Citra asteroid raksasa Vesta yang diambil oleh pesawat
antariksa Dawn NASA pada tahun 2012.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA
Tinjauan
Vesta
adalah objek paling
masif kedua di Sabuk
Asteroid setelah planet katai Ceres. Vesta menampung 9% massa dari seluruh massa
Sabuk Asteroid, cincin puing-puing asteroid yang terletak di antara Mars
dan Jupiter. Pesawat antariksa Dawn NASA
mengorbit Vesta dari tanggal 16 Juli 2011 hingga 5 September 2012. Setelah itu Dawn melanjutkan misinya untuk mempelajari Ceres.
Asteroid
raksasa itu hampir spheroid, oleh
karena itu hampir
diklasifikasikan sebagai planet katai. Tidak seperti sebagian besar asteroid di
tata surya, Vesta cenderung mirip Bumi karena juga memiliki kerak,
mantel dan inti (karakteristik yang dikenal sebagai terdiferensiasi).
Memahami
karakteristik diferensiasi Vesta adalah salah satu tujuan
misi Dawn. Pesawat antariksa yang saat ini mengorbit Ceres mengungkap Vesta
terbentuk sejak awal sejarah tata
surya, sekitar 1-2 juta tahun setelah kelahiran tata surya. Material radioaktif
yang berumur pendek menyusun interior, memanaskan dan melelehkan Vesta
sehingga material yang lebih padat tenggelam ke inti asteroid, sedangkan
material yang kurang padat naik ke permukaan.
Vesta
adalah salah satu anggota terrestrial tata surya yang paling cerah. Material
cerah diduga adalah bebatuan, sedangkan material yang lebih gelap telah
diendapkan oleh asteroid lain yang menabrak Vesta. Tim ilmuwan di balik misi Dawn memprediksi sekitar 300 asteroid gelap dengan
diameter 1-10 kilometer
telah menghantam Vesta selama 3,5 miliar tahun
terakhir. Dampak tumbukan
membungkus Vesta dalam selimut material dengan ketebalan 1-2 meter.
Sistem palung yang luas mengelilingi wilayah
khatulistiwa Vesta. Palung terbesar
diberi nama Divalia Fossa, lebih besar daripada Grand Canyon.
Vesta
mungkin adalah sumber kelompok meteorit Howardite, Eucrite dan Diogenite yang
telah ditemukan di Bumi. Mereka membantu para ilmuwan untuk memahami “Lunar Cataclysm”, fenomena reposisi planet-planet
raksasa gas miliaran tahun lalu yang memporak-porandakan Sabuk Asteroid dan
memicu aktivitas bombardir asteroid ke seluruh tata surya. Selain itu, mereka
juga menyediakan petunjuk evolusi geokimia Vesta, yang telah diuji silang
dengan informasi permukaan dan interior asteroid yang dikumpulkan Dawn.
Vesta
diyakini telah kehilangan sekitar 1% massanya
setelah bertabrakan dengan sebuah benda masif sekitar satu
miliar tahun yang lalu. Tabrakan ini
menghasilkan kawah Rheasilvia selebar 500 kilometer,
sekitar 95% diameter Vesta. Keluarga asteroid Vesta mungkin berasal dari tabrakan ini. Kawah
besar lainnya adalah Veneneia dengan
diameter sekitar 400 kilometer.
Penemuan dan Penyematan Nama
Vesta ditemukan oleh Heinrich Wilhelm Olbers pada tanggal 29 Maret 1807, yang sebelumnya juga menemukan asteroid Pallas. Olbers
menggagas Ceres dan Pallas adalah fragmen dari sebuah planet yang hancur
(gagasan yang tidak benar). Sebagai apresiasi atas upaya ahli matematika Jerman
Carl
Friedrich Gauss yang telah menghitung orbitnya, Olbers kemudian meminta Gauss untuk memberinya nama. Vesta adalah nama dewi perapian dan rumah
tangga dalam mitologi kuno Romawi. Vesta adalah asteroid keempat yang pernah
ditemukan.
Kawah Raksasa Dampak
Benturan di Asteroid Vesta
Kredit:
Ben Zellner (Universitas Southern Georgia), Peter Thomas (Universitas Cornell)
dan NASA
Kawah raksasa dampak benturan di asteroid Vesta telah ditemukan oleh para
astronom yang memanfaatkan ketajaman visi Teleskop Antariksa Hubble NASA. Kawah
tersebut adalah mata rantai dari serangkaian fenomena yang dianggap berperan
membentuk kelas tersendiri asteroid kecil dan beberapa meteorit yang telah
jatuh ke Bumi.
Membentang hingga 285 mil, ukuran kawah dampak nyaris sama dengan diameter
330 mil Vesta. Jika saja Bumi memiliki ukuran kawah dampak dengan proporsi yang
setara, maka cekungan kawah akan seluas Samudra Pasifik. Para astronom
sebenarnya telah memprediksi satu atau lebih kawah dampak benturan yang
ukurannya lebih besar. Mengingat Vesta adalah objek induk dari fragmen beberapa
asteroid kecil, berarti bekas dampak benturan seharusnya lebih dahyat karena
mampu melepaskan bongkahan besar.
Hasil observasi telah dipublikasikan di Science Magazine edisi 5 September.
“Berdasarkan prediksi, kami berharap dapat menemukan kawah raksasa di
Vesta,” kata Peter Thomas dari Universitas Cornell di Ithaca, New York. “Tapi,
temuan kami cukup mengejutkan.” Termasuk ukuran kawah yang relatif hampir
sebanding dengan ukuran Vesta adalah penyebab kerusakan utama pada asteroid
yang juga dianggap sebagai planet katai tak resmi.
“Inilah kesempatan langka untuk mempelajari efek dampak masif pada benda
langit berukuran kecil,” tambah astronom Michael Gaffey dari Rensselaer Polytechnic Institute di
Troy, New York. “Temuan ini mengindikasikan ada lebih banyak lagi asteroid di
awal sejarah tata surya yang masih utuh.”
Tabrakan mencungkil 1% volume Vesta, meledakkan lebih dari setengah juta
mil kubik material ke ruang angkasa dan meninggalkan lubang sedalam delapan mil
yang mungkin hampir menembus kerak serta mengekspos mantel asteroid Vesta.
Gravitasi lemah Vesta karena hanya berukuran kecil, menyebabkan fitur khas
puncak kawah yang mirip kawah di Bulan. Menjulang setinggi delapan mil, puncak
kerucut terbentuk saat lelehan batu kembali ke pusat fitur “mata banteng”
setelah benturan.
Analisis data Hubble pada tahun 1994 memberikan satu petunjuk tentang satu
sisi fitur lonjong mirip bola American football yang tampak rata. “Saat itu
kami menduga ada yang tak biasa pada Vesta,” kata Thomas.
Para astronom harus menanti observasi tajam Hubble pada bulan Mei 1996 saat
Vesta mencapai titik terdekat dengan Bumi tiap satu dekade, yakni 110 juta mil.
Sebanyak 78 gambar diambil menggunakan instrumen Wide Field Planetary
Camera 2 Hubble. Tim astronom kemudian menciptakan model topografi
permukaan Vesta yang tak rata hingga batas terminator (batas siang/malam).
Kawah raksasa yang terletak di dekat kutub selatan asteroid tak sekadar
kebetulan, kata para peneliti. Terangkatnya sebegitu banyak material dari satu
sisi asteroid akan menggeser poros rotasi pada kawah di dekat salah satu kutub.
Simulasi
pemodelan komputer Vesta.
Kredit: Ben Zellner (Georgia Southern University),
Peter Thomas (Universitas Cornell) dan NASA
Berbeda dari permukaan beberapa asteroid berukuran besar lainnya yang
campur aduk karena pecah dan membentuk komposisi baru, sebagian besar permukaan
Vesta masih utuh, meskipun juga mengalami dampak benturan masif. Kesimpulan
yang didasarkan pada pengukuran sebelumnya mengindikasikan komposisi permukaan
batuan basaltik (lava beku) di Vesta, yang mengalir keluar dari interior panas
tak lama setelah terbentuk 4,5 miliar tahun lalu, dan sebagian besar tetap utuh
sejak saat itu.
Sekitar 6% meteorit yang jatuh ke Bumi mengindikasikan kemiripan dengan
mineralogi Vesta sebagaimana ditunjukkan oleh karakteristik spektralnya.
Berarti spektrum Vesta lebih unik di antara semua asteroid yang lebih besar dan
kawah dampak mungkin adalah sumber utama meteorit yang jatuh ke Bumi.
Sebagian besar meteorit diyakini berasal dari asteroid lain, tetapi objek
induk secara spesifik tidak bisa ditentukan dalam kebanyakan kasus. Dengan
demikian, susunan khas mineralogi meteorit menunjukkan Vesta adalah
satu-satunya dunia selain Bumi, Bulan dan Mars yang sampel induknya diketahui
dan dimiliki oleh para ilmuwan.
Peta topografi permukaan Vesta.
Kredit: Ben Zellner
(Georgia Southern University), Peter Thomas (Universitas Cornell) dan NASA
Masih menjadi tanda tanya, karena meteorit tidak bisa begitu saja
terlepas dari Vesta mengingat lokasi Vesta terletak di Sabuk Asteroid, sehingga
tidak ada gaya gravitasi yang memengaruhi dan menyebabkan kepingan Vesta
memotong orbit planet-planet terdalam layaknya apel yang diguncang dari pohon.
Akan tetapi karakteristik warna asteroid kepingan Vesta yang mirip objek induk
(Vesta), memang terletak di dekat “zona kacau” Sabuk Asteroid yang diganggu
gaya gravitasi Jupiter, sehingga berpotensi memotong orbit Bumi.
Dibutuhkan penentuan bentuk Vesta secara akurat demi interprestasi
tindak lanjut melalui analisis gambar multi-color yang
dikumpulkan Hubble untuk mempelajari mineralogi permukaan, termasuk di wilayah
kawah raksasa. Satu tim astronom yang dipimpin oleh Don McCarthy dari
Universitas Arizona juga berencana untuk mencitrakan Vesta dalam berbagai
panjang gelombang menggunakan instrumen sains Near Infrared and
Multi-Object Spectrometer (NICMOS) Hubble.
Ditulis oleh: Staf solarsystem.nasa.gov dan hubblesite.org
Komentar
Posting Komentar