Perbedaan
perhitungan nilai konstanta Hubble, yang menggambarkan seberapa cepat alam
semesta mengembang, telah mengesalkan para astronom selama bertahun-tahun.
Nilai yang diprediksi dari observasi alam semesta awal tidak cocok dengan
pengukuran alam semesta modern. Misteri ini semakin membingungkan, karena banyak
pula tim ilmuwan yang memperoleh nilai konstanta Hubble menggunakan berbagai metode
dengan hasil yang berbeda. Kini konstanta Hubble telah menjadi salah satu topik
yang paling sering dibicarakan dalam sains kosmologi.
Untuk
menyelesaikan selisih nilai konstanta Hubble, Wide Field Infrared Survey Telescope (WFIRST) besutan NASA
diharapkan mampu melacak sejarah ekspansi alam semesta, untuk membantu para
ilmuwan melihat perubahan laju ekspansi dari beberapa tahap sejarah kosmik paling awal hingga saat ini.
Misi
WFIRST juga akan menerapkan berbagai teknik untuk membantu menentukan apakah selisih
nilai disebabkan oleh kesalahan pengukuran atau apakah para astronom yang harus
menyesuaikan teori mereka. Bagaimanapun juga, teka-teki konstanta Hubble mengindikasikan
ada sesuatu yang hilang dari gambaran kita tentang kosmos.
Konstanta Hubble
Sejak
awal tahun 1900-an, umat manusia telah mengubah cara pandangnya terhadap alam
semesta. Kita telah memahami bahwa galaksi kita hanyalah satu dari tak
terhitung banyaknya galaksi yang saling menjauh satu sama lain, dan laju
ekspansi alam semesta justru semakin cepat. Wawasan ini bergantung terhadap penemuan
penting yang dihasilkan astronom Amerika Henrietta Leavitt.
Pada
tahun 1908, Leavitt mempublikasikan hasil studi tentang tipe bintang tertentu
yang disebut variabel Cepheid. Skala kecerahan bintang variabel Cepheid ternyata
meningkat dan menurun secara periodik, Leavitt kemudian memperhatikan hubungan
antara kecerahan dan seberapa cepat bintang berfluktuasi. Relasi antara
keduanya memungkinkan perhitungan jarak dalam skala kosmik, karena para
astronom dapat membandingkan skala kecerahan sejati bintang dengan
seberapa terang bintang terlihat dari Bumi.
Menggunakan
informasi ini, astronom legendaris Amerika Edwin Hubble menentukan jarak ke
beberapa bercak redup di langit yang sebelumnya dianggap nebula, awan gas dan
debu raksasa yang ditemukan di antara bintang-bintang. Hubble menyimpulkan
beberapa di antaranya terletak jauh di luar galaksi Bima Sakti kita, sekaligus
membuktikan bahwa mereka bukanlah nebula, melainkan keseluruhan struktur dari galaksi-galaksi
lain.
Hubble
kemudian mempublikasikan penemuannya pada tahun 1924, disusul prediksi lain
yang sama mengejutkannya pada tahun 1929, galaksi-galaksi yang saling menjauh
satu sama lain. Fenomena ini sebenarnya telah diprediksi oleh astronom dan ahli matematika Georges Lemaître dari Belgia pada tahun 1927, meskipun
belum ada bukti observasi yang mendukung prediksi.
Sementara
saat itu hampir semua orang meyakini bahwa alam semesta statis, Hubble
menunjukkan kebalikannya, alam semesta sebenarnya terus meluas, melalui
penemuan hubungan antara jarak galaksi dengan pergeseran merah. Cahaya bergeser
ke warna merah dalam spektrum elektromagnetik jika sumber bergerak menjauhi pengamat.
Dari pergeseran merah ini kita mengetahui seberapa cepat sumber menjauh, jadi
konstanta Hubble ternyata tidak konstan dan berubah seiring waktu.
Pengukuran menggunakan berbagai teknik, menentukan konstanta Hubble sekitar 70-76 kilometer
per detik untuk setiap satu megaparsec
(Mpc, sekitar 3,26 juta tahun cahaya). Jadi sebuah objek yang terletak pada
jarak 1 Mpc, akan menjauhi kita dengan kecepatan 70-76 km/detik, objek yang
berjarak 2 Mpc akan menjauh dengan kecepatan 140-152 km/dtk, dan seterusnya.
Para
astronom berharap selisih nilai akan menyusut seiring pengukuran yang lebih
akurat, tetapi masing-masing teknik menghasilkan nilai yang sedikit berbeda.
Misalnya,
hasil terbaik nilai Konstanta Hubble saat ini diperoleh menggunakan bintang
variabel Cepheid yang diukur oleh tim SH0ES menggunakan Teleskop Antariksa Hubble.
Tim SH0ES memperoleh nilai sekitar 73,5 km/detik/Mpc. Namun, pengukuran terbaru
menggunakan bintang raksasa merah menunjukkan nilai 70-72 km/detik/Mpc.
Satu
hal yang sama dari semua studi yang mengukur Konstanta Hubble adalah hasilnya secara
signifikan lebih tinggi daripada prediksi model bagaimana alam semesta muncul
lebih dari 13 miliar tahun yang lalu. Pengukuran alam semesta awal memprediksi nilai
konstanta Hubble sekitar 67,4 km/detik/Mpc.
“Kami
tidak yakin apakah perbedaan hasil pengukuran alam semesta lokal dan data alam
semesta awal disebabkan ketidakpastian yang memang saat ini tidak diketahui
atau diabaikan, atau apakah mengindikasikan fisika baru di luar model standar
kami,” ungkap Wendy Freedman dari Universitas Chicago. “Bagaimanapun juga
selisih harus diselesaikan, sebab penting untuk kosmologi!”
Nilai Konstanta Hubble yang diprediksi dari alam semesta awal berasal dari model kosmologi standar dan
pengukuran satelit Planck Badan Antariksa Eropa (ESA). Model ini sudah mapan dan
didukung oleh banyak penelitian selama beberapa dekade, sedangkan prediksi Konstanta Hubble dari alam semesta modern sebenarnya didukung oleh hasil pengukuran Planck, namun pengukuran
menunjukkan bahwa alam semesta meluas lebih cepat dari yang diperkirakan. Perbedaan
hasil ini telah membingungkan para ilmuwan dalam beberapa tahun terakhir.
“Selisih
nilai konstanta Hubble semakin meningkat, barangkali memang ada yang terlewat
dalam pemahaman kita tentang alam semesta,” ujar Adam Riess, penanggung jawab tim
SH0ES dari Universitas Johns Hopkins dan Space
Telescope Science Institute di Baltimore.
Jadi,
entah ada yang salah dengan teknik pengukuran atau model teoritis tentang evolusi
alam semesta, atau mungkinkah keduanya hanya perlu sedikit penyesuaian.
WFIRST Segera Bergabung
Dengan
bidang pandang WFIRST yang lebih luas, namun kualitas resolusinya setara Teleskop
Antariksa Hubble, para ilmuwan berharap dapat mengumpulkan data krusial. WFIRST
akan menerapkan beberapa teknik pengukuran untuk menguji model kosmologi
standar antara periode alam semesta awal dan modern, dengan masing-masing
metode saling menguji silang. Upaya ini bisa mengungkap apakah perbedaan
timbul dari pengukuran yang kurang sempurna, atau setidaknya menjelaskan
mengapa metode yang berbeda menghasilkan nilai yang berbeda.
Melalui
survei supernova dan pergeseran merah galaksi, WFIRST akan melacak ekspansi alam semesta di hampir semua sejarah kosmik, yang mengisi kesenjangan antara
alam semesta awal (yang mengarah ke model teoritis yang menghasilkan prediksi nilai Konstanta Hubble) dan alam semesta modern (yang menjadi sumber pengukuran).
Selain
itu, WFIRST akan membantu para astronom untuk mempelajari secara mendetail
materi gelap dan energi gelap, dua komponen utama model kosmologi yang belum terlalu
dipahami. Mengungkap misteri ini dapat mengarah ke penyesuaian model alam
semesta yang dapat meredakan tensi nilai Konstanta Hubble.
Meskipun
perbedaan antara prediksi dan pengukuran konstanta Hubble bisa saja diabaikan,
mereka sebenarnya menyorot kesenjangan besar dalam pemahaman kita tentang alam
semesta. Saat WFIRST menyelidiki sejarah ekspansi dan pertumbuhan alam semesta serta
mengungkap beberapa misteri terbesar yang pernah diketahui, misi kosmologis
yang diemban WFIRST akan membawa kita untuk lebih memahami kosmos dan tempat
kita di dalamnya.
Ditulis
oleh: Staf Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, roman.gsfc.nasa.gov
Komentar
Posting Komentar