beberapa eksoplanet telah dilihat secara langsung, tetapi salah satu eksperimen astrobiologi paling menantang adalah meluncurkan teleskop inframerah berbasis antariksa, seperti Terrestrial Planet Finder besutan NASA, yang tak sekadar mampu menggambarkan planet redup, tetapi juga menganalisis jejak spektral cahaya bintang untuk mengetahui kehadiran molekul gas (seperti oksigen dan metana) yang mengindikasikan kehidupan mikroba. Sama seperti para ilmuwan SETI yang mengarahkan antena ke sistem bintang terdekat untuk menemukan peradaban ekstraterestrial, para ahli astrobiologi menyusun rencana untuk mendeteksi kehidupan dari jauh di planet yang terpisah puluhan tahun cahaya dari Bumi.

Kondisi Ideal yang Dibutuhkan Kehidupan

Penemuan banyak eksoplanet telah merevolusi pemahaman kita tentang betapa kondusifnya alam semesta terhadap kehidupan. Planet tempat tinggal kita dianggap sebagai prototipe dunia layak huni dengan lapisan atmosfer tebal dan lautan cair di permukaan yang dihangatkan oleh cahaya bintang induk. Sedangkan planet yang tidak mirip Bumi dianggap tidak layak huni.

Namun, para astrobiologis mempelajari mekanisme lain yang secara substansial dibutuhkan untuk menghangatkan sebuah planet. Interaksi resonansi bulan dalam sistem multi satelit mengarah pada gaya pasang surut gravitasi tanpa henti yang menghasilkan panas untuk menjaga reservoir air agar tetap dalam wujud cair dan menyediakan sumber energi lokal (seperti ventilasi hidrotermal di dasar lautan) yang berpotensi memicu reaksi biologis.

Bulan-bulan tata surya seperti Europa, Callisto, Ganymede, dan Enceladus, yang sebelumnya dianggap tak lebih dari batuan angkasa mati, kini dianggap sebagai lokasi potensial yang menampung kehidupan. Bahkan Titan (bulan terbesar Saturnus) juga memiliki lautan cair di permukaan, meskipun berbasis metana. Memang daya tarik bulan-bulan terbesar tata surya sebagai tempat yang menampung kehidupan baru saja diminati oleh para ilmuwan.

Dengan kata lain, dunia yang tidak terlalu mirip Bumi juga bisa menampung air cair, sehingga memenuhi persyaratan utama yang dibutuhkan kehidupan, meskipun bukan kehidupan kompleks seperti yang ada di Bumi. Selain itu, para astrobiologis terus menghasilkan penemuan mengejutkan tentang bagaimana kehidupan mampu bertahan di tengah lingkungan ekstrem. Organisme mikro extremophile mampu beradaptasi di lingkungan seperti Yellowstone Park, termasuk organisme yang mampu berkembang biak satu mil di bawah permukaan atau di kegelapan dasar laut.

Extremophile yang dianggap sebagai organisme paling tangguh di Bumi, bisa saja eksis di lingkungan ekstrem planet atau bulan yang tersebar di alam semesta.

Evolusi Kehidupan

Menemukan kehidupan di luar planet kita bisa menawarkan wawasan baru tentang proses biologis di Bumi. Sangat penting untuk memahami titik akhir kehidupan kompleks di daratan yang mengarah ke evolusi kecerdasan. Investigasi terbaru oleh para astrobiologis dari Australia dan Norwegia menggagas kehidupan di Bumi muncul sekitar 3,5 miliar tahun lalu dari laut. Mereka mencoba menjawab bagaimana hal ini terjadi dan meneliti peran yang dimainkan oleh awan di lapisan atmosfer yang menghujani senyawa karbon saat Bumi terbentuk.

Apakah senyawa karbon adalah faktor utama atau hanya suplemen? Mengingat DNA dan RNA adalah molekul yang sangat kompleks dan bagi sebagian ilmuwan hanya dianggap kebetulan menjadi faktor kunci building block kehidupan. Struktur alami seperti tanah liat juga dapat berperan sebagai katalis yang mempercepat munculnya kehidupan. Kita masih belum bisa memastikan bagaimana kehidupan pertama kali bangkit di Bumi, tetapi bidang penelitian ini bisa berdampak positif bagi astrobiologi dan menyediakan informasi apakah proses yang memunculkan kehidupan merupakan keajaiban atau hanya fenomena yang lumrah terjadi.

Yang tak kalah menarik adalah studi tentang bagaimana evolusi dalam beberapa ratus ribu tahun terakhir menghasilkan spesies yang berakal budi. Apakah hanya terjadi secara kebetulan di planet kita? Termasuk beberapa investigasi astrobiologi paling menantang untuk menjawab apakah kehidupan di alam semesta langka atau melimpah?

Implikasi eksplorasi untuk mengungkap rahasia kehidupan di Bumi tentunya mengarah ke upaya pencarian kehidupan di tempat lain. Astrobiologi adalah basis pencarian peradaban ekstraterestrial oleh Institut SETI, termasuk pencarian kehidupan mikroba di tata surya. Mengapa kita lebih menaruh perhatian terhadap Mars, Europa dan Titan daripada Venus, Io, atau Rhea? Itu karena mereka memiliki kondisi yang berpotensi menumbuhkan dan memelihara aktivitas paling menarik di alam semesta: kehidupan itu sendiri.

apa-itu-astrobiologi-informasi-astronomi
Kredit: NASA

Selama ribuan tahun manusia telah menatap langit malam dan selalu merasa penasaran apakah ada kehidupan di tempat lain, baik di tata surya kita sendiri maupun di planet biru lain yang mengorbit bintang selain Matahari? Pemikiran semacam itu telah diekspresikan dalam fiksi ilmiah dan misi sains. Para filsuf dan orang awam juga telah cukup lama merenungkan asal-usul kehidupan di planet kita. Demikian pula para astronom yang mengusung konsep berdasarkan sains tentang asal usul alam semesta yang berawal dari big bang. Namun, sains belum bisa menawarkan definisi lengkap tentang kehidupan, juga belum bisa menunjukkan waktu, kondisi, dan mekanisme yang memicu bagaimana bahan organik pertama kali berubah dari benda mati menjadi organisme hidup.

50 tahun yang lalu, manusia mulai memperluas kehadirannya di luar angkasa, pertama dengan robot yang kemudian disusul dengan misi berawak. Seiring upaya ekspansi spesies kita ke dunia-dunia lain, pertanyaan mendasar tentang adaptasi jangka panjang organisme hidup dengan lingkungan lain di luar Bumi tetap belum terjawab. Sebagai contoh, kita tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan jika manusia hidup selama bertahun-tahun di Mars, yang gaya gravitasinya hanya sepertiga Bumi.

Astrobiologi membahas semua misteri klasik ini dengan merangkul studi tentang asal usul, evolusi, distribusi dan masa depan kehidupan di alam semesta.

Program astrobiologi yang digelar NASA saat ini membahas tiga pertanyaan fundamental:  
  1. Bagaimana kehidupan muncul dan berkembang biak?
  2. Apakah ada kehidupan di luar Bumi, dan jika memang ada bagaimana cara kita mendeteksinya?
  3. Bagaimana masa depan kehidupan di Bumi dan di alam semesta? 
Sementara pertanyaan tentang asal mula kita telah dibahas selama ribuan tahun, NASA baru menetapkan kebijakan untuk menjawabnya pada tahun 1995, dengan mendefinisikan program sains baru yang menjembatani dan menghubungkan berbagai disiplin ilmu, yaitu astrobiologi.

Sejarah Astrobiologi

Pada tahun 1953, dua orang ilmuwan dari Universitas Chicago, Stanley Miller dan Harold Urey, melakukan eksperimen legendaris untuk membentuk beberapa senyawa yang dianggap sebagai building blocks kehidupan. Program antariksa terbaru Amerika Serikat mencakup bidang studi kehidupan di alam semesta ini (eksobiologi). NASA mengucurkan dana untuk proyek eksobiologi pertamanya pada tahun 1959, dengan membuat instrumen yang dirancang untuk mendeteksi kehidupan mikroba di lingkungan luar Bumi.

Diawaki oleh beberapa pakar, salah satunya Dr. Harold “Chuck” Klein, NASA mendirikan program sains kehidupan yang memasukkan eksobiologi sebagai bagian dari bidangnya. Ketika peran dan tanggung jawab yang baru ditetapkan, nama Ames Aeronautical Laboratory kemudian diubah menjadi Ames Research Center (ARC) dan mengemban dua tugas, meliputi manajemen wahana antariksa seri Pioneer dan sains kehidupan antariksa. Penelitian ARC yang disponsori oleh program eksobiologi NASA, meletakkan dasar bagi pendekatan yang lebih luas untuk mempelajari kehidupan di alam semesta yang pada akhirnya mengarah ke astrobiologi.

Pada tahun 1970-an, NASA berusaha menjawab pertanyaan tentang keunikan kehidupan di tata surya melalui misi pendarat Viking yang dikembangkan dan dikelola oleh Langley Research Center, untuk mencari tanda-tanda kehidupan mikroba di permukaan Mars. Eksperimen deteksi kehidupan ini dirancang untuk “mengembangbiakkan” mikroba dan mendeteksi tanda-tanda aktivitas metaboliknya menggunakan sampel tanah Mars. Viking gagal memberikan bukti kehidupan di luar Bumi. Para ilmuwan menentukan faktor kimiawi dan radiasi di permukaan Mars, menghasilkan lingkungan yang sama sekali tidak bersahabat dengan kehidupan yang kita kenal.

Selain itu, para ilmuwan mengetahui bahwa kurang dari 1% mikroba di Bumi dapat dikembangbiakkan di laboratorium. Sebagai konsekuensi kegagalan ilmiah ini, NASA menyisihkan eksperimen eksobiologis untuk misi antariksa, terutama misi ke Mars, selama bertahun-tahun. Komunitas ilmiah kemudian menggodok kembali pendekatan untuk mendeteksi biosignatures, atau tanda-tanda kehidupan. Lahirlah konsep pencarian lingkungan kosmik layak huni, bukannya deteksi langsung organisme.

Meskipun disisihkan, NASA tetap melanjutkan program eksobiologis melalui hibah dan menyandang dana yang menggerakkan banyak penelitian untuk menjawab pertanyaan kunci tentang kehidupan di alam semesta. Penelitian eksobiologi NASA membawa kemajuan pesat bagi sains, di antaranya identifikasi kelas baru organisme, archaea, gambaran ulang pohon kehidupan dan bidang studi baru tentang ekstrimofil, organisme yang berkembang di lingkungan ganas dengan struktur dasar kehidupan yang familiar.

Seiring kemajuan eksobiologi, bidang sains antariksa lainnya seperti astrofisika dan sains keplanetan juga tak mau ketinggalan. Pada tahun 1995, kemajuan sains ditambah perubahan dalam lanskap politik nasional, membangkitkan studi tentang kehidupan di alam semesta, dan inilah awal program astrobiologi NASA.

Astrobiologi, Sains dan Politik

Pada awal tahun 1990-an, Ames memiliki organisasi ilmiah yang berkembang pesat dengan penelitian top kelas dunia dalam ilmu Bumi, sains antariksa, dan sains kehidupan antariksa. Salah satu aspek khusus dari organisasi ini adalah interaksi interdisipliner yang dibina oleh para peneliti. Ilmuwan Ames seperti Jim Pollack secara rutin mempublikasikan hasil penelitian di jurnal ilmu Bumi dan sains antariksa. Demikian pula beberapa ilmuwan seperti Chuck Klein, dengan gigih menggabungkan disiplin ilmu di bidang eksobiologi dan sains kehidupan antariksa. Upaya lintas disiplin ilmu ini sebenarnya belum bisa diterima dengan baik. Dalam salah satu latihan “peran dan misi” berkala yang digelar pusat-pusat lembaga sains NASA, Ames ditantang untuk membuktikan kebenaran metodenya terhadap sains antariksa.

Sebuah koalisi di Markas Besar NASA mulai terbentuk, yang didedikasikan untuk menyelamatkan kemampuan sains berkualitas tinggi di Ames. Tiga tokoh koalisi berikut adalah kuncinya: France Córdova, Wesley Huntress, dan Charles Kennel. Pada bulan Maret 1995, Huntress menyarankan agar NASA menggunakan istilah “astrobiologi” untuk menggambarkan studi kehidupan yang semakin luas di alam semesta. Pada tanggal 19 Mei 1995, Administrator NASA Dan Goldin mengadakan konferensi pers di Ames dan secara resmi mendeklarasikan Ames sebagai pusat utama NASA untuk bidang baru astrobiologi.

Sepanjang tahun 1990-an, misi antariksa menghasilkan penemuan-penemuan ilmiah yang mendorong minat terhadap astrobiologi. Teleskop Antariksa Hubble NASA beberapa kali memecahkan rekor sebagai instrumen pertama dalam hal penemuan sains antariksa, mulai dari bukti lubang hitam hingga eksistensi bintang "gagal" katai coklat. Pada tahun 1994, the Human Genome Project menyatakan telah memenuhi target untuk membangun peta genetika manusia secara terperinci dan komprehensif, satu tahun lebih cepat dari jadwal. Pada bulan Desember 1995, penemuan yang benar-benar mengejutkan adalah deteksi pertama dari sebuah ekosplanet yang mengorbit bintang mirip Matahari.

Pada bulan Agustus 1996, sekelompok peneliti termasuk ilmuwan NASA Dr. David McKay, menerbitkan artikel kontroversial di jurnal Science tentang kemungkinan tanda-tanda kehidupan di meteorit Mars. Meteorit Mars menunjukkan bukti tentang sesuatu yang dapat ditafsirkan sebagai fosil mikroskopis dari organisme primitif, seperti bakteri, klaim penulis utama makalah studi. Sementara komunitas sains belum bisa menerimanya, makalah tersebut memprovokasi sebuah diskusi ilmiah tentang batasan organisme biologis untuk pertama kalinya.

Pada saat yang hampir bersamaan, pesawat antariksa Galileo besutan NASA mulai mengirim gambar-gambar menarik dari Europa, salah satu bulan Jupiter. Gambar-gambar Europa menunjukkan bukti kuat tentang lapisan es yang kemungkinan mengambang di atas lautan cair. Temuan ini menembus spektrum upaya ilmiah dan menyediakan bahan yang menjadi fokus antar disiplin ilmu. Pada bulan September 1996, Lokakarya Astrobiologi NASA untuk pertama kalinya diselenggarakan di Ames, dihadiri oleh lebih dari 250 ilmuwan dari tiga disiplin ilmu, sains antariksa, ilmu Bumi dan sains kehidupan alam semesta. Komunitas ilmuwan dari ketiga disiplin ilmu ini kemudian menyepakati upaya baru untuk memahami kehidupan di alam semesta, dan lokakarya menghasilkan peta jalan ambisius yang mendefinisikan tiga pertanyaan fundamental, sekaligus mengarahkan studi.

Institut Astrobiologi NASA

Upaya advokasi Córdova, Huntress dan Kennel mengarah ke kelahiran astrobiologi, platform baru studi multi disiplin. Sebuah lembaga virtual bagi mereka yang gemar berbagi karya dan pemikiran dibentuk, yaitu Institut Astrobiologi NASA (NAI). Pada bulan Oktober 1997, NASA mengajukan proposal sains astrobiologi sebagai langkah pertama yang menggambarkan NAI sebagai percobaan dalam penelitian lintas disiplin ilmu dan kolaborasi virtual.

Pada bulan Mei 1998, Earl Huckins diminta untuk menjadi direktur sementara NAI demi mengelola manajemen institut. Huckins membentuk sebuah institut virtual terdiri dari tim yang diseleksi oleh NASA. Selama fase awal enam bulan, teknik dan peralatan penelitian manajemen portofolio dan komunikasi antar kelompok dibentuk. Selain itu, tujuan original penelitian astrobiologi didefinisikan dan diperluas, mencakup tidak hanya sains dasar, tetapi juga instrumentasi dan kampanye lapangan yang bertujuan untuk memahami batas-batas kehidupan berbasis Bumi.

Setahun berlalu, Goldin mencetuskan persyaratan untuk merekrut direktur tetap NAI yang merupakan seorang ahli biologi. Baruch Blumberg, seorang dokter dan ahli biologi pemenang Hadiah Nobel, diangkat sebagai direktur pertama NAI. Direktur-direktur berikutnya termasuk profesor UCLA Bruce Runnegar dan Carl Pilcher, seorang astronom dan mantan ilmuwan senior astrobiologi di Markas Besar NASA.

Lebih dari 50 lembaga penelitian di Amerika Serikat menanggapi permintaan pertama NASA dan bidang astrobiologi segera memiliki basis. Proyek-proyek yang diusulkan adalah sains dasar yang diprakarsai oleh para peneliti dalam batasan strategis yang diberlakukan oleh NASA, termasuk penekanan pada penelitian kolaboratif lintas disiplin ilmu. Pada tahun pertama, 11 tim dipilih, bersama satu lembaga dari Spanyol, yang membentuk NAI. Anggota dari masing-masing tim berasal dari lembaga utama dan lembaga tambahan. Pola ini terus diterapkan hingga hari ini.

Kemajuan dan dampak ilmiah yang dihasilkan NAI dianggap sangat berperan dalam beragam penelitian, termasuk studi dan definisi lingkungan layak huni, memahami batas-batas kehidupan, penelitian biosignature, biosfer awal Bumi, dan asal-usul kehidupan. Pada tahun 2003, Dewan Riset Nasional melakukan tinjauan terhadap program-program internasional di bidang astrobiologi dan menyatakan apresiasi atas kemajuan sains baru ini.

Seperti disebutkan sebelumnya, NAI adalah percobaan dalam kolaborasi virtual. Untuk mencapai tujuan ini, staf NAI, direktur dan para peneliti menggunakan alat kolaboratif canggih, termasuk konferensi video, “smart boards” terhubung ke internet untuk berbagi data secara simultan dan peralatan modern yang tersedia di “Collaborative Engineering Environment.” Situs server yang mudah diakses, awalnya dikembangkan dan dihosting oleh Ames, tetapi sekarang telah tersedia secara komersial, mendorong pertukaran dokumen dan informasi lainnya secara lebih mudah dan aman. Webcam juga mengalirkan video dari laboratorium ke laboratorium yang menghubungkan para peneliti. Kolaborasi berbasis internet seperti itu dianggap hal yang lumrah saat ini, namun satu dekade yang lalu masih merupakan pioner.

ASTID, ASTEP dan Portofolio Program Astrobiologi

Sementara unsur programatik baru astrobiologi NAI diwujudkan dalam multi institusi, para pejabat NASA sejak awal mengakui adanya kebutuhan untuk mempertahankan portofolio penelitian, termasuk peneliti individu. Unsur utama peneliti berbasis program astrobiologi kini dikenal sebagai Exobiology and Evolutionary Biology Program, yang saat ini mendanai sekitar 150 peneliti individu.

Tujuan awal inisiatif astrobiologi NASA adalah untuk menciptakan instrumentasi, alat, dan teknik untuk mengeksplorasi “sidik jari kehidupan” di lingkungan ekstrem Bumi dan misi ke dunia-dunia lain. Untuk menggapai tujuan, NASA menciptakan dua inisiatif baru bagi program astrobiologi: program Astrobiology Science, Technology and Instrument Development (ASTID) pada tahun 1998 dan Astrobiology Science, Technology for Exploring Planets (ASTEP) pada tahun 2001.

Investigasi astrobiologi membutuhkan pengembangan miniatur instrumentasi yang mampu melakukan operasi secara otonom di permukaan planet. Program ASTEP NASA mensponsori penjelajahan lingkungan ekstrem di Bumi untuk mengembangkan teknik dan sains dasar untuk mencari kehidupan di planet lain.  

Melalui program ASTID, instrumen miniatur difraksi sinar-X dipilih sebagai eksperimen di Mars Science Laboratory. Sebagaimana dicatat dalam berbagai ulasan dan penilaian, investasi dalam sensor pendeteksian biosignature sangat penting untuk mencapai tujuan misi Program Eksplorasi Mars.

Edukasi dan Penjangkauan

Berbagai penemuan telah dipahami sebagai persyaratan mendasar sejak awal pengembangan bidang astrobiologi. Untuk mencapai hal ini, Konferensi Sains Astrobiologi digelar setiap dua tahun sekali, yang menarik minat lebih dari 800 ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Demikian pula publikasi makalah studi di jurnal ilmiah untuk ditinjau oleh rekan sejawat, yaitu jurnal Astrobiology yang diterbitkan Mary Ann Liebert, Inc., dan International Journal of Astrobiology yang diterbitkan oleh Cambridge University Press.

Sepuluh tahun lalu, hampir tidak ada universitas yang memiliki program gelar sarjana di bidang astrobiologi dan hanya segelintir yang menawarkan kursus di bidang ini. Saat ini, hampir setiap universitas ternama di Amerika Serikat memiliki setidaknya mata kuliah astrobiologi dan banyak yang telah memiliki program gelar sarjana.

Masa Depan Astrobiologi

Hanya dalam satu dekade, astrobiologi telah meletakkan dasar untuk memahami asal-usul dan evolusi kehidupan di alam semesta. Penelitian lapangan telah menyediakan fosil, organisme, dan ekosistem yang semuanya mengarah ke wawasan tentang Bumi purba, model yang memperluas batas-batas kehidupan. Studi laboratorium, ditambah observasi astronomi, telah menyusun kepingan puzzle yang terus memberikan petunjuk untuk perbaikan model. Langkah awal astrobiologi baru saja dimulai untuk membawa kita ke level pemahaman yang lebih tinggi. Mengingat daya tarik abadi pertanyaan asal-usul dan prevalensi kehidupan, astrobiologi akan tetap bertahan jauh di masa depan.

Ditulis oleh: Seth Shostak, www.space.com dan G. Scott Hubbard, mantan Direktur Pusat Penelitian Ames NASA, www.nasa.gov, editor: Brian Dunbar


#terimakasihgoogle

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang