Langsung ke konten utama

Tantangan Teknologi untuk Menemukan Eksoplanet

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Camilo Mejia Prada, insinyur optik di JPL NASA, sedang menyinari interior testbed instrumen coronograph yang akan ditempatkan di Teleskop Antariksa WFIRST. Para insinyur JPL sedang menguji lensa yang akan menjadi bagian dari coronograph, instrumen yang akan menghalangi cahaya bintang agar planet yang mengorbit dapat dicitrakan secara langsung.
Kredit foto: Matthew Luem.

“Pencarian kehidupan adalah generasi Apollo bagi saya” Marcus Ritter, technology development intern di JPL.

Tantangan Terbesar Perburuan Planet

Untuk menemukan tanda-tanda kehidupan di dunia jauh, para ilmuwan harus menatap melintasi ruang angkasa luas untuk mencari cahaya lemah dari planet-planet kecil di tengah silau terang cahaya bintang induk.

Era baru eksplorasi planet di luar tata surya (eksoplanet), menghadapi tantangan terbesar untuk mengatasi kilau cahaya bintang agar planet dapat dilihat. Teknologi teleskop berbasis antariksa harus mumpuni dalam mempertahankan fiksasi objek yang dijadikan target. Demikian pula detektor yang harus cukup sensitif untuk mengumpulkan jejak cahaya redup dari planet yang telah menempuh perjalanan antarbintang. Oleh karena itu, para insinyur perancang teleskop harus bekerja keras jika ingin mengambil potret Bumi lain yang berawan dan berair.

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Kilau cahaya bintang 15 Sagittae yang mirip Matahari, menyembunyikan eksistensi katai coklat yang mengitarinya. Penemuan instrumen pemblokir cahaya bintang, seperti coronagraph dan starshade, akan sangat membantu penemuan eksoplanet yang disembunyikan silau cahaya bintang induk.
Kredit: Observatorium Gemini

Membungkam Cahaya Bintang Induk

“Membungkam” kecerahan cahaya bintang induk untuk mengamati planet-planet di sekitarnya adalah subjek fokus intens di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA. Para insinyur dan ahli astrofisika membangun dan menguji dua teknologi yang berbeda untuk melakukan hal yang sama. Dianggap mengesankan secara visual, starshade adalah mekanikal raksasa menyerupai bunga matahari seukuran petak bisbol, instrumen yang akan membuka kelopaknya di luar angkasa untuk menghalangi cahaya bintang target studi.

Teleskop antariksa akan ditempatkan agak jauh di belakangnya, sejajar dalam sinkronisasi yang nyaris sempurna. Pola rumit kelopak starshade dirancang untuk melakukan lebih dari sekadar memblokir cahaya bintang. Setiap kelopak didesain untuk mencegah kebocoran foton (partikel cahaya) di bagian tepi starshade dan meminimalisir sebanyak mungkin sisa cahaya. Kombinasi antara teleskop antariksa dan starshade diharapkan dapat menangkap gambar planet secara langsung saat mengorbit bintang induk.

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Laboratorium Starshade di JPL.
Kredit: Matthew Luem

Instrumen kedua tak sehebat Starshade, meskipun setara dalam hal keajaiban teknik. Disebut coronagraph, instrumen yang berukuran relatif kecil ini justru sepenuhnya menyatu dengan teleskop. Coronagraph merupakan kombinasi dari tiga perangkat: masker pupil pemblokir sebagian besar cahaya bintang, pemblokir cahaya kedua yang terlihat mirip mesin cuci, dan lensa kecil yang diisi piston mekanis.

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Reflektif coronograph adalah masker pupil. Komponen hanya selebar satu inci ini sangat dibutuhkan untuk desain utuh coronagraph, bagian dari sistem untuk membelokkan dan menghalangi cahaya bintang.
Kredit: Matthew Luem.

Masker dan “mesin cuci” membungkam sebagian besar cahaya bintang induk sehingga layar yang menampilkan pandangan teleskop tampak hitam, pada awalnya. Saat cahaya masuk, gumpalan cahaya di tengah layar terlihat seperti sekumpulan cacing yang bercahaya. Mereka adalah produk ketidaksempurnaan optik teleskop yang menerobos dua perangkat pemblokir cahaya bintang.

Di situlah cermin fleksibel mengambil alih. Piston kecil deformable dengan cepat menyesuaikan diri  dengan gumpalan dan menghilangkan cahaya. Setelah itu, cahaya dari planet masuk ke teleskop dengan sudut sempit dan akan diarahkan untuk memantul dari cermin, melewati masker dan dilesatkan ke lubang “mesin cuci”. Saat gumpalan memudar, cahaya yang sangat redup perlahan-lahan mulai terlihat dan siap untuk dictrakan secara langsung.

Kontrol Diri Teleskop Antariksa

Agar bisa mengambil potret tajam dari planet jauh yang bisa saja terletak ratusan cahaya dari Bumi, selain harus mampu meredam getaran saat melayang di luar angkasa, teleskop antariksa juga harus mampu meredam cahaya bintang. Cahaya pertama yang masuk akan mengalami sedikit distorsi di optik teleskop dan harus segera dikoreksi, sekali lagi dengan bantuan cermin deformable. Setelah itu eksoplanet yang disembunyikan silau cahaya bintang induk dapat diungkap untuk menghasilkan citra yang jauh lebih tajam.

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Seorang teknisi berdiri di belakang 1 dari 18 segmen cermin heksagonal yang akan menyusun cermin utama Teleskop Antariksa James Webb. Teleskop generasi masa depan besutan NASA ini akan menggunakan instrumen penginderaan canggih muka gelombang dan subsistem kontrol untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan optik.

Webb juga harus mampu mengontrol dirinya sendiri dengan sempurna. Getaran harus diredam seminimal mungkin, terutama getaran pada susunan multicermin yang didesain untuk misi masa depan. Kontrol diri mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Deru dan gerusan mekanis, ekspansi dan kontraksi pemanasan dan pendinginan logam, bahkan hentakan lembut tanpa henti dari cahaya Matahari juga harus diredam. Teknologi standar satelit seperti roda reaksi dan giroskop yang membantu mengarahkan pesawat antariksa, juga menimbulkan getaran. Pendorong mikro dapat dikombinasikan dengan teknologi kontrol gerak saat ini untuk menstabilkan pesawat antariksa masa depan.

Sensitivitas Detektor

Observatorium antariksa membutuhkan detektor cahaya super sensitif untuk mencari tanda-tanda kehidupan di atmosfer eksoplanet. Detektor harus mampu mengukur setiap foton cahaya saat merambat di ruang angkasa. Sangat sedikit foton cahaya dari atmosfer eksoplanet yang benar-benar melakukan perjalanan antarbintang. Tetapi, mungkin ada satu foton yang suatu hari nanti menceritakan kisah tentang tanaman, hewan, dan polusi udara, indikasi peradaban ekstraterestrial maju.

Cahaya yang melewati atmosfer sebuah planet diurai oleh instrumen menjadi warna-warna pelangi atau spektrum. Teknik yang disebut spektroskopi ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengidentifikasi molekul gas di atmosfer planet jauh. Sebagian cahaya bintang induk yang dipantulkan oleh planet, sudah kehilangan beberapa bagian spektrum tertentu oleh berbagai molekul gas di atmosfer yang menyerap berbagai panjang gelombang (atau warna) cahaya.

Jadi bagian yang hilang dari spektrum cahaya planet bisa mengungkap molekul gas yang terkandung di atmosfer, di antaranya metana, karbon dioksida, bahkan oksigen.

Untuk mencapai tahap sensitivitas semacam itu, para insinyur harus mengirim detektor ultra-low-noise canggih yang belum pernah dioperasikan di luar angkasa. Beberapa detektor yang saat ini sedang dikembangkan, dirancang untuk memperkuat sinyal elektronik dari cahaya redup eksoplanet jauh, meskipun jumlah foton yang masuk hanya sedikit.

Teleskop Besar

Semakin besar teleskop antariksa, maka akan semakin baik. Para astronom menyebutnya resolusi sudut. Semakin besar cermin teleskop, semakin mudah upaya pemisahan planet dari bintang induk. Untuk membidik gambar planet mirip Bumi, lengkap dengan benua, awan, dan lautan, mustahil dilakukan dengan teleskop berbasis darat, karena lapisan atmosfer menghambat para pengamat berbasis darat untuk melihat target dengan stabil.

Animasi peluncuran Teleskop Antariksa James Webb.

Meluncurkan cermin raksasa tunggal ke luar angkasa juga mustahil dilakukan karena tidak mungkin dimuat roket. Jadi cermin dipisah menjadi beberapa segmen agar bisa dilipat, untuk kemudian membentuk cakram berukuran besar menyerupai sarang lebah. James Webb yang akan segera diluncurkan juga menggunakan desain serupa.

Pilihan lain yang mungkin akan dipertimbangkan oleh para astronom dalam beberapa dekade mendatang, adalah dengan meluncurkan beberapa teleskop dalam lockstep formation yang akan saling terhubung melalui komunikasi jarak jauh. Konsep jajaran teleskop antariksa masa depan ini menerapkan teknik “nulling interferometry” untuk mengumpulkan cahaya dari satu bintang dan menggunakan beberapa sinyal untuk membatalkan satu sama lain, menyebabkan kerlipan pada cahaya bintang dan mengekspos planet yang tersembunyi.

Presisi luar biasa yang dibutuhkan oleh jajaran teleskop semacam itu tentunya sangat menantang. Tantangan ini pernah dihadapi oleh Teleskop Antariksa Kepler NASA untuk mencari penurunan skala kecerahan cahaya bintang induk saat planet melintas di depannya. Awalnya para kritikus berpikir metode yang disebut transit ini tidak akan pernah bisa terwujud. Tujuh tahun setelah diluncurkan, Kepler justru menemukan ribuan eksoplanet dan kandidat eksoplanet di galaksi Bima Sakti melalui metode transit.

Inovasi teknologi masa depan akan membuka babak baru pencarian kehidupan di luar Bumi. Setelah melakukan sensus galaksi, mungkin kita dapat menatap galaksi yang dipenuhi “titik biru pucat,” yang akan menutup buku kesunyian kosmik umat manusia.

tantangan-teknologi-untuk-menemukan-eksoplanet-informasi-astronomi
Ilustrasi konsep formasi interferometer masa depan yang dapat menangkap gambar dunia-dunia jauh mirip Bumi.

Kembali ke artikel: Apa Itu Eksoplanet?

Ditulis oleh: Pat Brennan, exoplanets.nasa.gov, editor: Kristen Walbolt

Sumber: Technology

#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang