Para
astronom telah menemukan ketidaksesuaian antara model teoritis yang memprediksi
distribusi materi gelap di dalam gugus galaksi dengan observasi cengkraman
gravitasi materi gelap pada gugus galaksi. Temuan ini mengarahkan mereka untuk
menyimpulkan bahwa mungkin ada sebuah unsur yang hilang dalam resep kosmik kita
tentang sifat materi gelap.
Para
astronom tampaknya telah mengungkap detail membingungkan tentang sifat materi
gelap, setelah mengamati konsentrasi materi gelap yang lebih kecil dan lebih
padat yang ternyata dapat menekuk dan memperkuat cahaya jauh lebih kuat daripada
yang diharapkan.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA
Materi
gelap tidak memancarkan, menyerap atau memantulkan cahaya. Eksistensi materi
gelap hanya diketahui melalui pengaruh tarikan gaya gravitasi terhadap materi
kasat mata di luar angkasa. Oleh karena itu, hingga saat ini materi gelap tetap
sulit dipahami. Salah satu cara yang diterapkan oleh para astronom untuk mendeteksi
materi gelap adalah dengan mengukur bagaimana gaya gravitasinya mendistorsi
ruang, sebuah efek yang disebut pelensaan gravitasi.
Konsentrasi
materi gelap skala kecil di dalam gugus ternyata menghasilkan efek pelensaan
gravitasi yang 10 kali lebih kuat daripada yang diharapkan. Bukti ini
didasarkan pada observasi mendetail terhadap beberapa gugus galaksi masif oleh
Teleskop Antariksa Hubble NASA dan Very
Large Telescope (VLT) milik Observatorium Selatan Eropa (ESO) di Chili.
Citra
gugus galaksi masif MACS J1206 oleh Hubble. Kredit: NASA, ESA, P. Natarajan
(Universitas Yale), G. Caminha (Universitas Groningen), M. Meneghetti (INAF-Observatory of Astrophysics and Space
Science of Bologna), tim CLASH-VLT/Zooming; acknowledgment: NASA, ESA, M.
Postman (STScI), tim CLASH
Gugus
galaksi adalah struktur paling masif di alam semesta yang disusun oleh ratusan galaksi dan menampung materi gelap dalam jumlah
sangat besar. Tak sekadar disatukan oleh sebagian besar gaya gravitasi materi
gelap, setiap galaksi di dalam gugus juga penuh dengan materi gelap. Oleh
karena itu, materi gelap di dalam gugus galaksi didistribusikan pada skala
besar dan kecil.
“Gugus
galaksi adalah laboratorium ideal untuk memahami apakah simulasi alam semesta oleh
komputer dapat diandalkan untuk mereproduksi kesimpulan kita tentang interaksi
materi gelap dengan materi yang memancarkan cahaya,” ungkap penulis utama
makalah ilmiah Massimo Meneghetti dari National
Institute for Astrophysics (INAF) dan Observatory
of Astrophysics and Space Science of Bologna di Italia.
“Kami
telah melakukan banyak pengujian cermat untuk membandingkan simulasi dan data
dalam studi ini, dan kami menemukan ketidaksesuaian,” lanjut Meneghetti. “Satu
kemungkinan yang menyebabkan ketidaksesuaian adalah beberapa unsur fisika yang
hilang dalam simulasi.”
Ilmuwan
senior Priyamvada Natarajan dari Universitas Yale di New Haven Connecticut menambahkan,
“Ada fitur tertentu kosmos yang belum kita tangkap dalam model teoritis kita
saat ini, sekaligus mengindikasikan celah pemahaman kita tentang sifat materi
gelap, mengingat data yang kami peroleh memungkinkan kami untuk menyelidiki
distribusi materi gelap secara detail pada skala terkecil.”
Makalah
ilmiah yang melaporkan hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal Science
edisi 11 September.
Distribusi
materi gelap di dalam gugus dipetakan melalui distorsi cahaya atau efek
pelensaan gravitasi yang dihasilkan gugus. Gravitasi materi gelap memperbesar
dan menekuk cahaya dari objek latar belakang jauh, seperti cermin rumah kaca, terkadang
menghasilkan beberapa gambar dari galaksi jauh yang sama. Semakin tinggi
konsentrasi materi gelap di dalam sebuah gugus, semakin tinggi pula efek
pelensaan gravitasi.
Gambar
tajam Hubble dan spektrum dari VLT, membantu tim untuk menghasilkan peta materi
gelap berpresisi tinggi. Mereka mengidentifikasi lusinan citra galaksi latar belakang.
Dengan mengukur distorsi pelensaan gravitasi, para astronom dapat melacak
jumlah dan distribusi materi gelap.
Tiga
gugus galaksi utama yang digunakan dalam analisis, MACS J1206.2-0847, MACS
J0416.1-2403 dan Abell S1063 adalah bagian dari dua survei Hubble: The Frontier Fields dan Cluster Lensing and Supernova survey with
Hubble (CLASH) program.
Yang
paling mengejutkan, citra Hubble juga mengungkap busur skala kecil dan distorsi
gambar yang tertanam pada pelensaan gravitasi skala besar di setiap inti gugus,
di mana galaksi paling masif berada. Para peneliti meyakini fenomena ini dihasilkan
oleh gaya gravitasi dari konsentrasi materi gelap di dalam setiap gugus galaksi.
Distribusi materi gelap di wilayah terdalam setiap galaksi diketahui meningkatkan
efek pelensaan gugus secara keseluruhan.
Observasi
spektroskopi tindak lanjut kemudian mengukur kecepatan bintang-bintang yang
mengorbit di dalam beberapa gugus galaksi. “Berdasarkan studi spektroskopi,
kami dapat menghubungkan galaksi dengan setiap gugus dan memperkirakan
jaraknya,” tambah anggota tim Piero Rosati dari Universitas Ferrara di Italia.
“Kecepatan
pergerakan bintang memberi kami perkiraan massa setiap galaksi, termasuk jumlah
materi gelap,” pungkas anggota tim Pietro Bergamini dari INAF-Observatory of Astrophysics and Space
Science of Bologna di Italia.
Tim
membandingkan peta materi gelap dengan sampel gugus-gugus galaksi yang disimulasikan
dengan massa serupa dan terletak pada jarak yang kurang lebih sama dengan ketiga
gugus galaksi target studi. Gugus di dalam simulasi komputer tidak menunjukkan
tingkat konsentrasi materi gelap yang sama pada skala terkecil, yaitu skala
yang terkait dengan gugus galaksi individu sebagaimana yang bisa diamati di
alam semesta.
Tim
berharap dapat melanjutkan pengujian terhadap model materi gelap standar untuk
mengungkap sifat-sifatnya yang menarik. Teleskop Antariksa Nancy Grace Roman
NASA yang akan datang, direncanakan mendeteksi galaksi yang lebih jauh melalui pelensaan
gravitasi oleh gugus galaksi masif. Observasi ini diharapkan menambah sampel
gugus yang dapat dianalisis oleh para astronom untuk menguji model materi gelap
secara lebih mendetail.
Ditulis
oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Rob Garner
Komentar
Posting Komentar